DEMOCRAZY.ID - Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Calon Presiden Anies Baswedan gagal menjadi pembicara Indonesia Future Studium Generale yang diselenggarakan Bersama Indonesia di lokasi Auditorium Magister Manajemen FEB Universitas Gadjah Mada (UGM).
Panitia mengungkap bila batalnya kedatangan Anies lantaran dianggap melekat dengan unsur politis, yaitu Pilpres 2024.
Public Affairs BersamaIndonesia Muhammad Khalid mengatakan bila sebelumnya panitia telah mengajukan izin untuk mengadakan diskusi dengan pengelola gedung Auditorium MM UGM.
Tim bahkan melampirkan term of reference (TOR) yang turut menyertakan nama narasumber Anies Baswedan.
"Dari sejak awal perencanaan acara ini dua pekan sebelumnya kami melakukan interaksi, audiensi langsung dengan pihak pengelola program studi MM UGM. Kami melampirkan TOR yang juga menyertakan nama beliau, nama bapak dan sudah jelas," jelas Khalid dilansir dari Harian Jogja pada Jumat (17/11/2023).
Namun, jelang H-1 acara, Khalid menyebutkan bila ada pihak pengelola yang menanyakan kepastian datang tidaknya Anies Baswedan. Khalid juga mengatakan ada rekomendasi dalam pesan tersebut.
"Kemudian, ada satu rekomendasi dari pengelola tempat yang tentu saja kampus UGM karena kami sifatnya menyewa tempat di sini. Rekomendasinya yaitu bahwa tidak menyarankan kehadiran tokoh ini, Bapak Anies Baswedan karena dianggapnya melekat dengan unsur-unsur politis di fase-fase saat ini," lanjutnya.
Menanggapi pesan tersebut panitia lantas memberikan argumennya tentang diskusi yang digelar. Pasalnya, acara yang digelar murni akademik bukan bersifat kampanye, apalagi sampai membawa alat peraga kampanye.
"Tentu saja kami sudah berargumen secara konsep acara, maupun tema yang kami usung adalah pure academic tidak meng-endorse. Bukan kampanye yang kalau secara eksplisit kita artikan adanya alat peraga maupun hal-hal yang sifatnya mengajak," kata dia.
Intervensi Rektorat UGM
Khalid juga mengklaim dalam pesan yang dikirimkan, pihak kampus menuliskan bila tetap digelar dalam konteks ini tetap mengundang Anies, maka agenda itu akan ditertibkan.
"Dari pihak kampus kemudian juga menuliskan disitu ada redaksi bahwa apabila tetap mendatangkan, memaksakan seperti itu akan ada aparat keamanan yang menertibkan acara ini atau dalam bahasa sederhananya dibubarkan," terang Khalid.
Dengan pertimbangan seperti itu, demi kebaikan bersama panitia memilih menggantikan Anies Baswedan dengan narasumber lain yakni Thomas Trikasih Lembong yang merupakan mantan Menteri Perdagangan.
"Sebenarnya pengelolaan tempat ini pada prinsipnya itu kan diserahkan kepada prodi, program studi MM FEB. Kami melihat bahwa ketika kami diskusi akademik menghadirkan tokoh tapi ditolak, kemudian ada intervensi langsung dari rektorat ini juga jadi satu bentuk tanda tanya ya," ungkap Khalid.
Khalid juga sempat mengutarakan bagaimana di kesempatan yang lain tokoh yang sedang jadi sorotan juga dihadirkan. Namun ketika menggelar acara dengan konsep akademik justru dihalangi.
"Padahal di sisi lain bisa dibilang kampus UGM juga dalam beberapa kesempatan mengundang tokoh-tokoh lain yang juga sekarang punya sorotan serupa sebagai capres misalnya bapak Ganjar yang kemarin datang juga dalam acara penobatan guru besar dan beliau juga mendapatkan sorotan kesempatan berbicara yang sama juga tapi ketika dengan konsep akademik yang sama, ini justru dihalangi. Ini jadi pertanyaan," tegasnya.
Sejak awal Tim BersamaIndonesia menginisiasi agenda ini untuk mempromosikan bagaimana pemuda bisa sadar dan turut terlibat dalam proses kebijakan publik dengan orientasi pada keadilan sosial.
Tema yang diangkat juga berorientasi sharing city untuk mendorong kota pembangunan yang berkeadilan.
"Jadi bagaimana kita mengangkat praktik baik di Jakarta pada masa Anies Baswedan dulu adalah salah satu ide jangka panjang di masa depan yang desainnya itu akan didiskusikan dan diafirmasi oleh berbagai background juga. Ada praktisi, tadi mbak Elisa Sutanudjaja sebagai Rujak Urban Studi. Kemudian ada Thomas Lembong juga dan juga para akademisi UGM yang membedah itu dari berbagai perspektif. Perspektif sosial maupun tata kota," kata dia.
Khalid berharap ke depannya tidak terjadi hal-hal seperti ini di kampus-kampus lainnya.
"Karena yang pengen kami dorong tentu saja politik berbasis gagasan bukan hanya politik hore-hore, bukan hanya politik yang partisan. Tapi bagaimana teman-teman muda bisa terlibat dalam proses demokratisasi kebijakan," ungkapnya. [Democrazy/Bisnis]