HUKUM

Wadaw! 33 Ribu Hektar Hutan Rimba Papua 'Dirampok' Perusahaan Asing, Begini Kondisinya

DEMOCRAZY.ID
Oktober 26, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Wadaw! 33 Ribu Hektar Hutan Rimba Papua 'Dirampok' Perusahaan Asing, Begini Kondisinya



DEMOCRAZY.ID - Isu kejahatan lingkungan di Papua, hingga kini masih mejadi sorotan serius. Bahkan diduga, banyak hutan rimba di sana yang telah disulap menjadi perkebunan kelapa sawit oleh pihak asing.


Setidaknya hal itu ditemukan Deolipa Yumara, mantan pengacara Bharada E usai menerima aduan dari masyarakat adat di Dusun Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Marauke, Papua Selatan.


Tak tanggung-tanggung, menurut laporan yang ia terima, luas hutan rimba yang dijadikan area perkebunan kelapa sawit mencapai 33 ribu hektar.


Diduga, praktik ini melibatkan perusahaan asing asal Korea dengan inisial PT DP.


"Jadi saya mendapatkan surat kuasa substitusi dari wilayah Papua dari seorang pengacara Papua yang bernama Yohanes yang juga mendapatkan kuasa khusus, dari 17 marga adat di sana," kata Deolipa saat ditemui di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat dikutip pada Kamis, 26 Oktober 2023.


"Mereka ini meminta perlindungan hukum, atau meminta bantuan hukum kepada kami, pengacara di Jakarta dan tim untuk mengurus persoalan ketidakadilan, yaitu mengenai tanah ulayat mereka, tanah adat yang dijadikan kebun sawit," sambungnya.


Menurut Deolipa, ini adalah bentuk kejahatan lingkungan alam yang cukup serius, mengingat masyarakat adat Papua rata-rata masih menggantungkan hidupnya di hutan.


"Nah mereka (masyarakat adat) meminta supaya ini didengarkan di Jakarta soal adanya ketidakadilan, atau adanya potensi-potensi dampak kerusakan lingkungan hidup yang ada di wilayah sana," ujarnya.


"Orang Papua inikan banyak mencari nafkah di hutan, karena ada berbagai macam jenis pepohonan, ada berbagai macam jenis satwa dan unggas. Kalau ini hilang gimana dengan nasib mereka," tuturnya lagi.



Dugaan pelanggaran ini, kata Deolipa, sudah terjadi sejak 2010 silam. Ironisnya lagi, mereka tak pernah merasakan manfaat dari keuntungan atas kebun kelapa sawit tersebut.


Padahal, dalam Undang Undang dijelaskan, masyarakat adat berhak menerima 20 persen dari keuntungan yang didapat, atau setidaknya mendapat bagian lahan untuk diolah kembali.


"Nah ini mereka minta disampaikan, supaya para penegak hukum kemudian sadar bahwasanya banyak hak yang memang belum dijalankan oleh perusahaan tersebut."


Deolipa berjanji, pihaknya akan segera menindaklanjuti aduan tersebut ke pihak terkait.


"Saya akan mengejar perusahaannya yang di Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban. Kemudian saya juga akan mengejar ke Kementerian Pertanian atau siapapun juga yang memang bertanggungjawab terhadap masalah ini," tegasnya.


Ia juga menyayangkan tanah hutan rimba Papua kemudian dijadikan perkebunan kelapa sawit.


"Dan kita enggak tahu hasilnya ke mana. Karena masyarakat adat bilang 10 tahun terakhir kami enggak dapat apa-apa dari sana."


Diperkirakan, perusahaan asing itu telah meraup untung hingga puluhan triliun rupiah atas pengelolaan perkebunan kelapa sawit tersebut.


"Kalau menurut cerita dari teman-teman di Papua sana, tiap hasil panen itu langsung dibawa ke sungai dibawa ke kapal dan berangkat," jelasnya.


Deolipa juga mengatakan, persoalan ini sebelumnya sudah pernah diadukan oleh masyarakat adat setempat ke bupati, namun sayangnya tak ada langkah kongkrit untuk mengatasi masalah itu.


"Kalau saya pribadi harusnya itu tetap hutan rimba saja, supaya kita punya oksigen yang banyak. Tapi nggak tahu bagaimana kebijakan pemerintahan sehingga ini banyak dijadikan perkebunan sawit ya," tuturnya.


Menurut dia, hal itu hanya akan memberikan keuntungan sementara, dan tak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan nantinya.


"Ini hanya sesaat menguntungkan, tapi jangka panjangnya merugikan," tutur dia. [Democrazy/VIVA]

Penulis blog