POLITIK

Mustahil Jokowi Jadi Ketua Umum PDIP, Megawati: Nggak Mungkin, Siapa Yang Mau Pilih?

DEMOCRAZY.ID
Oktober 03, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Mustahil Jokowi Jadi Ketua Umum PDIP, Megawati: Nggak Mungkin, Siapa Yang Mau Pilih?



DEMOCRAZY.ID - Jika ditanya siapa pemimpin partai politik terlama di Indonesia saat ini? Mungkin publik tahu, yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Maka, jangan heran bila ada anggapan negatif terhadap PDIP, bahwa partai tersebut seperti kerajaan.


Tak ada 'orang asing' yang bisa mengambil alih kursi Ketua Umum PDIP, jika bukan dari trah Soekarno, Presiden ke-1 RI.


Hal ini bikin gundah sebagian kecil kader PDIP, sehingga mereka pergi dari partai terbesar di Indonesia itu. Mereka beranggapan tak ada demokratisasi di internal PDIP, namun mereka tak sanggup mengubahnya.


Usulan agar Jokowi (Joko Widodo) menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP sedikit 'berisi', setelah yang menyuarakan adalah Guntur Soekarnoputra, putra sulung Soekarno. Usulan itu juga pernah dilontarkan Koordinator Nasional Kami-Ganjar, Joko Priyoski.


Guntur dan Joko berpikir Jokowi sangat layak menduduki kursi Ketua Umum PDIP, mengingat elektabilitasnya yang tinggi, melebihi partai tersebut.


Namun, Megawati Soekarnoputri kembali mengingatkan seluruh kadernya untuk patuh terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.


"Nggak mungkin orang lain itu tiba-tiba bisa menjadi ketua umum. Karena terus siapa yang mau milih? Kalau tiba-tiba orang luar yang dipilih dan itu melanggar AD/ART," tegas Megawati dalam penutupan rapat kerja nasional (Rakernas) IV PDIP, Minggu (1/10/2023). Menurut Megawati, dirinya dan Jokowi adalah petugas partai.


Karena hal tersebut diatur dalam AD/ART PDIP, meskipun keduanya adalah presiden Republik Indonesia. Maka, menurut Megawati sangat aneh jika 'orang luar' mempersoalkan label petugas partai tersebut.


"Itu adalah AD/ART di partai kita. Saya pun petugas partai, saya ditugasi oleh kongres partai, dipilih oleh kalian untuk bertanggung jawab sebagai ketua umum," ucapnya.


Ia menilai sebutan petugas partai terhadap dirinya maupun Jokowi merupakan amanat AD/ART yang tak perlu dipersoalkan pihak eksternal. Apalagi tanpa label tersebut, Megawati dan Jokowi tak bisa menduduki kursi pemimpin tertinggi RI.


"Sering terjadi kontradiktif, ada yang mengatakan, presiden itu dipilih oleh rakyat, iya betul, tapi kalau tidak ada organisasi partai politiknya yang memberikan nama (bakal capres)," ucapnya.


"Itu kan mekanismenya begitu untuk dipilih," tandas Megawai yang pernah menjadi Presiden ke-5 RI.


Menanggapi hal itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin, menyatakan itu sangat mustahil.


Menurut Ujang, karena AD/ART PDIP yang membuat sistem keputusan memilih calon presiden dari PDIP berada di tangan Megawati Soekarnoputri sepenuhnya.


“Ya isu pengambilalihan Ketua Umum PDI Perjuangan ini kan sudah lama ya," ujarnya, Minggu (1/10/2023).


"Jokowi meskipun pengen pun tetap saja tidak bisa, karena sudah 'dipagari' dengan AD/ART-nya bahwa semuanya berdasarkan keputusan Ketum Megawati," imbuhnya.


"Sebelumnya juga berdasarkan AD/ART PDIP sistemnya kan bukan pemilihan, tapi usulan dari struktur partai tingkat bawah, yang usulannya semua adalah prerogatif Megawati," lanjut Ujang.


Menurutnya, selama masih ada Megawati, maka kepemimpinan dan keputusan akhir apapun di PDIP bakal berada di tangan Megawati sepenuhnya. Menurutnya, meskipun ada keinginan, Jokowi tetap tidak bisa menjadi Ketum PDIP.


“Istilahnya 'pemilik saham' PDIP kan Megawati, dan Jokowi bukan salah satu pemilik saham PDIP," katanya.


"Begitu pun soal bahwa kepemimpinan PDIP akan diteruskan oleh trah Soekarno, nah Jokowi bukan trah Soekarno," imbuhnya.


"Megawati pasti akan memberikan atau mendelegasikan kepemimpinan PDIP kepada anak-anaknya untuk melanjutkan estafet trah Soekarno itu," terang Ujang.


Oleh karena itu, Ujang melihat adanya skenario pembenturan antara Jokowi dengan Megawati, di balik upaya untuk menaikkan nilai tawar Ganjar Pranowo yang didukung relawan Kami-Ganjar untuk menjadi calon presiden di Pilpres 2024.


“Seharusnya pihak-pihak yang memiliki ide mendorong Jokowi untuk bisa menjadi Ketum PDIP di 2024 tahu soal ini," ucapnya.


"Aksi semacam 'kompor-kompor' berharap atau mendorong Jokowi menjadi Ketum PDIP itu, saya pikir sama saja seperti upaya atau skenario 'membenturkan' Jokowi dengan Megawati. Politik adu domba kan biasa saja terjadi di politik kita," jelas Ujang.


Sementara itu, pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, usulan dari Guntur itu memang tepat. Dirinya sependapat, Jokowi dinilai layak untuk menempati kursi Ketum PDIP.


"Guntur menilai Joko Widodo paska purna bhakti presiden layak menempati posisi ketua umum PDIP," ucapnya.


"Kapasitas Jokowi memang layak menempati posisi tersebut. Pengalamannya juga sudah lebih dari cukup untuk menjadi ketum," lanjut Jamiluddin.


Akan tetapi kata Jamiluddin, yang menjadi pertanyaan, apakah Megawati rela kursi ketum nantinya diestafetkan kepada Jokowi, menurut dia, hal itu kecil kemungkinan terjadi.


Sebab, kata Jamiluddin, Megawati Soekarnoputri hanya akan menyerahkan tongkat kepemimpinan PDIP hanya kepada keturunannya atau anak-anaknya.


"Masalahnya, apakah Megawati mau menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan PDIP kepada Jokowi? Hal itu kemungkinan sangat kecil mengingat Megawati tampaknya sudah mempersiapkan anaknya untuk menggantikannya," kata Jamiluddin.


Sejauh ini, Jamiluddin berpandangan, Megawati sudah mulai mempersiapkan dua anaknya untuk nantinya menempati posisi sebagai Ketum PDIP. Kedua anak Megawati yang dimaksud yakni Puan Maharani dan Prananda Prabowo.


Dari segi Puan, Megawati lebih condong memberikan potensi di eksternal dengan kerap memberikan kesempatan Ketua DPR RI itu untuk bertemu para pimpinan parpol lain.


Sementara dari segi Prananda, Megawati nampak seakan memberikan kepada putranya mandat untuk membenahi internal PDIP.


"Puan selama ini lebih banyak disiapkan mewakili Megawati dalam urusan eksternal. Karena itu, Puan banyak bertemu dengan pimpinan partai," katanya.


"Prananda tampaknya ditugasi untuk membenahi internal partai. Karena itu, Prananda lebih banyak melakukan konsolidasi ke dalam partai," sambung Jamiluddin.


Atas hal itu, menurut analisis Jamiluddin, usulan atau opini dari Guntur Soekarnoputra yang menyebut Jokowi layak menempati posisi Ketum PDIP usai tak lagi jadi presiden akan sulit terwujud.


Megawati dinilai, akan lebih mempercayakan anaknya yang merupakan keturunan biologis atau trah Soekarno asli untuk memimpin partai berwarna merah itu.


"Jadi, Puan dan Prananda sama-sama berpeluang untuk menjadi ketum PDIP," tukasnya. [Democrazy/Tribun]

Penulis blog