HUKUM POLITIK

'Firli dan Gerbong Pimpinan KPK Diduga Bermasalah'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 28, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
'Firli dan Gerbong Pimpinan KPK Diduga Bermasalah'



DEMOCRAZY.ID - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjadi sorotan. Ia diduga melakukan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) guna meredam perkara dugaan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). 


Kasus tersebut saat ini sedang diproses Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Total sebanyak 54 saksi sudah diperiksa, termasuk Firli Bahuri di dalamnya. Firli ketika itu diperiksa tim gabungan Polda Metro dan Bareskrim Mabes Polri. Jenderal bintang tiga itu diperiksa lebih kurang 8 jam. 


Terbaru, tim penyidik Ditreskrimsus Polda Metro menggeledah dua rumahnya di Bekasi dan Jakarta. Dari penggeledahan di Jalan Kertanegara, Jakarta, tim mengamankan sebuah koper besar.


Bukan cuma di Polda, perkara pertemuan Firli Bahuri dan SYL pun saat ini sedang berjalan di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. 


Yang perlu juga diketahui, ini bukan kali pertama Firli bermasalah secara etik di dewas KPK, namun ia juga sempat tersandung etik lain, seperti, perkara diduga membocorkan dokumen penyelidikan kasus Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), pertemuan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), pertemuan dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018 dan sejumlah dugaan pelanggaran etik lainnya.


Sesungguhnya perkara yang mendera Firli juga pernah menimpa para pimpinan KPK lain. Sejak KPK berdiri, sejumlah Pimpinan sempat bermasalah secara etik maupun hukum. Berikut catatan Inilah.com.


Lili Pintauli Siregar 


Awalnya pada tanggal 20 Desember 2019, Lili Pintauli Siregar beserta empat Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo, dan menjabat sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2023.


Namun, Lili Pintauli resmi mengundurkan diri dari jabatannya setelah ada surat keputusan presiden (Keppres) terkait permohonan pengunduran dirinya, Senin (11/7/2022).


Mundurnya Lili erat kaitannya dengan dugaan dirinya menerima tiket MotoGP 18-20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A. Selain itu, Lili juga mengantongi akomodasi menginap di sebuah hotel mewah selama 16-22 Maret 2022.


Lili sendiri sering menjadi 'pasien' Dewas KPK. Hal ini terkait keterlibatan penanganan kasus korupsi eks Walikota Tanjungbalai, dugaan penyebaran berita bohong saat konferensi pers hingga mendapat fasilitas VIP menonton balapan MotoGP Mandalika


Akhirnya, Dewas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar sudah tidak dapat diadili secara etik karena telah mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua KPK. Sejumlah pihak mengkritik putusan tersebut, Dewas KPK dinilai ingin melindungi pimpinan KPK. 


Johanis Tanak 


Setelah Lili Pintauli keluar, ia digantikan oleh Johanis Tanak. Tanak berlatar belakang Jaksa dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Ketua KPK baru di Istana Negara, Jumat (10/28/2022).


Namun tak berselang lama, tiba-tiba saja Tanak terkenal. Bukan  karena prestasi, akan tetapi chat 'Cari Duit' dengan eks Plh Dirjen Minerba, Idris Froyo Sihite menyebar di Twitter atau aplikasi X. 


Perkara ini, berujung pada hasil keputusan Dewas KPK. Anggota Dewas KPK, Albertina Ho  menjelaskan, dari hasil Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE) KPK, chat itu diidentifikasi sebagai besar merupakan hasil editan.


Singkat cerita, dalam sidang putusan pelanggaran etik Kamis (21/9/2023), Tanak dinyatakan tidak bersalah. Hal ini diputuskan Ketua  Majelis Etik/Anggota Dewas, Harjono dan disetujui Syamsuddin Haris. Sedangkan Albertina Ho dissenting opinion (berbeda pendapat). Albertina menilai, seharusnya Tanak dinyatakan bersalah dan pembelaannya tidak bisa diterima.


Agus Rahardjo


Agus Rahardjo merupakan Ketua KPK sebelum era Firli Bahuri. Ia dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Warga Cipayung,Jakarta Timur, Madun.


Agus dilaporkan terkait dugaan melakukan korupsi pengadaan IT, Radio Trunking, mesin induk MTU beserta suku cadangnya. Serta, pembangunan ISS dan BAS Gedung Baru KPK APBN 2016, pembangunan IT Security System gedung baru KPK APBN 2016, perangkat sistem layanan berbasis lokasi APBN 2016, dan pembangunan jaringan infrastruktur eksternal APBN 2016.


Disinyalir laporan itu terkait dampak dari KPK tengah menangani kasus besar seperti KTP elektronik (e-KTP). Tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto juga membuat laporan pada 9 Oktober 2017 dengan terlapor diantaranya Saut Situmorang dan Agus Raharjo dan kawan-kawan. Mereka mempermasalahkan surat-surat terkait penyidikan pada kliennya, Setya Novanto oleh KPK.


Pelaporan tersebut sempat dinaikkan ke tahap penyidikan melalui SPDP yang dikeluarkan Dirtipidum Bareskrim Polri. Terlapor disangkakan dengan asal 263 Pasal 55 ayat 1 dan pasal 421 KUHP, dengan tuduhan membuat surat keterangan palsu dan penyalahgunaan kekuasaan dalam menjalankan tugas tindak pidana korupsi.


Abraham Samad


Ketua KPK  periode 2011-2015, Abraham Samad sempat beberapa kali ketiban masalah. Mulai dari perkara etik hingga berkasus di Polri. Perkara etik Abraham dimulai saat KPK menangani kasus mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.  Adapun pelanggarannya yakni kebocoran dokumen sprindik Anas kepada masyarakat.


Berdasarkan kesimpulan Komite Etik, disebutkan bahwa Abraham Samad tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik. Pelaku utama di perkara ini adalah Sekretaris Abraham yakni Wiwin Suwandi. Wiwin yang pada saat itu tinggal satu atap dengan Abraham menghubungi pihak media dan memberikan fotokopi draf sprindik Anas.


Namun, perbuatan dan sikap Abraham yang tidak mencerminkan Kode Etik Pimpinan KPK dalam berkomunikasi dan memimpin, dipandang juga telah menciptakan situasi bocor sprindik dan status Anas. Ia pun dinilai wajib dijatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.


Abraham pun kemudian dijatuhi sanksi ringan yakni peringatan tertulis. 


Sementara untuk kasus pidana, saat itu Abraham dijadikan tersangka oleh  Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) di kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan Feriyani Lim pada tahun 2007. 


Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Samad diduga membantu membuatkan KTP dan Kartu Keluarga palsu untuk memudahkan pengurusan paspor Feriyani Lim.


Perjalanan panjang kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan deponering atau menyamping perkara tersebut. Akhirnya, proses hukum Abraham Samad dihentikan.


Bambang Widjojanto (BW) 


Bambang Widjojanto (BW) merupakan salah satu Komisioner KPK di era Pimpinan Abraham Samad. BW pernah ditetapkan sebagai tersangka menyuruh para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010.


Seperti diketahui, sebelum menjabat pimpinan KPK, Bambang adalah pengacara yang biasa berperkara di MK. Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan deponering perkara tersebut bersamaan  dengan kasus menjerat Abraham Samad.


Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah (Cicak Vs Buaya)


Kedua pimpinan KPK ini sempat menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dalam penanganan kasus korupsi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT). Isu keterlibatan keduanya dalam perkara suap ditiupkan pertama kali oleh oleh Anggoro Widjojo, tersangka KPK.


Kepada Antasari Azhar, saat itu masih menjadi Ketua KPK, yang menemuinya di Singapura, Anggoro mengaku sudah menggelontorkan Rp 6 miliar untuk 'membereskan' kasusnya di KPK.


Berdasarkan cerita Anggoro itu, kemudian Antasari mengeluarkan testimoni yang isinya menyebut 2 petinggi KPK diduga menerima suap. Testimoni dibuat pada akhir Juli 2009, saat Antasari ditahan polisi terkait kasus pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.


Sebelum isu suap KPK beredar, sebenarnya polisi pernah memeriksa Chandra terkait dugaan pelanggaran pasal penyadapan. Saat itu memang diketahui HP Rhani Juliani dan Nasrudin disadap KPK. Tapi pelanggaran ini tidak terbukti, ternyata perintah penyadapan datang dari Antasari. Hingga akhirnya, testimoni yang dituliskan Antasari digarap polisi.


Berdasar laporan Antasari, seluruh pimpinan KPK yang tersisa diperiksa, termasuk M Jasin dan Haryono Umar. Polisi kemudian menjerat pasal penyalahgunaan wewenang, terkait pencekalan Anggoro dan buron BLBI Djoko S Tjandra, pada Chandra dan Bibit. 


Keduanya saat itu lantas dijerat dengan pasal 23 UU No 31/1999 jo pasal 15 UU No 20/2001 jo pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan pasal 12 (e) UU 31/1999, jo UU No 20/2001 tentang pemerasan.


Dihujung cerita yang penuh drama dan rekayasa, akhirnya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan deponeering.


Antasari Azhar


Antasari Azhar  merupakan Ketua KPK periode 2007-2011. Antasari Azhar juga terdata pernah melanggar kode etik. Beberapa di antaranya tak melaporkan kepemilikan peralatan golf dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), pertemuan dengan pengusaha media Sigid Haryo Wibisono dan Nasrudin Zulkarnain.


Masih dengan Nasrudin, Antasari juga akhirnya tersandung kasus sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putera Rajawali Banjaran itu. Nasrudin Zulkarnaen yang ditembak oleh seorang  pengendara bermotor yang usai bermain golf di Modern Land, Tangerang.


Polisi menuding Antasari sebagai otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen terkait hubungan affair segitiga dengan seorang caddy golf, Rani Juliani.


Penangkapan Antasari Azhar pada tahun 2009, dan kasus pembunuhan yang didakwakan kepadanya menjadi pemberitaan besar, dan memunculkan berbagai spekulasi politik. Akibat kasus ini Antasari dicopot dari ketua KPK dan divonis 18 tahun penjara. 


Revisi UU Jadi Biang Kerok Kian Mundurnya Kualitas Pimpinan KPK


Soal banyak pimpinan KPK bermasalah, khususnya di era Firli Bahuri Cs, menurut Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, tidak bisa dilepaskan dari revisi Undang-undang KPK. 


“Pasca revisi UU KPK yang menghasilkan pimpinan era Firli cs ini, standar moralitas dan etika KPK memang menurun. Saringan integritas KPK seperti jebol, sehingga publik kehilangan keteladanan dalam pemberantasan korupsi,” kata Herdiansyah kepada Inilah.com, Jumat (27/20/2023).


Oleh karenanya, menurut Herdiansyah, tak mengherankan mengapa KPK kini cenderung rentan dengan negosiasi dan tawar menawar. Hal ini , sambung dia, berbeda dengan era pimpinan KPK terdahulu yang dinilainya ditakuti para koruptor. 


“Operasi pembunuhan KPK dari dalam dimulai saat Firli didesain sebagai ketua KPK, yang notabene bermasalah sejak awal. Bahkan sejak masih menjabat deputi penindakan. Ini yang sering disebut strategi kuda troya menghancurkan KPK,” kata Herdiansyah.


Herdiansyah mengatakan, kegagalan juga datang dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang tak mampu menuntaskan sejumlah persoalan etik menjadi terang benderang. Akibatnya, sambung dia, membuat persoalan dugaan pelanggaran etik menjadi terus berulang.


“Orang-orang di dewas KPK, rekam jejaknya tidak diragukan. Tapi faktanya cuma jadi stempel Firli Cs,” kata Herdiansyah.


Sementara itu, Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai kesalahan terletak pada politisnya pemilihan para Pemimpin KPK. Pemilihan oleh DPR secara Politik, dinilai Boyamin Sarat akan kepentingan.


“Inikan akhirnya orang-orang terpilih (jadi Pimpinan KPK) adalah orang-orang kompromis. Dari orang-orang kompromis itu ya susah diharapkan tegak lurus berani dan lain sebagainya, sehingga dalam menangani kasus korupsi ada dugaan kompromi -kompromi, bisa karena kekuasaan dan bisa karena duit juga,” kata Boyamin, kepada Inilah.com, Jumat (27/10/2023).


Sumber: INILAH

Penulis blog