DEMOCRAZY.ID - Warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyebutkan lahan yang mereka tempati tak tergarap selama ini.
Mereka berani membuktikan bahwa keberadaan masyarakat di pulau tersebut sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Awangcik, seorang warga Rempang, menyatakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah menempati pulau tersebut adalah data pemilu.
Dia menyatakan, selama ini, masyarakat di sana selalu masuk dalam pendataan pemerintah untuk pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Kalau mereka bilang (Pulau Rempang) tidak ada penghuni, kok data pemilu ada, suara kami kan sampai ke Jakarta, kami ikut nyoblos kok," kata Awangcik kepada Tempo, Selasa, 13 September 2023.
Awangcik menegaskan dirinya sudah ada di Pulau Rempang sejak lahir. Pria berusia 63 tahun tersebut pun siap membuktikan jika orang tua hingga kakek dan neneknya juga sudah menempati pulau itu. Bahkan, menurut dia, mereka dimakamkan di pulau tersebut
"Kalau mau cek, mari saya ajak kemakam orang tua saya," kata Awangcik.
Penjelasan Mahfud MD soal tanah Pulau Rempang
Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya menjelaskan bahwa pemerintah memberikan hak guna usaha atas Pulau Rempang pada tahun 2001-2002 kepada sebuah perusahaan.
Hanya saja, sebelum investor masuk, tanah di Pulau Rempang itu belum digarap dan tidak pernah dikunjungi.
“Tanah Rempang itu, sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok,” kata Mahfud, Jumat, 8 September 2023,
Mahfud menambahkan, Surat Keterangan (SK) hak guna usaha tersebut telah dikeluarkan pada tahun 2001 - 2002 secara sah.
Hingga kemudian, pada tahun 2004 dan seterusnya, menyusul dengan beberapa keputusan, tanah di Pulau Rempang itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati.
Masalah baru muncul ketika di tahun 2022 ada investor yang akan masuk. Pemegang hak guna usaha kemudian datang untuk mengecek tanah di Pulau Rempang. Tetapi ternyata, tanah tersebut telah ditempati oleh masyarakat.
Ada Kekeliruan Perizinan yang Dikeluarkan KLHK
Soal status tanah di Pulau Rempang, Mahfud menyinggung adanya kekeliruan perizinan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK.
“Nah, ketika kemarin pada tahun 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak guna itu datang kesana, ternyata tanahnya sudah ditempati. Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian LHK. Nah, lalu diluruskan sesuai dengan aturan bahwa itu masih menjadi hak, karena investor akan masuk,” kata Mahfud.
Masyarakat tidak tolak proyek Rempang Eco-City
Awangcik pun kembali menyatakan bahwa masyarakat Pulau Rempang sebenarnya tidak menolak pembangunan proyek Rempang Eco-City.
Hanya saja, mereka meminta agar pemerintah tidak melakukan penggusuran terhadap 16 kampung tua yang ada di sana.
"Kami tidak setuju digusur, silakan membangun, tetapi jangan digusur 16 kampung tua kami ini," ujarnya.
Tak mau daftar relokasi
Sebelumnya, Badan Pengusahaan (BP) Batam telah meminta warga untuk mendaftarkan diri untuk relokasi.
BP Batam memberikan waktu hingga 20 September 2023 dan menyatakan wilayah itu harus kosong per tanggal 28 September 2023.
Awangcik memastikan warga Rempang akan tetap bertahan di kampung mereka. Dia menyatakan tak akan mendaftarkan rumahnya untuk direlokasi ke rumah susun.
Dia pun menyatakan hingga saat ini, warga belum mendapatkan kepastian akan direlokasi kemana.
"Belum tau pindah kemana ini, makanya masyarakat tidak tau arahnya, binggung, kami mau dikemanakan," kata Awangcik. [Democrazy/Tempo]