DEMOCRAZY.ID - Baru-baru ini, pada tanggal 28 September 2023, publik dikejutkan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tanggal 3 Oktober 2023 kemarin. Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya pengusutan kasus korupsi yang tengah berlangsung.
Namun, seiring dengan peristiwa tersebut, muncul pertanyaan apakah KPK dan Kejagung juga akan mampu mengusut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan PT Pertamina (Persero).
Sebagaimana diketahui belanja perjalanan dinas (perjadin) di Kemendikbudristek sebesar Rp20 miliar tahun 2021, dan Pengadaan Minyak Mentah dan Produksi Kilang Tahun 2018 s.d Semester 1 Tahun 2021 pada PT Pertamina (Persero) menjadi temuan dalam audit BPK tahun 2021.
Informasi terbaru, temuan di Kemendikbudristek telah dilaporkan masyarakat ke KPK, sementara temuan di PT Pertamina (Persero) dilaporkan ke Kejagung.
Dalam uraian audit BPK mengungkap, Sesjen Kemendikbudristek telah menerbitkan SE No.75502/A.A2/KU/2017 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Lingkup Kemendikbud.
SE tersebut mengatur biaya transport dari DKI Jakarta ke wilayah kabupaten/kota sekitar (pulang-pergi) mulai tahun 2018 dan biaya transportasi menggunakan modal transportasi lain yang tidak dapat diperoleh bukti pengeluarannya dituangkan dalam Daftar Pengeluaran Riil (DPR).
Hasil pemeriksaan secara uji petik tahun 2021 oleh BPK pada Kemendikbudristek menunjukkan adanya bukti pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dengan menggunakan DPR tidak disertai bukti riil, mencapai angkat Rp20 miliar lebih.
Sementara, hasil audit BPK sebagaimana LHP dengan Tujuan Tertentu atas Pengadaan Minyak Mentah dan Produksi Kilang Tahun 2018 s.d Semester 1 Tahun 2021 pada PT Pertamina (Persero) Subholding dan Instansi Terkait Lainnya di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, mengungkap temuan indikasi kerugian dan pemborosan keuangan perusahaan dengan nilai cukup fantastis.
Audit BPK menyimpulkan pengadaan Minyak Mentah, menemukan permasalahan sebagai berikut:
1. Pertamina membeli kargo MM Bonga PO 670 T00300/2018-S0 dari Vitol dengan tanggal terakhir ADD yang disepakati adalah 23 Juli 2018.
Kapal kargo tiba di Balikpapan dan siap untuk dilakukan pembongkaran kargo pada tanggal 2 Agustus 2018 sehingga kedatangan kargo mengalami keterlambatan selama 10 hari.
Mengacu ketentuan GTC Pertamina, apabila terjadi keterlambatan pengiriman dengan kriteria tanggal NOR Tendered melebihi 7 hari dari tanggal akhir ADD dan keterlambatan mengakibatkan pengiriman terealisasi pada bulan berikutnya maka perhitungan base price dapat menggunakan rata-rata bulan alokasi atau bulan realisasi (pilih yang lebih rendah).
Pertamina melakukan pembayaran kepada Vitol menggunakan rerata Dated Brent bulan Juli 2018 sebesar USD73,9 juta.
Pembayaran MM Bonga kepada Vitol apabila menggunakan rerata Dated Brent bulan Agustus 2018 adalah sebesar USD72,3 juta. Dengan demikian, pembayaran kargo MM Bonga mengakibatkan Pertamina menanggung pemborosan keuangan perusahaan sebesar USD1,6 juta.
2. Pertamina membeli kargo MM Bonny light dan Qua Iboe PO 1377/T00300/2019-S0 dengan Incoterm FOB.
Untuk jasa pengangkutan dan pengiriman kargo, Pertamina menunjuk PT Pertamina International Shipping (PT PIS).
Biaya pengangkutan MM Qua Iboe yang disepakati dalam kesepakatan awal adalah sebesar USD3,02 juta dan kemudian dilakukan penyesuaian tarif pengangkutan menjadi USD6,02 juta dengan alasan PT PIS tidak dapat mencari kapal yang sesuai dengan harga kesepakatan awal karena perubahan kondisi pasar.
Penyesuaian tarif MM Qua Iboe seharusnya tidak perlu dilakukan karena tidak terdapat amandemen tanggal pengiriman sehingga tidak ada dasar yang memadai untuk melakukan penyesuaian tarif pengangkutan.
Penyesuaian tarif pengangkutan MM Qua Iboe tersebut mengakibatkan indikasi kerugian perusahaan sebesar USD2,99 juta.
Biaya pengangkutan MM Bonny Light yang disepakati dalam kesepakatan awal adalah sebesar USD3,199 juta. Pertamina mengajukan pembatalan pengangkutan dikarenakan ketidakpastian laycan MM Bonny Light. Pembatalan kargo ini berpengaruh terhadap harga pengangkutan dan pengiriman kargo Bonny Light yang telah disepakati di awal.
Sehingga pada saat pengajuan untuk pengangkutan kargo MM Bonny Light ini dilakukan penyesuaian tarif pengangkutan menjadi USD8,176 juta. Penyesuaian tarif pengangkutan MM Bonny Light ini mengakibatkan pemborosan keuangan perusahaan senilai USD4,978 juta.
Berkaitan dengan Pengadaan Produk Kilang, BPK menemukan permasalahan sebagai berikut:
1. Pertamina memenangkan Trafigura Asia Trading Pte Ltd. (TAT) sebagai pemenang lirect negotiation walaupun TAT belum terdaftar di DMUT Pertamina dan memberikan bengecualian kepada TAT atas persyaratan registrasi DMUT dan kewajiban untuk memberikan performance bond.
Dalam proses pengadaan TAT sepakat tambahan pembayaran sebesar USD250.000,00 di awal perjanjian dan tambahan sebesar USD0, 10 per barel untuk setiap volume yang disepakati yang melebihi 400 MB Dalam korespondensi surel, Trafigura selalu menyatakan bahwa pembayaran kepada Pertamina merupakan komitmen Trafigura untuk mencarı solusı yang dapat disepakati bersama atas dispute, menerima pendaftaran TAT ke dalam DMUT dan mencabut statusblacklist Trafigura.
Realisasi invoice untuk menagih pembayaran tambahan atas transaksi dengan TAT sampai dengan bulan Oktober 2021 adalah sebesar USD580.300,00. Penerimaan penawaran pembayaran tambahan tanpa penegasan status peruntukan yang jelas dapat diartikan Pertamina menerima tawaran Trafigura untuk dapat mengikuti kembali pengadaan di Pertamina serta agar TAT dapat diterima ke dalam DMUT Hin Leong Trading Pte Ltd gagal mengirimkan dua kargo yang diminta oleh Pertamina.
2. Atas hal tersebut Pertamina belum memperoleh penggantian atas biaya tambahan yang timbul untuk kargo penggantinya karena Pertamina dan Hin Leong sepakat untuk menghapus klausul “Failure of Delivery” dalam GTC.
KIausul tersebut mengatur jika terjadi kegagalan suplai oleh supplier, maka Pertamina berhak mengajukan klaim biaya langsung atau tidak langsung atas kargo penggantinya. Hal tersebut mengakibatkan Pertamina harus menanggung kerugian atas kegagalan supla Gasoline 92 RON Unl. (Spot) oleh Hin Leong minimal sebesar USD2.135.000,00.
Deliknews.com telah mengirimkan surat konfirmasi mempertanyakan tindak lanjut dari temuan-temuan BPK kepada Mendikbudristek pada (15/9/23) dan kepada Direktur Utama PT Pertamina pada (25/9/23) namun belum ada tanggapan, hingga berita ini diterbitkan.
Sumber: DelikNews