DEMOCRAZY.ID - Selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo 2015-2022, terdapat 69 warga yang tewas di wilayah konflik agraria.
Penanganan konflik agraria selalu bersifat business as usual; menggunakan cara- cara represif, mobilisasi aparat sebagai beking perusahaan ketimbang bersikap netral di wilayah konflik agraria.
Terbaru di Seruyan saja, tiga orang dilaporkan tertembak peluru tajam aparat kepolisian. Satu di antaranya atas nama Gijik tewas di tempat dan dua lainnya kritis menambah daftar panjang nama korban.
Itu adalah benang merah kinerja Pemerintahan Jokowi di sektor agraria yang disorot Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA.
"Pemerintah tidak pernah belajar dari wajah buruk penanganan dan penyelesaian konflik agraria selama sembilan tahun terakhir," kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam keterangan tertulis, Minggu (8/10/2023).
"Tak heran, warga mengalami krisis berlapis, sebagai korban konflik agraria, juga korban brutalitas aparat dan perusahaan karena menuntut hak atas tanahnya," ungkap Dewi.
Institusi kepolisian, lanjut Dewi, selalu mengedepankan cara-cara kekerasan dan abai memahami konflik agraria struktural, bagaimana sejarah penguasaan tanah oleh korporasi sawit yang memasuki wilayah hidup warga setempat. Padahal warga yang semestinya mendapat perlindungan.
"Peristiwa naas tersebut terjadi Sabtu (7/10) saat masyarakat Bangkal melakukan aksi damai untuk menuntut tanah plasma mereka dari perusahaan perkebunan sawit, PT Hamparan Masawit Bangun Persada I (PT HMBP 1) - bagian dari Best Group Agro International, milik keluarga Tjajadi," bebernya.
"Sebab mereka justru korban dari PT HMBPI yang telah membuka bisnis dan operasi perkebunan mereka di atas tanah masyarakat sejak 2006," tutur Dewi.
"Inilah penjajahan gaya baru, mirip seperti konsesi-konsesi kebun Belanda memulai operasinya," pungkasnya.
Detik-detik Perintah "BIDIK KEPALA" terdengar di lokasi demo pengelolaan Sawit
— Miss Tweet (@Heraloebss) October 8, 2023
seorang warga seruyan, Kalimantan Tengah dilaporkan Tewas di Tembus peluru Aparat yg katanya Pengayom Masyarakat pic.twitter.com/LL2mKHb44o
Walhi Duga Polisi Dukung Perusahaan soal Konflik Seruyan: Ini Polri atau Satpam Perusahaan?
Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Nasional menduga polisi mendukung pihak perusahaan dalam konflik yang menewaskan satu warga di Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah.
Gijik, 35 tahun, meregang nyawa setelah sebutir peluru tajam menembus dadanya, Sabtu, 7 Oktober 2023.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, mengaku heran lantaran brimob, polres, dan polda setempat justru mendukung perusahaan alih-alih melindungi keselamatan warga.
"Polisi mem-back up perusahaan secara penuh. Kami heran ini mereka polisi atau satpam perusahaan," ujar dia kepada Tempo, Ahad, 8 Oktober 2023.
Warga Bangkal, kata dia, mulai berunjuk rasa dengan memblokade lahan pada Sabtu,16 September 2023.
Dalam aksi-aksi itu, beberapa kali bentrok terjadi antara warga dan kepolisian. Uli mengatakan bentrok terjadi lantaran polisi berusaha memihak kepentingan perusahaan.
"Kalau memang bekerja untuk perusahaan ya sudah dibubarkan saja sekalian," ujar dia.
Bentrok pada Sabtu, 7 Oktober 2023, kata dia, merupakan bentrok terparah antara warga dan kepolisian. Hal itu, kata dia, dipicu oleh tindakan polisi menembakkan gas air mata dan peluru ke arah warga.
"Ada tiga yang tertembak. Satu meninggal, di dadanya kena peluru, tembus. Satu lagi kritis di rumah sakit. Satu lagi kami belum dapat informasi kondisinya seperti apa," ujar dia.
Uli mengonfirmasi bahwa peluru yang ditembakkan polisi ke arah warga merupakan peluru tajam. Namun, kata dia, tak ada penanganan dan tanggung jawab polisi atas insiden itu.
"Peluru tajam. Berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, itu peluru tajam, tembus bagian dadanya. Kita bisa lihat di foto-foto yang beredar," ujar dia.
Tak hanya menembaki warga, polisi menahan 20 warga yang mengikuti aksi blokade lahan. Dia mengatakan mereka yang ditahan sampai hari ini belum dilepaskan. Hal itu diperparah dengan sulitnya akses warga terhadap pendampingan hukum.
"Cukup sulit masyarakat mendapatkan akses terhadap pembelaan," ujar dia.
Uli mengatakan ada sekitar seribu warga yang mengungsi ke desa-desa di sekitar Bangkal sejak aksi pertama kali pada Sabtu, 16 September 2023.
Hal itu, kata dia, terjadi lantaran warga mengalami trauma. Mereka pun memilih untuk menahan diri saat ini.
"Kayaknya slow down dulu, karena memang masyarakat pasti trauma," ujar dia. [Democrazy/TvOne]