POLITIK

Instagram BEM Universitas Udayana Diretas Usai Kritik Dinasti Politik Jokowi, BEM Lain Pernah Mengalami

DEMOCRAZY.ID
Oktober 21, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Instagram BEM Universitas Udayana Diretas Usai Kritik Dinasti Politik Jokowi, BEM Lain Pernah Mengalami



DEMOCRAZY.ID - Akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Universitas Udayana (Unud)  mengalami peretasan pada Selasa dini hari, 17 Oktober 2023. 


Sekitar pukul 02.00 WITA, seluruh perangkat seluler yang terhubung ke akun @bem_udayana kehilangan akses masuk. 


Akun tersebut, yang memiliki 51 ribu pengikut, tiba-tiba logout dari semua perangkat yang sebelumnya terhubung.


Peretasan ini diduga terkait dengan unggahan terbaru BEM Universitas Udayana. Pada Senin, 16 Oktober 2023, mereka membagikan unggahan berjudul "Politik Sayang Anak Ala Jokowi" melalui Instagram sebagai respons terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dalam pemilihan 2024.


BEM Udayana menganggap MK telah melakukan "prank" dengan keputusannya, yang awalnya menolak pengajuan serupa dari beberapa pihak. 


Namun, MK justru mengabulkan gugatan seorang mahasiswa UNS yang mengusulkan perubahan batas usia minimal menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.


BEM Udayana merasa bahwa putusan MK ini merupakan pelanggaran terhadap demokrasi dan melanggengkan dinasti politik dengan  membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk menjadi cawapres dalam pemilu 2024.


BEM UI


Peretasan juga terjadi setelah akun Instagram BEM UI memposting konten berjudul "Jokowi King of Lip Service" yang memicu perdebatan. 


Tak hanya sekali, dalam unggahan di Instagram BEM UI yang menyebut Jokowi milik Parpol pada Mei 2023 pun berujung peretasan.


Dalam postingan tersebut, BEM UI mengungkapkan bahwa sebagai Presiden, Jokowi tidak menjaga netralitasnya karena sering kali menyatakan dukungan kepada beberapa calon presiden potensial. BEM UI juga menyoroti penggunaan fasilitas negara oleh Jokowi untuk kepentingan partai politik.


Namun, sebagai seorang pemimpin yang dipilih oleh rakyat, menurut BEM UI, Jokowi seharusnya memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat dan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan kepada rakyat, bukan untuk kepentingan partai politik.


BEM Unnes


Pada 7 Juli 2021, unggahan akun Instagram BEM KM Unnes tentang kritik Ma'ruf Amin sebagai King of Silent dan Puan Maharani sebagai Queen of Ghosting hilang.


Presiden Mahasiswa BEM KM Unnes, Wahyu Suryono Pratama menginformasikan bahwa semua unggahan di akun Instagram tersebut menghilang pada pukul 16.00 WIB. Rusyanto selaku pembina BEM Unnes kemudian mengingatkan Wahyu untuk berhati-hati dalam bermedia sosial.


Rektor Unnes, Fathur Rokhman juga berkomunikasi dengan Wahyu dan meminta agar unggahan tersebut dihapus. 


Fathur menyatakan bahwa unggahan tersebut dianggap menghina dan melecehkan agama, dan sebagai Rektor, ia meminta kepada Ketua BEM Unnes untuk menurunkannya serta menggantinya dengan unggahan yang bersifat edukatif sesuai dengan pesannya.


Wahyu menganggap bahwa respons dari para petinggi kampus terhadap kritik tersebut terlalu berlebihan. Baginya, BEM Unnes memiliki hak kebebasan berekspresi dan akademik yang dilindungi oleh undang-undang, dan kritik adalah hal yang wajar dalam konteks negara demokrasi.


Dosen UGM Diteror


Zainal Arifin Mochtar, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengalami ancaman setelah secara vokal menentang revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). 


Ia menceritakan bahwa dalam beberapa hari, ia telah menerima ratusan panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal, baik dari dalam maupun luar negeri.


Pada sebuah diskusi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta Selatan pada tanggal 11 September 2019, Zainal mengungkapkan bahwa telepon-telpon tersebut semakin mengganggunya, termasuk panggilan dari Inggris dan negara-negara lain. 


Meskipun begitu, ia memutuskan untuk tidak mengangkat panggilan tersebut karena merasa ada potensi bahaya.


Selain Zainal, beberapa akademisi lain juga mengalami ancaman serupa. Paling tidak, 10 akademisi yang memiliki sikap menolak revisi UU KPK menghadapi teror dari nomor yang tidak dikenal. 


Di antara mereka adalah Bivitri Susanti, seorang pakar hukum tata negara, dan Rimawan Pradiptyo, seorang dosen di UGM.


Bahkan, akun WhatsApp Rimawan diretas oleh pihak yang tidak dikenal, yang kemudian menyebar konten yang mendukung revisi UU KPK melalui akunnya. 


Semua akademisi yang menjadi target ancaman tersebut memiliki pandangan yang sama, yaitu menentang revisi UU KPK, dan Rimawan Pradiptyo adalah penggagas dari pernyataan sikap yang mendapat dukungan hampir dua ribu dosen dari 33 kampus yang menolak rencana revisi UU KPK. [Democrazy/Tempo]

Penulis blog