DEMOCRAZY.ID - Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan masyarakat agar tak pilih pemimpin bermulut manis dan menggunakan agama seperti di Pilgub 2017.
Pernyataan ini dinilai kode menyindir Pasangan bakal calon Presiden dan Wakil Presiden, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Menanggapi hal itu, Cak Imin mengkritisi balik Gus Yaqut. Ia menyindir pernyataan Menag seperti buzzer.
"Ah, itu omongan buzzer," kata Cak Imin di Menteng, Minggu (1/10).
Sementara Waketum PKB Jazilul Fawaid meminta Menag lebih hati-hati dalam melempar pernyataan. Sama seperti Cak Imin, Jazilul menilai pernyataan Yaqut seperti buzzer.
"Hati-hati menjaga mulutnya. Ini pejabat publik, dia digaji oleh pajak negara untuk membuat suasana harmoni, bukan untuk mengeluarkan statement yang enggak perlu. Rakyat itu lebih paham, enggak mungkin akan milih pemimpin yang mukanya jelek, alatnya, ngomongnya jelek," kata Jazilul dalam keterangannya.
"Ini untuk apa mengeluarkan begitu? Buang buang statement menurut saya, buang-buang omongan yang nggak perlu. Ini kan omongan pinggir jalan, omongan buzzer, omongan provokator," imbuh dia.
Jazilul menambahkan, Presiden Jokowi kerap bicara soal persatuan dan tidak memecah belah. Ia mengecam pernyataan Menag yang dinilainya justru memecah belah.
"Apalagi menjadi pembantu presiden. Presiden sudah bolak-balik bilang kita jaga persatuan, jangan ada politik pecah belah, jangan bikin hoaks, ini hoaks kok dari negara," kata Jazilul.
"Ini hoaks kok mulai dari Menteri Agama yang sesungguhnya bertanggung jawab terhadap kerukunan umat beragama. Saya pikir itu tidak pantas. Biarlah publik yang mengevaluasi, kalau tidak presiden yang mengevaluasi," ungkapnya.
Pernyataan Menag soal Pemimpin Bermulut Manis dan Pakai Agama
Sebelumnya, Menag meminta agar masyarakat tidak mempertaruhkan negeri ini pada orang-orang yang tidak memiliki perhatian pada masyarakat.
Gus Yaqut menyebut, agama dengan politik tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan.
"Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih. Jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya bagus, syukur mukanya ganteng, syukur bicaranya manis, itu dipilih," katanya di Solo, dikutip dari Antara, Sabtu (30/9).
"Kita masih ingat, ada penggunaan agama secara tidak baik dalam politik beberapa waktu yang lalu, waktu pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Pemilihan Presiden," katanya. [Democrazy/Kumparan]