'Jokowi Yang Harus Mundur, Bukan Rakyat Yang Disuruh Makan Ubi'
Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
Anjuran Tito Karnavian agar rakyat mulai makan ubi atau sorgum, sebuah opsi yang tidak cerdas dan bijak. Kelangkaan bahan baku gabah karena gagal panen, akibat keteledoran dan salah strategi pemerintah dalam pengelolaan pertanian, karena pemerintah yang hobi mengimpor beras walaupun stok beras sedang melimpah. Sementara itu para petani kurang diproteksi.
Banyak sekali keluhan dari para petani yang ketika panen raya dan stok melimpah, justru pemerintah makah mengimpor beras dari luar negeri. Akhirnya para petani banyak yang frustrasi dan meninggalkan tanam padi, karena ketika petani sedang panen harga gabah jatuh, sementara harga pupuk sangat mahal dan kadang barang susah didapat.
Jika Indonesia mengalami krisis pangan, gara-garanya rezim Jokowi yang tidak becus mengurus negara. Satu-satunya solusi adalah Jokowi mundur, bukan rakyat yang disuruh prihatin dengan makan ubi atau sorgum. Karena elitnya sendiri senantiasa berfoya-foya tanpa memikirkan rakyat kecil.
Masa-masa krisis juga pernah dialami ketika tahun 1965, yaitu masa-masa transisi di mana PKI pada waktu itu melakukan pemberontakan. Saat itu rakyat banyak makan ubi, bulgur, beras menir, dll Situasi sekarang apakah akan kembali ke masa 1965, dengan tanda-tanda bangkitnya PKI ?
Situasi 1965 bisa berulang kembali jika Jokowi tidak segera diganti, karena Jokowi sangat pro PKI yang kerjanya merusak tatanan yang sudah mapan.
Krisis 1965 baru bisa teratasi ketika Presiden Soeharto yang anti PKI menjabat sebagai Presiden RI Ke-2. Di tangan Soeharto Indonesia mampu swasembada pangan.
Ini sangat berbeda dengan Jokowi yang otaknya kosong dan cuma omdo.
Rezim Jokowi dari awal sangat abai terhadap kesejahteraan rakyat. Semua kebijakan hanya mementingkan oligarki taipan dan segelintir pejabat korup. Sedangkan rakyat terus diperas dan dihisap darahnya.
Ada 10 kesalahan rezim Jokowi dalam mengelola negara sehingga rakyat tidak mungkin akan bisa sejahtera.
Pertama, Rezim Jokowi tidak ada kemandirian dalam membuat grand design pengelolaan negara
Jangankan Jokowi yang otaknya kosong, seluruh rezim Jokowi juga sudah terjerat suap oleh oligarki taipan, sehingga mereka cuma boneka atau jongos yang harus tunduk kepada majikannya.
Kedua, Semua kebijakan pemerintah hanya mengutamakan kepentingan oligarki taipan
Mulai dari amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002, semua produk Undang-undang selama era Jokowi (UU HIP, UU Minerba, UU Tata Lingkungan, KUHP, UU Cipta Kerja, UU Covid-19, UU Kesehatan, dll), berbagai peraturan pemerintah dan Perppu, kebijakan Program Strategis Nasional (PSN), dll semua dirancang hanya untuk kepentingan oligarki taipan.
Ketiga, Hukum dijadikan alat kekuasaan
Bukan saja hukum yang dijadikan alat penguasa, tetapi juga semua lembaga penegakan hukum jadi alat kekuasaan (KPK, MK, MA, KEJAKSAAN, KEPOLISIAN, dll).
Keempat, Tidak ada kemandirian Lembaga Legislatif, semuanya tunduk di bawah ketiak oligarki taipan
DPR/MPR selama era Jokowi cuma jadi buzzer dan stempel rezim. Tidak ada kemandirian, semuanya sudah terjerat suap oligarki taipan
Kelima, Tidak serius memberantas korupsi
Korupsi dibiarkan merajalela, mulai dari korupsi keluarga Presiden, lingkar istana, pejabat negara, para menteri, sampai kepada para pejabat parpol ramai-ramai berkorupsi ria tanpa ada penanganan serius baik dari KPK, Kejaksaan, MA, dan Kepolisian. Siapa yang mau menjilat Jokowi dijamin aman, siapa yang berani mengusik Jokowi pasti terancam.
Keenam, Tidak ada kewibawaan dari top leader
Semua pejabat negara di era Jokowi tidak ada yang berperilaku terpuji. Banyak omong tapi akhlak dan moral mereka sudah rusak, tidak ada yang bisa diteladani. Para pemimpin negeri ini sudah tidak ada yang berwibawa di mata rakyat.
Ketujuh, Semua menteri kabinet bekerja atas tekanan penguasa
Semua menteri kabinet tidak ada yang punya kemandirian, semuanya diorkestrasi oleh Jokowi yang dikendalikan oligarki taipan, mereka bekerja hanya untuk melayani majikan, bukan untuk rakyat.
Kedelapan, Tidak mampu membela kaum buruh, petani, nelayan, dan pedagang kecil
Demi melayani kepentingan oligarki taipan dan China komunis, rakyat dikorbankan, baik buruh, petani, nelayan, pedagang kecil, dll.
Kesembilan, Tidak mampu mempersatukan elemen bangsa
Di era Jokowi terjadi pembelahan bangsa yang sangat parah. Ada gap yang sangat tajam, dan itu semua sengaja diciptakan agar Jokowi bisa merangkul yang mau memuji dan menjilat, akan memukul yang berani menentang dan mengkritik.
Yang pro Islam dituduh radikal radikul dan dipanggil kadrun, yang pro komunis disanjung-sanjung dan dibilang paling NKRI dan Pancasilais. Tapi giliran cari dana mengemis-ngemis kepada umat Islam (Arab).
Kesepuluh, Selalu memusuhi umat Islam dan orang-orang yang kritis
Islamopobia ditumbuhkan, umat Islam taat dimarjinalkan dan dituduh Islam garis keras, ulama dikriminalisasi bahkan ada yang dieksekusi. Padahal yang berjasa kepada negara ini mayoritas umat Islam dan para ulama.
Rezim Jokowi telah gagal mengelola negara, sudah tidak mungkin lagi bisa bangkit menuju kemajuan dan kesejahteraan. Hanya ada satu kata untuk Jokowi : MUNDUR!
Bandung, 18 R. Awwal 1445 H