DEMOCRAZY.ID - Dipa Nusantara (DN) Aidit, merupakan sosok antagonis dalam sejarah Indonesia modern.
Dia berhasil menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak dihancurkan, pada 1948.
Di bawah kepemimpinannya, PKI bisa berkembang pesat. Bahkan menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet. Hal ini membuat Indonesia sangat ditakuti oleh negara-negara Barat.
Saat meletus Gerakan 30 September (G30S), yang menculik dan membunuh jendera-jenderal TNI AD, Aidit disebut-sebut sebagai dalangnya. Namun, sejauh mana keterlibatannya hingga kini masih belum jelas.
Tanpa pengadilan, dia langsung dieksekusi mati. Hingga kini, sejarah mencatatnya sebagai tokoh yang memberontak.
Namun, tidak banyak yang tahu sebenarnya sosok Aidit. Termasuk, kepandaiannya dalam membaca Alquran.
Dia belajar membaca Alquran sejak kecil, bahkan telah khatam 3 kali dan dikenal sebagai pembaca Alquran.
Keterangan ini datang dari Salim Said, saat mengunjungi rumah dinas Aidit. Ketika itu, dia menemukan satu roll kecil pita rekaman.
Awalnya, dia menduga rekaman itu berisi dokumen penting. Setelah didengar, ternyata berisi pengajian.
"Ketika pita rekaman itu kami putar, ternyata isinya pengajian Islam yang dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Alquran.. Pada masa kecilnya, DN Aidit konon juga dikenal sebagai pembaca Alquran yang fasih," katanya.
Aidit lahir di Belitung, Sumatera Selatan, pada 30 Juli 1923. Dia anak sulung dari 6 bersaudara yang dua diantaranya adalah adik tiri. Ayahnya Abdullah Aidit merupakan seorang Mantri Kehutanan dan ibunya Mailan.
Tidak seperti orang komunis kebanyakan, Aidit berasal dari keluarga kaya. Namun, pergaulannya sangat luas.
Karir Aidit mulai melejit di akhir 1950, saat dia sukses menyingkirkan tokoh-tokoh komunis tua dari partai.
Tidak hanya itu, dia juga berhasil menggeser kiblat komunis dari Rusia ke RRC. Caranya membangun PKI sangat militan.
Dia membangun sel-sel hingga massa bawah, membentuk berbagai organisasi mantel, dan menempatkan kadernya dalam sejumlah organisasi profesi, serta di tubuh militer. Bahkan juga menyusup ke tubuh-tubuh partai lain.
Dalam partai, dia menjabat sebagai Ketua Komite Sentral (CC) PKI. Di pemerintahan, dia menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS. Saat pecah G30S 1965, Aidit melarikan diri dari Jakarta.
Dia kabur ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kemudian tertangkap di Solo, dan ditembak mati disuatu tempat di Jawa Tengah oleh pasukan yang dipimpin Kolonel Yasir Hadibroto. Sampai di sini ulasan Harian Massa, semoga berguna. [Democrazy/Tribun]