DEMOCRAZY.ID - Bacapres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, mengenang bagaimana ketika Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 pada 2020-2022.
Anies mengatakan, dari COVID-19, masyarakat bisa mengetahui siapa pemimpin yang mengambil kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan mana yang tidak.
"Kejadian 3 tahun lalu. Saat itu pada saat terjadi pandemi, saat itu ketahuan siapa pemimpin pakai ilmu pengetahuan siapa tidak pakai ilmu pengetahuan," kata Anies saat berdiskusi dengan alumni ITB di Bandung, Minggu (1/10).
"Dan itu menjadi ujian bagi pemimpin se-dunia bukan cuma Indonesia. Kita tertawakan yang sekarang pakai kalung macam-macam, yang pakai metode macam-macam kenapa? Karena mereka menomorduakan science, teknologi, dan tak menghargai ilmuwan," tambah dia.
Anies menjelaskan, ketika pandemi COVID-19, dirinya masih menjabat Gubernur DKI. Ketika, itu, dalam mengambil kebijakan, ia selalu mengutamakan science.
"Saat pandemi, ini ujian bagi semua pemimpin untuk membuktikan dia mempercayai science atau sekadar lip service. Karena pada saat itu kebijakan disusun berdasarkan referensi para ilmuwan," kata Anies.
"Dan sebagian itu berhadapan dengan ignorance, ketidaktahuan. Lawannya terdidik, di situ kita ambil keputusan tidak populer yaitu scientific, kami di Jakarta pakai ilmu pengetahuan, amat tidak populer, kami sering berhadapan dengan pemegang otoritas tinggi tapi tidak pakai ilmu pengetahuan," tutur Anies.
Anies: Teknokrasi Harus Jadi Kompas dalam Ambil Kebijakan, Bukan Selera
Bacapres dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan bertemu dengan alumni ITB di Bandung, Minggu (1/10). Anies sempat mengenang bagaimana Indonesia mengatasi pandemi COVID-19.
Menurutnya, COVID-19 menjadi alarm bagi Indonesia agar mengutamakan pengetahuan dan metode ilmiah dalam mengambil kebijakan.
"Jadi menurut saya, kejadian pandemi itu adalah suatu wake up call bagi kita semua, bahwa kembalikan ilmu pengetahuan, metode ilmiah menjadi kompas," kata Anies.
"Dan kebijakan itu tidak disusun berdasarkan selera pemegang kewenangan, enggak bisa, karena kebijakan bukan soal selera kebijakan," tambah dia.
Eks Gubernur DKI ini mengatakan, pembuat kebijakan harus paham dengan masalah. Termasuk mengidentifikasi bagaimana cara penyelesaiannya.
"Dan itu sering kali eclectic, harus induktif dan deduktif, itu semua harus kita kerjakan dan gak bisa hanya satu dari dari dua, harus eclectic. Pendekatan ini butuh keterbukaan pikiran, ini membutuhkan kemauan untuk mendengar," ucap Anies.
"Dan bahasa resminya mengedepankan teknokrasi di depan. Ini yang membuat Indonesia kemarin sempat mengalami fase kemajuan besar karena teknorasi mejadi kompas dalam mengambil kebijakan, ini harus kita kembalikan," kata Anies. [Democrazy/Kumparan]