DEMOCRAZY.ID - Tak sedikit negara berkembang di dunia yang berutang cukup besar kepada China.
Bahkan utang negara-negara ini mencapai puluhan miliar dolar AS alias ratusan triliunan rupiah. Apakah Indonesia termasuk dalam daftar negara tersebut?
China dilaporkan menggelontorkan utang kepada negara-negara berkembang hingga US$1,1 triliun atau Rp17 ribu triliun (asumsi kurs Rp15.715 per dolar AS) dalam dua dekade terakhir.
Utang tersebut digunakan untuk mengongkosi pembangunan jalan, bandara, membuat kereta sampai pembangkit listrik oleh negara-negara berkembang di Amerika Latin hingga Asia Tenggara. Kucuran utang ini menjadikan China sebagai negara pemberi utang terbesar dunia.
AidData melaporkan ada 165 negara berkembang yang mendapat pinjaman China. Sebanyak 55 persen utang tersebut bakal jatuh tempo, di tengah perekonomian global yang penuh tantangan seperti tingginya suku bunga, melemahnya mata uang lokal, dan melambatnya pertumbuhan global.
Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara yang punya utang terbanyak ke China. Menurut data Bank Dunia yang dianalisis oleh Statista, negara-negara yang memiliki utang besar ke China sebagian besar berlokasi di Afrika. Namun ada juga negara Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), posisi utang pemerintah Indonesia ke China mencapai US$1,36 miliar per Agustus 2023.
Berikut daftar negara dengan utang terbesar ke China pada akhir 2021.
1. Pakistan (US$27,4 miliar)
Berdasarkan data IMF yang dikutip CNBC pada Februari lalu, 30 persen dari total utang luar negeri Pakistan berasa dari China. Jumlah tersebut tiga kali lipat dari utang Pakistan kepada IMF dan lebih besar dari utang negara itu ke Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
Peneliti Institut Studi Perdamaian dan Konflik New Delhi, Kamal Madishetty, mengatakan pinjaman Tiongkok disertai dengan persyaratan yang tidak jelas di mana mengabaikan kelangsungan proyek dalam jangka panjang, mengabaikan biaya lingkungan dan sosial, dan memiliki tingkat suku bunga yang biasanya 1-2 persen lebih tinggi dibandingkan yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman OECD.
Namun terlepas dari itu semua, Pakistan terus meminjam dari China.
"Baru-baru ini, mereka meminta pinjaman sebesar US$10 miliar dari China untuk proyek kereta api besar, mengabaikan kekhawatiran utang. Keputusan seperti itu tentu saja mendorong negara ini menuju gagal bayar (default) utangnya lebih cepat," kata Madishetty.
2. Angola (US$22 miliar)
Angola berutang kepada China termasuk US$14,5 miliar kepada China Development Bank (CBD) dan hampir US$5 miliar kepada Bank Ekspor-Impor China (EximBank).
Melansir Reuters pada 2022 lalu, IMF mengatakan Angola menerima keringanan utang sebesar US$6,2 miliar selama tiga tahun ke depan berkat perjanjian yang dibuat dengan tiga kreditur utamanya.
Meskipun IMF menolak menyebutkan nama kreditur yang terlibat dalam kesepakatan reprofiling utang tersebut, para analisis mengatakan dua di antaranya adalah CDB dan EximBank.
3. Ethiopia (US$7,4 miliar)
Pihak berwenang Ethiopia mengatakan China mengizinkan negaranya untuk menangguhkan pembayaran utang untuk tahun fiskal yang berjalan hingga 7 Juli 2024.
Sementara itu, China telah berkomitmen untuk memberikan pinjaman sebesar US$13,7 miliar kepada Ethiopia sejak 2020.
Namun yang tercatat pada 2021 sebesar US$7,4 miliar. Kemudian belum jelas berapa jumlah utang tersebut yang akan jatuh tempo pada tahun fiskal 2023/2024.
4. Kenya (US$7,4 miliar)
Pemerintahan Presiden baru Kenya William Ruto telah merilis dokumen pinjaman sebesar US$3 miliar terkait dengan jalur kereta api China yang kontroversial.
Dokumen itu telah dirahasiakan oleh pemerintahan pendahulunya selama bertahun-tahun di pengadilan.
Pemberi pinjaman milik negara China berkomitmen untuk meminjamkan $9,3 miliar ke Kenya pada 2000 hingga 2020. Sementara total utang Kenya telah hampir 70 persen dari PDB-nya.
5. Sri Lanka (US$7,2 miliar)
Per 13 Oktober silam, Sri Lanka telah mengkonfirmasi bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan China untuk merestrukturisasi utang sebesar US$4,2 miliar.
Sri Lanka diketahui gagal membayar utang luar negerinya pada Mei 2022 di tengah krisis keuangan terburuk dalam beberapa dekade.
Sri Lanka memiliki total utang luar negeri sebesar US$46,9 miliar di mana 52 persen di antaranya merupakan utang ke China.
Sumber: CNN