INTERMESO
Antara Anies, Cak Imin, dan Mahfud
Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar, Mahfud Md, tiga tokoh yang telah lama mendambakan posisi capres atau cawapres. Kini, ketiganya berada dalam satu panggung.
Anies Rasyid Baswedan resmi mendaftarkan diri sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan bertarung merebut suara rakyat bersama pasangannya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Akhirnya, cucu pahlawan nasional sekaligus anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Abdurrahman Baswedan ini menjadi capres, posisi yang telah diidamkannya sejak lama.
Anies mulai menapaki peluang sebagai capres sejak 2013 ketika mendaftar konvensi Partai Demokrat. Namanya disebut saat Tim Konvensi Capres PD mengumumkan 11 peserta konvensi yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Komite Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat bernomor 04/SK/Komite/VIII/2013.
Dalam SK itu, selain nama Anies juga ada Ali Masykur Musa, Dahlan Iskan, Dino Patti Jalal, Endriartono Sutarto, Gita Iriawan Wirjawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, dan Sinyo Harry Sarundajang. Pemenang akhir konvensi yang diumumkan pada 16 Mei 2014 adalah Dahlan Iskan. Elektabilitas Dahlan paling tinggi dibanding Anies dan peserta konvensi lain berdasarkan hasil survei tiga lembaga, yaitu Lembaga Survei Indonesia (LSI), Populi Center, dan MarkPlus Inside.
Elektabilitas Anies saat itu berada pada urutan ke-4, setelah Gita Wirjawan, Marzuki Alie, Pramono Edhie, dan Dahlan Iskan. Namun, Dahlan pun pada akhirnya batal diusung PD, karena partai berlambang bintang mercy ini gagal memperoleh cukup suara untuk mengusung capres sendiri sesuai ketentuan minimal suara pemilu sebelumnya. Elektabilitas Dahlan juga masih jauh di bawah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Jokowi adalah pendatang baru di Pilpres 2014, sedangkan Prabowo sebelumnya pernah menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri dalam Pilpres 2009. PD lalu mendukung pencalonan Prabowo dan Hatta Rajasa pada 30 Juni 2014. Pasca kalah di konvensi capres PD, Anies, yang kala itu masih menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina, merapat ke Tim Pemenangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla.
Anies didapuk menjadi Juru Bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK. Setelah pasangan capres-cawapres tersebut menang, Anies dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Kerja di periode pertama pemerintahan Jokowi. Namun, pada 2016, Anies terkena reshuffle kabinet. Dua tahun kemudian, ia kembali ke panggung politik. Kali ini dengan dicalonkan Partai Gerindra sebagai gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sandiaga Uno pada 2017.
Nama Anies muncul sebagai bakal capres dalam Pilpres 2019, ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia disebutkan bakal diusung oleh partai politik yang mendukungnya di Pilgub Jakarta 2017, yaitu Gerindra, PAN, dan PKS. Malah, ketika itu ada wacana untuk menduetkan Anies dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum PD. Anies pun menolak, karena memilih tetap fokus menyelesaikan pekerjaannya sebagai gubernur hingga masa jabatannya berakhir sesuai waktunya.
“Kenapa (menolak)? Karena saya janji untuk di Jakarta lima tahun. Dan janji lima tahun itu kami ingin pegang,” alasan Anies dalam acara Silaturahim Media Balai Kota DKI Jakarta di Jakarta, seperti diberitakan detikcom pada 7 Oktober 2022.
Di akhir-akhir menjabat sebagai gubernur, elektabilitas Anies, berdasarkan sejumlah lembaga survei, merangkat naik. Beberapa pendukungnya sudah membuat tim relawan. Moncernya elektabilitas itu membuat Anies dilirik partai politik. Partai Nasdem, yang dikenal sebagai pengusung Jokowi, mencuri start dengan mendeklarasikan Anies sebagai capres pada 3 Oktober 2022, 13 hari sebelum jabatan gubernurnya berakhir.
Selain Nasdem, partai politik yang mendukung Anies adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PD dengan membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Namun, PD menyatakan hengkang begitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masuk koalisi. Lebih-lebih, koalisi sepakat untuk menyandingkan Cak Imin sebagai cawapres Anies. Deklarasi pasangan ini dilakukan di Hotel Majapahit, Surabaya, 2 September 2023, lalu.
Cak Imin juga sudah mengincar jabatan capres atau cawapres sejak lama. Pada Pilpres 2014, PKB getol sekali mengusungnya menjadi orang nomor satu atau dua. Namun, Cak Imin enggan maju dan berdalih mendapat mandat dari PKB untuk melihat sejumlah figur yang tepat dijadikan capres dari PKB. Pada saat itu, PKB memunculkan nama Rhoma Irama dan Mahfud Md sebagai capres. Cak Imin baru terang-terangan mendeklarasikan diri sebagai cawapres pada Pilpres 2019.
Keinginannya maju berawal dari desakan kader PKB di tingkat bawah, yang sebetulnya menginginkan Cak Imin menjadi capres. Namun, kepada para kader partainya, Cak Imin meyakinkan bahwa, sesuai dengan perolehan suara Pemilu 2014, PKB tak mungkin mengusung capres sendiri. PKB harus tahu diri dengan memilih posisi sebagai cawapres.
Cak Imin sesumbar Jokowi bakal keok bila tak menggandeng dirinya. “Saya cuma bisa mengingatkan, kalau bukan saya (cawapresnya) dikhawatirkan (Jokowi) bisa kalah,” ujarnya di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, 5 Mei 2018. Sepekan kemudian, ia kembali sesumbar Prabowo Subianto akan menang jika dirinya menjadi cawapres. "Prabowo hanya menang kalau sama saya," ucap Cak Imin di Kompleks Parlemen, Senayan, 11 Mei 2018.
Akhirnya, kader di tingkat bawah ramai-ramai membuat baliho Cak Imin. Salah satunya baliho bergambar Cak Imin berdampingan dengan Jokowi. Setelah baliho terpasang beberapa bulan, elektoral Cak Imin sebagai cawapres naik dalam sejumlah survei. "Sekarang hampir tak ada lembaga survei yang tak memunculkan nama saya," jelasnya.
Banyak manuver yang dilakukan Cak Imin agar dirinya bisa mewujudkan keinginannya itu. Di antaranya membentuk tim relawan pendukung yang menamakan dirinya KoCak alias Jokowi-Cak Imin. Lalu ada munculnya deklarasi para kiai NU yang mendukung ide Cak Imin itu. Namun, upayanya gagal, ketika muncul nama Ma’ruf Amin, pendiri PKB, yang disandingkan dengan Jokowi.
Cak Imin sempat meminta maaf kepada kader PKB karena telah gagal memperjuangkan dirinya sebagai cawapres dalam Muktamar V PKB di Bali pada 20 Agustus 2019. Tapi dia menyatakan tak gagal sepenuhnya, karena berhasil memenangkan Jokowi sebagai presiden periode kedua. “Ya, sudah ada seniornya, ya, sudah juniornya mengalah,” ucap Cak Imin seraya tertawa.
Seperti halnya Anies dan Cak Imin, nama Mahfud Md pun beberapa kali muncul dalam bursa cawapres. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini sempat digadang-gadang sebagai cawapres Jokowi sejak 2014. Namanya sempat diusung PKB, namun dukungan itu kandas di tengah jalan. PKB tak jadi memberikan tiket kepada Mahfud, karena lebih mendukung duet Jokowi-Jusuf Kalla.“Ya, berharaplah," ujar Mahfud soal dukungan PKB terhadap pencawapresannya mendampingi Jokowi, 7 Mei 2014.
Pada akhirnya, Mahfud beralih mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa setelah tidak mendapat tiket cawapres. Pascakekalahan Prabowo-Hatta, Mahfud kembali mendukung Jokowi dengan diangkatnya dia sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Pada Pilpres 2019, ia masuk daftar 10 besar cawapres Jokowi.
Menjelang pendaftaran capres-cawapres, Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Rommy) memberikan kisi-kisi soal cawapres Jokowi. "Siapa cawapresnya? Yang jelas dia melengkapi pelangi NKRI, di mana presiden dan wapres selalu mengikuti pola nasionalis-religius sebagaimana sejak Desember 2017 lalu secara konsisten saya sampaikan. Dia juga memiliki pengalaman paling luas dalam segala ranah pemerintahan," kata Rommy di akun Twitter-nya, 8 Agustus 2018.
Dari kisi-kisi yang disampaikan Rommy, nama Mahfud disebut memenuhi semua unsur tersebut. Mahfud merupakan sosok nasionalis-religius dan memiliki pengalaman paling luas dalam pemerintahan.Jokowi pun mengamini cawapres yang akan mendampinginya berinisial M. Entah ini lucu-lucuan atau tidak, Jokowi tak memungkiri cawapresnya berinisial M. "Depannya pakai 'M'," kata Jokowi di Istana Merdeka.
Dalam sebuah tayangan program di televisi nasional, Mahfud sempat diminta untuk mengukur baju yang akan digunakan saat ia dan pasangannya dideklarasikan sebagai capres-cawapres. Permintaan membuat baju datang dari Istana pada 8 Agustus 2018. Tapi, sehari kemudian, atau 9 Agustus 2018, tiba-tiba keputusan itu berubah.
Hari itu, Mahfud telah siap menerima perintah saat menunggu di Restoran Tesate di Menteng, ketika para ketua umum partai koalisi menggodok pendamping Jokowi. Dia sudah mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Pada waktu yang sama, ternyata KH Ma’ruf Amin juga duduk menunggu di Restoran Plataran, Menteng.
Tiba-tiba, telepon selular Mahfud berdering.Sang penelepon tak lain adalah Pratikno, Menteri Sekretaris Negara. Pratikno meminta Mahfud untuk kembali ke tempat semula. Alasannya, Jokowi dan para ketua umum partai koalisi ternyata lebih memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapres untuk memenangkan Pilpres 2019. Mahfud lalu diangkat oleh Jokowi sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM.
Bagaimana dengan nasib kemeja putih yang kadung dijahit itu? Kemeja itu dititipkan Mahfud kepada ibunya di Madura, Jawa Timur, tempat kelahirannya. Setelah tersimpan selama empat tahun, kemeja putih itu akhirnya bisa dikenakan Mahfud untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum. Ia menjadi cawapres Ganjar Pranowo setelah dideklarasikan di Gedung Arsip Nasional, 8 Oktober 2023.
Sumber: DetikX