EKBIS

Utang Bikin Kecanduan, Sri Mulyani: Banyak Negara Terjebak!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 23, 2023
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Utang Bikin Kecanduan, Sri Mulyani: Banyak Negara Terjebak!



DEMOCRAZY.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dirinya bukanlah menteri keuangan yang suka dengan utang, sebagaimana yang selama ini disematkan masyarakat kepadanya. Ia pun memberikan bukti-bukti terkait itu.


Salah satunya ialah kemampuan dirinya menjaga defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak terus menerus tinggi di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB) setelah masa Pandemi Covid-19. Serta tingkat utang yang tak lebih dari 60% PDB sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara.


Kebijakannya itu pun sebetulnya mendapat tanda tanya dari berbagai agensi pemeringkat utang global, karena hanya membolehkan defisit APBN di atas 3% selama tiga tahun dari 2020 hingga 2023, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020.


Padahal saat itu masih dalam masa Pandemi Covid-19 ketika ekonomi negara berhenti dan kebutuhan pembiayaan besar untuk mengakomodir belanja negara dan menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai instrumen jaring pengaman sosial.


"Banyak rating agency menanyakan ke saya: Sri Mulyani how do you know that the pandemi is going to over with in 3 years, saya mengatakan do you know? no i don't, well the same with me, i also don't know," kata Sri Mulyani saat memberikan kuliah umum di Universitas Diponegoro dan Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, Senin (23/10/2023).


"So why you desain the budget is only allowing to deficit above 3 percent of GDP only for 3 years?," cerita Sri Mulyani.


Ia pun memberikan penjelasan mengapa memberikan jangka waktu defisit APBN harus kembali di bawah 3% dalam tiga tahun setelah munculnya Pandemi Covid-19 dan pada saat berbagai negara defisit APBN nya masih terus tinggi diiringi dengan tingkat utang yang tinggi.


Salah satunya ialah karena kekhawatirannya terhadap risiko negatif pelebaran defisit berjangka panjang yang dapat membuat negara terlena untuk terus berutang dan pada akhirnya kesulitan untuk memulihkan defisit APBN nya karena beban bunga utangnya yang juga berpotensi terus tinggi menekan ruang fiskal.


"Saya mengatakan pengalaman banyak negara, many countries experience once kamu buka deficit-nya, allowing tidak ada batasnya, itu terjadi addict, enak defisit itu, walaupun kalian suka maki-maki, enggak suka utang, tapi negara itu senang sekali, karena itu the easiest way," tegas Sri Mulyani.


Kondisi ini pun menurutnya telah membuat banyak negara Amerika Latin pulih dari beban utang sejak periode 1980-1990 hingga kini menghadapi kondisi krisis utang. 


Permasalahan krisis utang pun kini merambah ke negara-negara Afrika hingga 60 negara berpendapatan menengah lainnya.


"Dan banyak middle income sekarang 60 negara dalam kondisi vulnerable utangnya. Jadi saya mengatakan, we are going to just giving three years to give the sense of this discipline, we have to return back kepada apa yang disebut disiplin fiskal," tutur Sri Mulyani.


Patokan defisit yang tidak lebih dari 3% dan rasio utang maksimal 60% dari PDB ini ia sebut diadopsi dari Maastricht Agreement di Uni Eropa yang terbukti mampu menjaga ekonomi negara-negara anggotanya tidak tertekan krisis utang dengan ukuran-ukuran tersebut.


"Tapi mereka sudah lebih dari 60%, mereka defisitnya di atas 3%, jadi negara-negara itu yang tadinya disiplin sekarang enggak. Jadinya ekonomi dan keuangan negaranya sekarang dalam situasi yang tidak baik," tutur Sri Mulyani.


Sebagai informasi, pada 2020 tatkala defisit APBN menyentuh level 6,1%, tingkat rasio utang Indonesia terhadap PDB sudah sempat tembus ke level 41%. 


Namun, kini dengan defisit APBN per 31 Agustus 2023 di level 2,84% PDB, rasio utang terhadap PDB menjadi tersisa 37,84% atau senilai Rp 7.870,35 triliun. [Democrazy/CNBC]

Penulis blog