HUKUM POLITIK

Hakim MK Arief Hidayat Kecewa Pada Oknum Penguasa Sekarang: Zaman Soeharto dan SBY Saja Tak Begini!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 26, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Hakim MK Arief Hidayat Kecewa Pada Oknum Penguasa Sekarang: Zaman Soeharto dan SBY Saja Tak Begini!



DEMOCRAZY.ID - Kegalauan Arief Hidayat, hakim Mahkamah Konstitusi (MK), akhirnya terungkap.


Setelah beberapa saat diam, tak berani mengungkapkan ke publik, Arief Hidayat kini jadi plong. Arief Hidayat mengaku sangat kecewa pada institusi tempatnya bekerja, yakni MK.


Sebab, sudah tak netral, tapi berpihak pada penguasa. Hal buruk ditabrak demi kekuasaan.


Kegalauan itu Arief Hidayat ungkap saat acara Konferensi Hukum Nasional dengan tema Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).


Dalam acara itu, Arief Hidayat menggunakan pakaian berwarna hitam, mirip orang berkabung.


"Saya sebetulnya datang ke sini agak malu saya pakai baju hitam. Karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara," kata Arief dikutip dari kompas.com.


Menurut Arief, Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dan perlu diselamatkan. Sebab, ada kecenderungan penguasa merusak sistem ketatanegaraan dan bernegara yang sudah baik, menjadi ngawur dari makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.


Dia menilai, saat ini ada kekuatan yang terpusat di tangan-tangan tertentu. Padahal di era Orde Lama atau Orde Baru, tidak ada kekuatan terpusat seperti sekarang.


"Kita lihat misalnya (di era Orde Baru dan Orde Lama) masih ada pembagian berdasarkan yang paling kuno teorinya, trias politika," ungkap Arief.


"Tapi sekarang sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara Indonesia mempunyai partai politik, dia mempunyai tangan-tangan di bidang legislatif, dia mempunyai tangan-tangan di bidang eksekutif, sekaligus dia mempunyai tangan di bidang yudikatif," imbuhnya.


Tak hanya itu, segelintir orang tersebut juga memiliki media massa hingga modal untuk berkuasa.


"Dia pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan atau beberapa gelintir orang saja," ujarnya.


"Ini tidak pernah terjadi di zaman Soeharto. Bahkan di zamannya Pak SBY belum nampak betul seperti di zaman sekarang," imbuh Arief.


Sebagai informasi, baru-baru ini MK menjadi sorotan usai mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10/2023).


Lewat putusan itu, Mahkamah memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.


Padahal di pagi hari yang sama, MK menolak tiga putusan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.


Saat memutus perkara tersebut, tampak 4 hakim konstitusi termasuk Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).


Menurut Arief, adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya.


Salah satu keganjilannya adalah soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda.


Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.


Ia mengakui, lamanya penjadwalan sidang memang tidak melanggar hukum acara, baik yang diatur dalam UU tentang MK maupun Peraturan MK. Namun, penundaan berpotensi menunda keadilan.


"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).


Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi kejahilan netizen yang mengubah nama lokasi MK menjadi Mahkamah Keluarga di Google Maps.


Kepala Subbagian Humas MK Mutia Fria mengaku sudah tahu dengan perubahan nama MK menjadi Mahkamah Keluarga di Google Maps tersebut. [Democrazy/Tribun]

Penulis blog