DEMOCRAZY.ID - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir tak menyembunyikan kegeramannya atas kasus penyelewengan dana pensiun (Dapen) milik pekerja BUMN.
Menurutnya, kejahatan yang merugikan negara ratusan miliar rupiah itu merupakan perampokan yang biadab.
"Saya kecewa, saya sedih karena pekerja yang sudah bekerja puluhan tahun, yang tentu kurang, itu hasilnya dirampok oleh oknum-oknum yang biadab," ujar Erick di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2023).
Menurut Erick, sebanyak 70 persen dari 48 dana pensiun yang dikelola perusahaan pelat merah bermasalah.
Hal itu diketahui setelah Kementerian BUMN membentuk tim khusus untuk menyelidiki adanya perkara penyelewengan dan kesalahan tata kelola dana investasi pensiunan karyawan BUMN tersebut.
"Ternyata dari 48 dana pensiun yang dikelola bumn itu 70 persen sakit atau 34 (dapen) bisa dinyatakan tidak sehat," keluh Erick.
Karena itu, Erick Thohir menyerahkan hasil audit Dapen BUMN tersebut kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (3/10/2023).
Erick menegaskan langkah ini merupakan komitmen Kementerian BUMN melakukan bersih-bersih dapen BUMN.
Ia juga memastikan langkah hukum atas perkara itu akan diproses Kejaksaan Agung tanpa pandang bulu.
"Pak Jaksa Agung punya komitmen yang sebelum-sebelumnya beliau tuntaskan tanpa pandang bulu. Pak Jaksa Agung dan seluruh Kejaksaan akan menyikat oknum-oknum yang memang sangat merugikan para pensiun, yang di mana hari tua mereka yang tadinya cerah menjadi sirna," tutur Erick.
Erick menyebut kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi dana pensiun (dapen) BUMN bisa lebih besar dari Rp 300 miliar.
Angka itu sendiri berdasarkan hasil audit awal Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Jelas dari hasil audit dengan tujuan tertentu itu ada kerugian negara Rp 300 miliar dan ini belum menyeluruh dibuka oleh pihak BPKP dan pihak Kejaksaan, artinya angka ini bisa lebih besar lagi," ujar Erick.
Erick menyebut kerugian negara kemungkinan bisa lebih besar setelah ditindaklanjuti atau diproses oleh Kejaksaan Agung.
Menurutnya kerugian negara tersebut disebabkan oleh adanya dugaan penyelewengan dapen di empat perseroan negara.
Keempat perusahaan yang dimaksud diantaranya PT Inhutani, Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III, Holding BUMN Pangan, dan PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I.
"Karena itu awalnya kita coba lakukan (selidiki) empat dana pensiun waktu itu, ada Inhutani, PTPN, AP I, dan RNI atau ID Food," ucapnya.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan perbaikan tata kelola dana pensiun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan permintaan langsung dari Menteri BUMN Erick Thohir. Ateh mengatakan Erick meminta BPKP untuk melakukan audit terhadap dapen BUMN.
"Audit yang kami lakukan itu audit dengan tujuan tertentu merupakan tindak lanjut permintaan dari Menteri BUMN Pak Erick Thohir," ujar Ateh saat konferensi pers bersama di Gedung Utama Kejaksaaan Agung, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Dalam prosesnya, Ateh memeriksa secara menyeluruh terkait akuntabilitas, tata kelola, untuk kemudian dilakukan identifikasi area yang berisiko dan memberikan rekomendasi perbaikan.
Untuk tahap awal, lanjut Ateh, BPKP memeriksa empat dapen BUMN dengan sampel transaksi investasi 10 persen dari sekitar Rp 1,125 triliun.
"Kami menemukan transaksi-transaksi investasi ini beberapa dilakukan tanpa memerhatikan prinsip tata kelola yang baik, bahkan dari empat dari dua dapen ini ada indikasi fraud," ucap Ateh.
Ateh mengatakan proses audit tidak hanya berhenti pada empat dapen BUMN tersebut. Ateh menyampaikan BPKP siap untuk melanjutkan audit terhadap sejumlah dapen BUMN lain.
"Tadi disampaikan Pak Erick, ini tahap awal, jadi baru empat, minggu depan rencananya Pak Erick akan meminta lakukan audit lagi pada sampel kedua," lanjut Ateh.
Ateh menyampaikan BPKP juga telah memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan dalam hasil audit yang diserahkan pada 18 September 2023.
Dalam rekomendasi tersebut, Ateh menekankan pentingnya dapen BUMN dalam meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola, mulai dari model pembiayaan, proses investasi, hingga manfaat bagi para pensiunan.
"Karena tidak semuanya ada indikasi fraud, mudah-mudahan ada dari dapen ini yang memang masih bisa diperbaiki supaya lebih baik lagi," kata Ateh. [Democrazy/Rep]