POLITIK

Kata Pendiri LSI Denny JA: 'Dinasti Politik Lazim Terjadi di Negara Demokrasi'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 22, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Kata Pendiri LSI Denny JA: 'Dinasti Politik Lazim Terjadi di Negara Demokrasi'



DEMOCRAZY.ID - Isu yang menyerang Gibran sebagai bagian dari membangun politik dinasti Jokowi itu dinilai akan menjadi isu yang basi.


Hal itu dikatakan langsung oleh Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA karena dia melihat Isu tersebut berkembang seiring dengan berita-berita yang marak, seperti 'Gibran Terbang ke Jakarta Jelang Penantuan Cawapres Prabowo' dan 'Berkas Pendaftaran Gibran Sebagai Cawapres Prabowo Sudah Siap'. 


Bahkan menurutnya ketika isu itu tersebar, masyarakat seperti memberikan reaksi atau respon yang berbeda-beda. 


“Reaksi terhadap isu ini bervariasi. Sebagian melihatnya sebagai bagian dari pertarungan politik, dimana isu dinasti politik menjadi senjata untuk menyerang Gibran, Prabowo, atau bahkan Jokowi," ujar Denny JA dari keterangan resminya, Minggu, 22 Oktober 2023.


"Namun, tak bisa dipungkiri bahwa dinasti politik adalah fenomena yang lazim dalam dunia demokrasi,” sambungnya. 


Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara demokrasi maju di Eropa dan Amerika Serikat, dinasti politik telah menjadi hal yang biasa. 


Bahkan dalam konteks Indonesia, contoh seperti Pinka Haprani yang maju sebagai caleg saat ibunya, Puan Maharani, masih menjabat sebagai ketua DPR RI menunjukkan bahwa fenomena ini diterima sebagai hal yang sah dan tidak melanggar hukum.


“Kita juga bisa mengamati dinasti politik dalam keluarga Bung Karno, yang telah berlangsung hingga empat generasi, mulai dari Bung Karno hingga Pinka Haprani," kata Denny JA. 


"Contoh serupa dapat ditemukan dalam keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan bahkan di luar negeri, seperti dalam keluarga Kennedy di Amerika Serikat, Bush di Amerika Serikat, atau Nehru di India,” lanjutnya. 


Lebih lanjut, Denny JA pun menjelaskan alasan dinasti politik bisa dianggap wajar dalam negara demokrasi. 


Dia mengatakan bahwa hal tersebut wajar terjadi karena dalam prinsip demokrasi menegaskan persamaan hak di antara seluruh warga negara. 


Semua orang memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin, tanpa memandang asal usul keluarga mereka. 


Konstitusi sebagai hukum tertinggi juga tidak melarang anak-anak presiden, gubernur, atau walikota untuk menjadi pemimpin nasional jika orang tua mereka masih menjabat.


Bahkan hal ini berlaku di berbagai negara, termasuk Indonesia, Inggris, Amerika Serikat, dan banyak negara lainnya. 


Sehingga, kata Denny, jika konstitusi tidak mengatur larangan semacam itu, mengapa opini publik harus membatasinya. 


“Yang paling penting, penentuan akhir dari dinasti politik terletak pada pemilihan umum. Rakyat adalah hakim tertinggi melalui kotak suara," kata Denny JA. 


"Sebagai contoh, dalam keluarga Bung Karno, ketika Megawati memimpin PDIP, rakyat mendukung PDIP. Namun, ketika anak-anak Bung Karno mendirikan partai lain seperti Sukmawati dan Rahmawati, rakyat tidak memilih mereka. Begitu pula dalam kasus Tommy Soeharto yang mendirikan Partai Berkarya,” sambungnya.


Jika Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai calon wakil presiden Prabowo, rakyatlah yang akan memutuskan nasibnya. 


Gibran memiliki potensi besar untuk menarik dukungan dari generasi milenial yang merupakan hampir 50 persen dari pemilih potensial. 


Selain itu, dia mungkin dapat mempengaruhi pemilih di Jawa Tengah dan orang-orang yang masih puas dengan kinerja Presiden Jokowi.


“Sebagai prinsip dasar dalam demokrasi, keputusan akhir ada di tangan rakyat melalui pemilihan umum. Dinasti politik adalah realitas politik yang dapat ditemukan di negara-negara demokrasi, dan nasib Gibran Rakabuming Raka akan ditentukan oleh suara rakyat dalam proses demokratis ini,” tandasnya. [Democrazy/DW]

Penulis blog