Wadas dan Rempang: 'Masih Adakah Ruang Dialog Dalam Pembangunan?'
Sudah sewajarnya pemerintah berlaku bijak dan melindungi rakyatnya dari pembangunan yang tidak berkeadilan dan merampas hak rakyat.
Perwakilan masyarakat dari 16 kampung adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, menyatakan sikap menolak relokasi “tak akan berubah”, meski pemerintah memberi tenggat waktu pengosongan kawasan tersebut hingga 28 September 2023 demi pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City”.
“Silakan membangun sebesar Pulau Rempang, tapi penduduk kami, hampir dua abad sudah terbangun di kampung kami, kami ndak mau dipindah. Biarlah kami tetap di sini. Mereka mau bangun proyek apapun, bangunlah, tapi jangan usir dari tempat kami,” kata Naharuddin, Kakek berusia 79 tahun warga Kampung Tanjung Banon berada di sisi selatan Pulau Rempang.
“Kami tidak akan mau pindah meskipun kami terkubur di situ. Karena dengan cara apa pun, itu tanah ulayat yang menjadi tanggung jawab kami untuk menjaganya,” kata Suardi, Juru bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang, menanggapi pertanyaan BBC News Indonesia mengenai tenggat waktu yang diberikan pemerintah, dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (12/9).
“Jika memang kami ditakdirkan mati di tangan pemerintah, kami sudah ikhlas, karena itu akan jadi catatan sejarah buat kami bangsa Melayu yang berada di Pulau Rempang,” kata Suardi.
Peristiwa Rempang mengingatkan kita pada peristiwa yang sama tahun 2022 di Jawa Tengah..
Peristiwa Wadas dan Rempang yang terjadi di tahun 2022 dan 2023 menjadi bukti bahwa masih banyak kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan. Di kedua peristiwa tersebut, masyarakat menolak pembangunan yang dinilai akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Namun, pemerintah tetap bersikeras untuk melanjutkan pembangunan tersebut, bahkan dengan menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa yang melakukan protes.
Peristiwa Wadas terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pemerintah berencana untuk membangun quarry di Desa Wadas untuk mendukung pembangunan Bendungan Bener. Namun, masyarakat Desa Wadas menolak pembangunan quarry tersebut karena dinilai akan merusak lingkungan dan sumber mata pencaharian mereka.
Peristiwa Rempang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pemerintah berencana untuk membangun Rempang Eco City, sebuah kawasan industri dan perumahan di Pulau Rempang. Pembangunan kawasan ini membutuhkan lahan seluas 2.200 hektar, yang sebagian besar merupakan lahan milik warga Pulau Rempang.
Warga Pulau Rempang menolak penggusuran lahan tersebut. Mereka khawatir bahwa pembangunan Rempang Eco City akan merusak lingkungan dan menghilangkan mata pencaharian mereka. Warga Pulau Rempang juga menuntut agar pemerintah memberikan ganti rugi yang adil atas lahan mereka.
Penolakan masyarakat terhadap pembangunan di Wadas dan Rempang tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan pendapat mereka. Namun, penolakan tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari pemerintah. Pemerintah justru menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa yang melakukan protes.
Peristiwa Wadas dan Rempang menjadi pertanyaan besar bagi kita semua. Masih adakah ruang dialog dalam pembangunan?
Pemerintah dan masyarakat harus duduk bersama untuk membahas pembangunan yang akan dilakukan. Pemerintah harus transparan dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Masyarakat juga harus lebih memahami pentingnya pembangunan dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dialog antara pemerintah dan masyarakat merupakan kunci untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Dialog tersebut akan membantu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam pembangunan, seperti penolakan masyarakat, kurang adanya transparansi, dan ketimpangan.
Pemerintah dan masyarakat harus saling memahami dan menghormati pendapat masing-masing. Dengan demikian, pembangunan yang dilakukan akan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
Bukankah Sejatinya Pembangunan Itu untuk Mensejahterakan Masyarakat?
Pada posisi titik temu ini tidak ada yang berbeda dalam menyikapi pembangunan, bahwa pembangunan dilaksanakan dalam rangka untuk mensejahterkan masyarakat, bukan malah sebaliknya, rakyat semakin sengsara dan terpinggirkan.
Masyarakat tentu tak akan menolak, bila sejak awal dibertahu bahwa dengan pembangunan yang dilaksanakan, mereka akan mendapatkan keuntungan dari proses pembangunan ini, tapi hal ini tak terjadi, karena memang pemerintah kurang melakukan sosialisasi, sehingga terjadi kebuntuan dalam ruang dialog. Rakyat dipaksa menerima, dengan melakukan pengukran dan dikawal oleh aparat.
Pendekatan seperti ini tentu tak baik dilakukan, karena ini akan mengulang sejarah kekerasan sebagaimana yang pernah terjadi di Wadas Jawa Tengah dan daerah – daerah lain. Yang dikuatrkan adalah peristiwa perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat rumpun bangsa Melayu akan menjadi inspirasi perlawanan bagi yang lainnya ? tentu kita tak ingin.
Pemerintah seharusnya mulai merubah cara pendekatan kepada masyarakat adat ketika pembangunan mengancam keberadaan mereka. Bukankah kita tahu bahwa ralkyat bangsa ini, adalah rakyat yang rela berkorban untuk negaranya.
Bangsa Melayu telah membuktikan bagaimana NKRI bisa merdeka. Mereka berjibaku berjuang bukan hanya tenaga, nyawa dan pikirannya, tapi juga harta, mereka sumbangkan untuk ibu pertiwi.
Tidak adakah pendekatan pembangunan yang mensejahterakan, membangun tanpa menggusur, pembangunan yang melibatkan masyarakat setempat, sehingga pembangunan menjadi semacam kebutuhan, karena masyarakat tahu bahwa dengan pembangunan yang mereka alami, mereka akan sejahtera.
Peristiwa Wadas dan Rempang menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus lebih transparan dan melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat juga harus lebih memahami pentingnya pembangunan dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pemerintah dapat melakukan beberapa hal diantaranya : Transparan dalam menyampaikan informasi tentang rencana pembangunan kepada masyarakat, Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, Memberikan ganti rugi yang adil kepada masyarakat yang terdampak pembangunan.
Sedangkan masyarakat akan bisa mengerti dan memahami pembangunan yang dilakukan, hal – hal yang perlu dilakukan masayarakat adalah : Memahami pentingnya pembangunan dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, Berupaya untuk membangun komunikasi yang baik dengan pemerintah, Memberikan masukan dan kritik yang konstruktif kepada pemerintah.
Dengan adanya dialog yang baik antara pemerintah dan masyarakat, pembangunan dapat berjalan dengan lancar, menghargai lingkungan dan budaya masyarakat dan berkelanjutan. Pembangunan juga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat dan tidak menimbulkan konflik.
Kita berharap pemerintah mengkaji ulang pendekatan yang dilakukan, ajak dialog masyarakat, tarik pasukan dari lokasi dan duduk sejajar dengan masyarakat, sebagaimanan pernah terjadi dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, Konfrensi Meja Bundar, dimana pemerintah Indonesia bisa mengelola tanah air Indonesia secara berdaulat tanpa campur tangan Penjajah Belanda.
Bukankah Pemerintah ini adalah pemimpin rakyat? Bukan penjajah. Sehingga sudah sewajarnya pemerintah berlaku bijak dan melindungi rakyatnya dari pembangunan yang tidak berkeadilan dan merampas hak rakyat.
Surabaya , 16 September 2023