DEMOCRAZY.ID - Isu reshuffle atau perombakan kabinet kembali mencuat usai Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo disebut sudah jadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Selain itu, ada nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo yang terseret kasus korupsi penyediaan menara pemancar (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo. Dito disebut menerima uang Rp27 miliar.
Sinyal reshuffle juga diperkuat oleh pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dia mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal bertemu para ketua umum partai politik koalisi terlebih dahulu sebelum reshuffle kabinet Indonesia Maju.
"Sebelum reshuffle akan dilakukan komunikasi politik dengan para ketua umum partai yang mengusung beliau khususnya PDI Perjuangan," kata Hasto di Gedung High End, kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (4/10).
"Apalagi PDIP baru saja mengusul suatu tema yang sangat penting terkait kedaulatan pangan untuk kesejahteraan rakyat," imbuhnya.
Hasto mengatakan kedaulatan pangan menjadi program prioritas Jokowi. Bahkan, Jokowi sempat membisiki Ganjar agar bergerak cepat dalam menyiapkan konsep kedaulatan pangan, sehingga bisa dieksekusi setelah terpilih menjadi presiden.
"Yang penting adalah bagaimana di tengah persoalan hukum yang terjadi di Kementerian Pertanian, kepentingan petani yang sebentar lagi masuk masa tanam itu tidak boleh diabaikan, sehingga masalah ini harus secepatnya diatasi memberikan kepastian hukum," ujarnya.
Pengamat Politik Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai Jokowi memang seharusnya melakukan reshuffle kabinet.
Apalagi, jika dua menterinya diyakini terlibat kasus korupsi. Reshuffle dinilai menjadi pertaruhan terakhir Jokowi di ujung masa jabatannya.
"Menteri yang diduga kuat terlibat korupsi sudah seharusnya diganti. Presiden Joko Widodo tidak perlu ragu untuk mengganti menterinya yang tersandung masalah hukum," kata Karyono, Kamis (5/10).
Menurutnya, sikap tegas presiden sebagai kepala pemerintahan diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good government dan good governance), termasuk untuk reshuffle.
Karyono juga mengingatkan presiden tidak boleh serampangan dalam memilih menteri di kabinetnya. Dia menyebut presiden harus memilih menteri yang profesional, kompeten, jujur dan bersih.
Pasalnya, kata Karyono, berdasarkan data empiris tidak sedikit menteri dalam kabinet pemerintahan telah terjerat kasus korupsi. Sebagian besar dari mereka adalah menteri dari partai politik.
Selain Dito dan SYL yang diperiksa terkait dugaan korupsi, menteri-menteri lain era Jokowi telah lebih dulu ditahan atau menjalani vonis bui.
Mereka yakni eks Menkominfo Johnny G Plate, eks Menpora Imam Nahrawi, eks Menteri Sosial Idrus Marham, eks Menteri Sosial Juliari Batubara, dan eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
"Presiden harus memilih menteri yang profesional, kompeten, jujur dan bersih karena presiden yang diberikan hak prerogatif [memilih menteri] oleh konstitusi," ujarnya.
Karyono menilai banyaknya menteri yang tersandung korupsi harus menjadi bahan evaluasi presiden dalam menentukan dan menunjuk menteri dan pejabat lainnya. Hal itu penting dilakukan agar di kemudian hari citra pemerintah juga tidak tercoreng.
"Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para pembantu presiden berdampak pada tingkat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah," ujarnya.
Menurut Karyono, diperlukan azas prudential dalam mengangkat seseorang menjadi menteri. Namun, dia pesimis presiden bisa bijaksana dalam memilih menteri baru jika terjadi reshuffle.
Pasalnya, selama ini keputusan presiden dalam merombak kabinet lebih dominan mempertimbangkan kalkulasi politik.
Hal itu, kata Karyono, disebabkan oleh banyak faktor antara lain adanya sistem koalisi yang menghasilkan kabinet kompromi.
Di satu sisi, presiden juga memiliki kepentingan untuk mendapatkan dukungan politik di parlemen dalam rangka memuluskan agenda pembangunan yang memerlukan dukungan politik di parlemen.
"Dengan demikian, zaken [kabinet yang mengutamakan keahlian dari anggotanya] kabinet hanya sebatas mimpi," tuturnya.
Seleksi Ketat Calon Menteri
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai kelemahan Jokowi tidak cermat dalam melakukan power sharing atau pembagian kekuasaan.
Dia menduga, Jokowi mudah percaya atas nama-nama yang disodorkan untuk mendapat jatah kursi menteri itu sudah yang terbaik dari partai peserta koalisi. Salah satunya tercermin dari pilihan Jokowi memilih Dito sebagai Menpora.
Isu keterlibatan Dito dalam kasus korupsi sudah tercium sebelum ditetapkan sebagai Menpora. Namun, Asrinaldi menduga Jokowi luput menyeleksi dengan baik calon menterinya dan hanya fokus pada power sharing.
"Mestinya menteri yang diusulkan ke presiden oleh partai harus diseleksi dan dilihat rekam jejaknya kalau kits ingin menghasilkan menteri yang sesuai harapan masyarakat," kata Asrinaldi pada Rabu (4/10) malam.
"Barangkali ini luput, karena presiden menganggap ini sudah jadi yang terbaik dari Golkar karena mewakili mereka di kementerian," imbuhnya.
Menurut Asrinaldi saatnya Jokowi berbenah kabinet jika ingin di akhir masa jabatannya memberi kesan baik.
Jokowi harus memilih dan atau mengganti menteri sesuai kompetensinya, bukan sekadar power sharing.
"Menteri itu kan jabatan politik yang dipilih secara prerogatif oleh presiden, mau dia pilih sesuai kompetensi ya sesuai presiden," ucap dia.
"Jadi mungkin saja kalau presiden berkeinginan di akhir kepemimpinan jabatan menteri yang fokus pada target program ya harus cari menteri yang kompeten," lanjutnya.
Asrinaldi pun mengapresiasi Jokowi memilih Nezar Patria yang berlatar belakang orang media menjadi Wamenkominfo. Menurutnya, pilihan Jokowi itu bisa diterapkan pada posisi menteri yang lain.
"Kita harap presiden mampu untuk menyeleksi menteri yang bisa mengusung atau melaksanakan target di akhir kepemimpinan beliau," ujarnya.
Asrinaldi kembali mengingatkan agar Jokowi tak lagi asal power sharing hanya untuk memastikan suatu partai mendukung pilihan capresnya di Pilpres 2024 mendatang.
"Misalnya kita mendengar reshuffle juga ditawarkan Demokrat untuk mengisi pos di kementerian karena komitmen Demokrat mendukung Prabowo. itu kan yang terdengar," ujarnya.
Jika itu terwujud, kata Asrinaldi, maka mengindikasikan Jokowi memang kurang selektif dalam memberikan kursi ke partai koalisi. Hal itu juga akan kembali menjadi image negatif.
Masyarakat, kata Asrinaldi, akan menilai seakan kekuasaan gampang dibagi tanpa pertimbangan lain.
"Tentu semua presiden menginginkan di akhir masa jabatannya tidak ada cacat, dan dia berhasil menjalankan agenda besarnya," tuturnya.
"Kalau bahasanya itu soft landing lah, dia meninggalkan legacy pemerintahan yang baik dan menjadi catatan sejarah bagi bangsa kita.Jadi harusnya tidak hanya power sharing, tapi target kerja dan kompetensi," imbuhnya
Daftar Menteri Jokowi Terseret Kasus Korupsi
Eks Menteri Sosial Idrus Marham
Politikus Golkar ini dinyatakan bersalah menerima suap Rp2,25 miliar dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Awalnya Idrus divonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hukumannya kemudian diperberat di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 5 tahun penjara. Namun Idrus kemudian mengajukan kasasi ke MA, hingga akhirnya beroleh pengurangan hukuman. Sekarang, Idrus sudah bebas.
Eks Menpora Imam Nahrawi
Pada 29 Juni 2020 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 7 tahun pidana penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
Politikus PKB itu dinyatakan terbukti korupsi terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta gratifikasi sebesar Rp8,3 miliar.
Eks Menteri Sosial Juliari Batubara
Politikus PDIP ini dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun. Ia divonis bersalah melakukan korupsi pengadaan paket bansos penanggulangan Covid-19.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih pada jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok," kata ketua majelis hakim, Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8).
Eks Menteri KKP Edhy Prabowo
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Juli 2021 menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Edhy Prabowo.
EdhyPrabowo adalah kader dari Partai Gerindra. Dia juga dihukum denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar AS subsider 2 tahun penjara.
Hukumannya sempat diperberat menjadi 9 tahun saat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta, namun MA Maret 2022 mengurangi vonis tersebut menjadi penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Eks Menkominfo Johnny G Plate
Kader NasDem ini didakwa merugikan negara Rp8 triliun dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Jumlah kerugian negara tersebut didasari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saat ini proses sidang masih berjalan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Menpora Dito dan Mentan Syahrul Yasin Limpo
Selain lima menteri Jokowi itu, dua menteri lain saat ini sedang menjalani pemeriksaan kasus korupsi. Mereka adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pemuda Olahraga Dito Ariotedjo.
Dito terseret kasus korupsi BTS. Dalam sidang 26 September 2023, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan selaku saksi mengungkapkan bahwa Dito menerima uang sebesar Rp27 miliar untuk membantu menyelesaikan kasus dugaan korupsi BTS 4G di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Sementara SYL tersangkut dugaan pemerasan, gratifikasi, dan TPPU. Kasusnya diperiksa KPK. Menko Polhukam Mahfud MD menyebut SYL sudah berstatus tersangka.
KPK juga sudah menggeledah Kantor Kementan, rumah dinas SYL di Jakarta dan rumah pribadinya di Makassar. KPK mengamankan sejumlah barang bukti dari penggeledahan itu.
Sumber: CNN