DEMOCRAZY.ID - Pernyataan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, sangat serius. Menurut Hasto, yang bersumpah dan berani bertanggung jawab di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa dan di hadapan rakyat Indonesia, bahwa Jokowi memang pihak yang minta perpanjangan masa jabatan menjadi tiga periode.
Pernyataan ini sekaligus membuktikan bahwa sudah ada ‘mens rea’ atau ‘niat jahat’ untuk melanggar konstitusi, yang membatasi periode jabatan presiden hanya 2 periode saja.
Bahkan ‘mens rea’ ini dapat dikatakan sudah ditindaklanjuti dengan tindakan, atau ‘actus reus’.
Tentu saja ‘tindakan atau actus reus’ tersebut tidak dinyatakan secara langsung. Tetapi disuarakan melalui berbagai saluran.
Antara lain, melalui menteri kabinet, asosiasi perangkat desa, relawan, atau “masyarakat” dalam berbagai kesempatan kunjungan Jokowi, yang kompak meneriakkan “tiga periode”.
Bahkan ‘tindakan actus reus’ pelanggaran konstitusi melalui gugatan konstitusi juga pernah dimainkan. Ada pihak yang menggugat konstitusi, agar presiden dua periode boleh menjabat wakil presiden.
Permohonan gugatan diajukan oleh Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono (Pr) dan Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Fauzan Rachmansyah.
Pemohon berharap MK membolehkan presiden dua periode jadi calon wakil presiden (cawapres). Gugatan ditolak.
Semua upaya ini dapat dimaknai sebagai tindakan nyata dari niat untuk memperpanjang periode jabatan presiden, yang secara jelas melanggar konstitusi.
Meskipun semua upaya dan gugatan terkait perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi akhirnya kandas dan ditolak, terutama oleh PDIP, seperti diungkapkan oleh Hasto Kristiyanto dan Adian Napitupulu. Kader PDIP lainnya, Beathor Suryadi, juga pernah menyebut hal sama.
‘Mens rea’ dan tindakan atau ‘actus reus’ pelanggaran konstitusi ini sangat serius, karena sama saja sebagai ‘mens rea’ dan tindakan mengkhianati negara. Karena pelanggaran konstitusi masuk kategori pengkhianatan negara.
Upaya pengkhianatan negara seharusnya sudah dapat dituntut. Tidak perlu harus menunggu sampai upaya pengkhianatan tersebut benar-benar terjadi.
Sebaiknya, kalau sudah tahu seseorang mau berkhianat pada negara, maka harus dilakukan pencegahan dengan memeriksa dan memberhentikan orang tersebut dari kemungkinan pengkhianatan negara.
Sudah waktunya, meskipun sangat terlambat, Indonesia harus kembali menegakkan konstitusi. Partai politik sepenuhnya bertanggung jawab untuk itu.
Jangan sampai terjadi ketidakpuasan masyarakat meluas yang bisa memicu chaos, seperti terjadi di banyak negara. Sejarah berbicara. ***