DEMOCRAZY.ID - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro, mencurigai telah terjadi lobi perkara rasuah antara Ketua KPK Firli Bahuri dengan PDIP, terkait kasus suap yang melibatkan kader banteng, Harun Masiku.
Castro menilai KPK selama tiga tahun terakhir, tidak serius mencari keberadaan Harun selaku tersangka kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024.
"Kemungkinan itu sangat besar (lobi perkara rasuah antara Firli dan PDIP), mengingat KPK sendiri tidak pernah serius mencari Harun Masiku," kata Castro saat dihubungi, di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Semestinya untuk lembaga sehebat KPK, adalah perkara mudah mencari dan menangkap Harun Masiku.
"Padahal mereka (KPK) dibekali semua perangkat untuk melacaknya (Harun Masiku)," ujar Castro.
Ia menegaskan integritas KPK telah hancur sejak revisi undang-undang KPK tahun 2019 dan dipilihnya Firli sebagai Ketua KPK yang sarat kepentingan politik. Castro mendesak agar Firli segera dipecat dan UU KPK dikembalikan seperti semula.
"Firli dipecat, semua komisioner tidak diberi perpanjangan jabatan, segera seleksi capim yg baru, UU KPK dikembalikan seperti sedia kala sebelum revisi," ucap Castro.
Diketahui, Harun Masiku merupakan politikus PDIP yang menjadi buronan KPK. Dia terseret kasus suap terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan. Perkara bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal.
KPU memutuskan perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut, dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA).
Mereka juga menyurati KPU agar melantik Harun. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada 8 Januari 2020. Ada delapan orang yang ditangkap dalam operasi senyap itu.
Empat orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.
Dua tersangka lainnya yaitu eks Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.
Kegelisahan Hasto Kristiyanto mungkin ada sebabnya. Dalam persidangan terkait kasus suap pergantian antarwaktu pada Mei 2021, nama Hasto Kristiyanto disebut.
Pengacara kader PDIP Donny Tri Istiqomah menyebut Hasto mengetahui upaya pergantian ini. Terdakwa pemberi suap, Saeful Bahri, juga diketahui sebelumnya merupakan staf Hasto.
Bahkan, Wahyu Setiawan yang lalu menjadi terdakwa dalam kasus ini juga berjanji membuka keterlibatan Hasto. [Democrazy/Inilah]