DEMOCRAZY.ID - Bandung Whoosh kemungkinan besar tidak akan menghasilkan keuntungan, paling hanya pujian di awal kehadiran.
Sebab lokasi stasiun yang jauh dan besarnya biaya pemeliharaan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan.
Proyek dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang berkapasitas 600 orang dengan kecepatan hingga 350 km per jam ini, mampu menempuh perjalanan antara ibu kota Jakarta dan Bandung dalam waktu 45 menit.
Koordinator program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Siwage Dharma Negara menjelaskan proyek ini tak mudah karena banyak persaingan alat transportasi dari Jakarta ke Bandung. Kereta api berkecepatan tinggi ini harus bersaing dengan alat transportasi lainnya.
“Untuk mengubah perilaku masyarakat, pemerintah perlu memberikan semacam insentif termasuk menetapkan harga yang tepat untuk kereta berkecepatan tinggi,” kata Siwage, dilansir Channel News Asia, Selasa (3/10/2023)
Bahkan Yusof berani memastikan harga tiket terjangkau itu penting. Tetapi di saat yang sama, operator kereta api cepat juga harus memastikan cost recovery karena proyek ini cukup mahal.
Biaya Operasional
Dia menegaskan ada kebutuhan untuk memastikan operator dapat menanggung biaya operasional dan pemeliharaan kereta berkecepatan tinggi tersebut, dan tentu saja, mereka tidak dapat bergantung pada subsidi pemerintah untuk jangka panjang.
"Pada akhirnya, proyek tersebut harus menghasilkan sejumlah keuntungan.” tegas dia.
Siwage juga berpendapat jika pemerintah dapat memastikan pengoperasian kereta ini dilaksanakan dengan aman, masyarakat menjadi lebih percaya diri.
"Maka kita akan melihat kedepannya akan semakin banyak penumpang yang menggunakan kereta ini," tegas Siwage.
Siwage mengatakan hal ini termasuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan konektivitas transportasi, dan transfer teknologi. Dia berharap proyek ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"Dan saya dengar rencananya stasiun-stasiun ini akan dikembangkan menjadi pusat komersial, menjadi pusat ekonomi. Tetapi ini adalah rencana besar yang memerlukan pelaksanaan menyeluruh dan pelaksanaannya harus dilakukan oleh presiden berikutnya. Dan Jokowi sangat berharap presiden berikutnya, penggantinya, benar-benar bisa menjawab tantangan ini,” tegas dia.
Jangan lupa, terdapat juga permasalahan lain yang berpotensi mempengaruhi profitabilitas kereta api kecepatan tinggi.
Para pengamat menunjukkan keempat stasiun di jalur tersebut letaknya tidak tepat. Misalnya, penumpang yang menuju kawasan pusat kota Bandung tetap harus naik kereta feeder dari Stasiun Padalarang.
Salah Lokasi
Direktur Asosiasi Analisis Risiko Global Perusahaan Konsultan Strategis Control Risks, Achmad Sukarsono khawatir proyek ini tidak dapat menarik target pasar yang seharusnya.
Yaitu para komuter kelas menengah dan eksekutif bisnis pada hari kerja yang perlu melakukan kunjungan harian.
Para penumpang ini mungkin merasa kereta berkecepatan tinggi bukanlah alternatif transportasi yang layak.
Dari empat stasiun tersebut, tidak ada satu pun yang berlokasi di kawasan komersial yang mudah diakses oleh pengguna prioritas tersebut.
"Jadi jika Indonesia gagal membangun koneksi yang nyaman antara stasiun-stasiun ini, pengguna utama (kereta berkecepatan tinggi) akan terus berkendara ke Bandung atau menggunakan mini shuttle bus, yang merupakan pilihan utama," jelas dia.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh adalah bagian dari inisiatif infrastruktur Belt and Road Tiongkok.
Dibangun oleh perusahaan patungan Tiongkok-Indonesia, KCIC, yang terdiri dari empat perusahaan negara Indonesia dan China Railway International milik Beijing dengan menelan biaya lebih dari USD7 miliar. [Democrazy/Inilah]