DEMOCRAZY.ID - Dikenal sebagai Bapak Pembangunan, mantan Presiden RI Soeharto adalah Presiden yang menggantikan Soekarno.
Masa Bakti Soeharto sejak tahun 1967 hingga 1998. Masa bakti yang lama membuat Soeharto menjadi figur yang sangat disegani di ASEAN, termasuk oleh Mahathir Mohamad.
Presiden RI Soeharto adalah salah satu pemimpin paling senior. di ASEAN Presiden ke-2 Indonesia tersebut mengawal ASEAN dari pertama kali berdiri yakni Agustus 1967 hingga saat turun jabatan pada Mei 1998 atau lebih dari 31 tahun.
Sudah 42 tahun lalu, dimana pada 9 Mei 1981, Presiden RI Soeharto meresmikan Gedung Sekretariat Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta. Peresmian itu dilakukan supaya kerja sama antar negara ASEAN selalu terjaga.
Peresmian tersebut sekaligus menandai misi besar Soeharto untuk mengintegrasikan ASEAN dalam satu wilayah yang lebih stabil dari segi politik dan ekonomi.
Soeharto juga dikenal sangat tegas di antara pemimpin ASEAN. Selama pemerintahan Presiden RI Soeharto tidak ada negara di Asia Tenggara yang berani mengklaim produk-produk Indonesia. Hal itu karena Soeharto adalah pemimpin yang berwibawa, baik di kawasan maupun secara global.
Soeharto mampu menjadi pemimpin yang cakap dalam urusan politik luar negeri. Selain itu, Soeharto juga dapat melakukan penyesuaian.
Kala Orde Lama pemerintah Indonesia condong kepada blok timur. Sedangkan pada masa Soeharto kiblat kerja sama Indonesia mulai diarahkan pada blok barat.
Soeharto juga turut menjaga hubungan kerja sama dengan negara tetangga, termasuk negara Malaysia.
Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT ASEAN yang pertama pada 1976. KTT yang diselenggarakan di Bali tersebut menghasilkan dokumen bersejarah bernama Traktat Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara dan Deklarasi Asean Concord yang juga dikenal sebagai kesepakatan Bali Concord I.
Traktat Persahabatan dan Kerjasama ini bertujuan untuk mempromosikan perdamaian, persahabatan dan kerja sama yang berkelanjutan di antara rakyat mereka yang akan berkontribusi pada kekuatan, solidaritas, dan hubungan yang lebih dekat.
Selama menjadi pemimpin Indonesia, Soeharto juga pernah berjasa mendamaikan salah satu pertikaian paling panas di ASEAN yakni Vietnam dan Kamboja (1988-1989). Sebagai inisiator dalam rangka penyelesaian konflik, Indonesia memediasi kedua negara tersebut agar kembali berdamai. Usaha Indonesia membuahkan hasil, karena Vietnam bersedia menarik pasukannya dari Kamboja.
Diadakan di Bogor pada 5-28 Juli 1988 dan Jakarta pada 19-21 Februari 1989, Jakarta Imformal Meeting (JIM) bertujuan untuk mewujudkan perdamaian atau menyelesaikan konflik bersenjata antara dua negara bertetangga di Semenanjung Indocina, Kamboja dan Vietnam.
Melalui pertemuan tersebut, Indonesia berhasil memfasilitasi kedua negara untuk berunding dan menyelesaikan konflik berdarah yang terjadi selama bertahun-tahun.
Kamboja dan Vietnam merupakan dua negara yang sudah berkonflik cukup lama hingga menelan banyak korban.
Mengutip jurnal ilmiah berjudul Peran Indonesia dalam Proses Penyelesaian Konflik Kamboja (Periode 1984-1991) yang ditulis oleh Maradona Runtukahu, konflik antara Kamboja dan Vietnam dipicu oleh pergolakan dan besarnya ketegangan politik dalam negeri.
Terdapat satu sosok yang kerap akrab dengan mendiang Soeharto, yakni mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Mahathir bin Mohammad. Mahatir menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia pada 16 Juli 1981 sampai dengan 31 Oktober 2003.
Sama dengan Soeharto, Mahathir adalah salah satu pemimpin paling senior di ASEAN.
Menurut Mahathir, Soeharto sangat disegani para pemimpin di ASEAN. Indonesia kala itu memegang peranan penting di Asia Tenggara. Para pemimpin negara ASEAN mendudukkan Soeharto sebagai orang tua. Kejatuhan Soeharto merupakan kerugian yang besar di Asia Tenggara karena Beliau sangat dihormati oleh para pemimpin Asean lainnya.
Indonesia pun diberi gelari Big Brother di ASEAN. Indonesia sering ditunjuk menjadi penengah bila ada konflik.
Saat pemerintahan Soeharto, Perdana Menteri Mahathir Mohammad tak pernah meremehkan Indonesia. Dia membenarkan infrastruktur di Malaysia lebih maju, tapi itu disebabkan wilayah Malaysia lebih kecil.
Menurut mantan Mahathir, Indonesia adalah satu bangsa. Begitu juga Soeharto yang menganggap Indonesia dan Malaysia bersaudara.
Soeharto memiliki sifat njawani, low profile, sedangkan Mahathir yang kerap disapa "Dr M" lebih lugas dalam berkata-kata. Apalagi jika menyangkut hubungan dengan dunia Barat. Mahathir tercatat sebagai pemimpin Asia yang berani menantang Barat. Negara Inggris, Amerika, dan Australia pernah dilabrak olehnya. Keberanian Mahathir membuat ia mendapat julukan oleh pers Australia sebagai "Little Soekarno" atau Soekarno Kecil.
Prestasi Soeharto
Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan karena pencanangan program pembangunan dengan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Pelita (Pembangunan Lima Tahun), serta keberhasilan di bidang Pangan dan bidang KB ( Keluarga Berencana ).
Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" karena raut mukanya yang selalu tersenyum. Selama 32 tahun menjabat, terdapat banyak prestasi yang Beliau lakukan untuk bangsa Indonesia. Berikut beberapa prestasi Soeharto semasa menjabat presiden yang membuat Indonesia disegani di ASEAN:
1. Swasembada Pangan 1984
Soeharto membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi dari peninggalan pemerintahan orde lama. Pada tahun 1967, Indonesia punya utang luar negeri sebesar US$700 juta, dan Soeharto dibantu para pakar ekonomi, terutama Soemitro Djojohadikoesoemo, yang merupakan ayah Prabowo Subianto. Soeharto membalikkan keadaan yang berpuncak pada swasembada pangan pada 1984.
Tahun 1984, Indonesia meraih swasembada pangan yang membuat Soeharto mendapat kehormatan berpidato dalam Konferensi ke-23 Food and Agriculture Organization (FAO) di Roma, Italia, pada 14 November 1985. Soeharto juga memberikan bantuan 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di Afrika.
2. Bapak Pembangunan.
Prestasi pembangunan yang telah ditorehkan Presiden Soeharto telah secara nyata mengarahkan Indonesia untuk melaju dalam track terwujudnya tinggal landas dalam dua tahap pembangunan jangka panjang. Agenda tinggal landas mengalami keterputusan akibat krisis politik yang datangnya menyusul hampir bersamaan dengan krisis ekonomi dan moneter.
3. Dolar AS Hanya Rp 378
Nilai dolar hanya Rp 378 saja pada tahun 1971. Dampaknya membuat barang murah dan sangat terjangkau. Angka Rp 378 ini kemudian makin naik tiap tahunnya, hingga pada 1997 nilainya menjadi Rp. 2.500. Dulu nilai ini termasuk sangat tinggi namun lagi-lagi rakyat tidak begitu merasakan dampaknya.
Sepeninggal Soeharto di tahun 1998 dolar pun melesat dengan cepat. Mulai dari peningkatan hingga Rp 5 ribu, sampai pernah menembus angka Rp 16.800 di masa Presiden Habibie. Namun berhasil diupayakan hingga di masa akhir jabatannya bisa ditekan menjadi Rp 7000 saja.
4. Pertumbuhan ekonomi cepat melesat
Saat pemerintahan Soeharto, ia berhasil meningkatkan pertumbuhan Indonesia dari kontraksi atau minus 2,25 pada tahun 1963 menjadi naik tajam sebesar 12% pada tahun 1969 atau setahun setelah dirinya ditunjuk sebagai pejabat Presiden.
Selama periode 1967-1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat ditingkatkan dan dipertahankan rata-rata 7,2% per tahun. Namun pada saat terjadi krisis 1998, ekonomi Indonesia terkontraksi 13,13% bahkan mengalami resesi.
Antara tahun 1967-1990-an, pendapatan per kapita riil meningkat lebih dari tiga kali. Pertumbuhan tinggi dan konsisten, stabilitas yang terkelola dengan baik dan disertai political will pemerataan.
5. Kriminalisme minim
Masih ingat petrus? Ini adalah salah satu cara Soeharto untuk memberantas kejahatan. Teringat dulu banyak cerita orang-orang yang pernah menjumpai mayat-mayat di sungai-sungai atau jalan. Setelah diidentifikasi ternyata mayat-mayat tersebut adalah pelaku kejahatan, seperti mencuri, merampok, begal dan sejenisnya. Hal ini pun sangat efektif menekan angka kejahatan ke level yang sangat rendah.
6. Barang kebutuhan relatif murah
Pada jaman Soeharto barang kebutuhan rumah tangga serta biaya sekolah relatif murah. Biaya berobat juga sangat terjangkau. Rumah sakit mematok biaya yang murah, dan untuk PNS, TNI, dan Polri biasanya juga ada semacam kartu asuransi kesehatan sehingga bisa gratis berobat.
7. Inflasi turun
Melalui kebijakan anggaran berimbang, Pemerintahan Presiden Soeharto juga dinilai berhasil menekan inflasi di bawah 10%, rata-rata defisit neraca berjalan 2,5% dari PDB dan mempertahankan cadangan devisa mendekati jumlah kebutuhan impor kurang lebih 5 bulan.
Salah satu prestasi inflasi adalah menekan laju inflasi dari angka 635,3% pada 1966 menjadi 9,9% pada 1969.
8. Penyelesaian utang luar negeri
Pada tahun 1966 Indonesia terdapat sedang menunggak utang. Pada saat itu terdapat dua jenis pinjaman yaitu utang lama (yang diadakan sebelum 30 Juni 1966) dan utang baru (yang diadakan setelah 30 Juni 1966).
Terdapat beberapa macam pinjaman lama yaitu utang kompensasi nasionalisasi perusahaan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda dan hutang-hutang lain (kira-kira 2,1 miliar dollar AS) kepada sekitar 30 negara besar dan kecil baik dari negara-negara Eropa Timur (terutama Uni Soviet), Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang.
Kemudian Soeharto membuat kesepakatan antara Indonesia dengan negara-negara Paris Club pada April 1970 untuk penyelesaian tunggal dan menyeluruh utang-utang Indonesia dengan kesepakatan yakni pembayaran utang pokok dilakukan dengan mencicil selama 30 tahun dari 1970 sampai dengan 1999.
Kemudian pembayaran atas bunga yang sudah disepakati dilakukan selama 15 tahun dari 1985 sampai 1999. Dan utang yang dijadwalkan kembali tersebut bebas bunga.
Selain itu, Indonesia mempunyai pilihan untuk menunda sebagian dari utang yang jatuh tempo pada delapan tahun pertama ke delapan tahun terakhir, yakni 1992-1999, dengan bunga sebesar 4% pertahun.
9. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang Pertama di Bali, 23-24 Februari 1976.
KTT ASEAN ini menghasilkan Deklarasi Kerukunan ASEAN dan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama antar negara ASEAN.
10. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang berhasil meluncurkan Satelit, yaitu Satelit Palapa A1, 8 Juli 1976.
Nama Satelit Palapa diberikan oleh Presiden kedua RI Soeharto, mengambil nama sumpah yang diucapkan Gajah Mada di masa Kerajaan Majapahit pada 1336 untuk menyatukan Nusantara. Melalui nama ini, Soeharto berharap Indonesia dapat mengulang kembali kejayaannya seperti sejarah Nusantara. Peluncuran dilakukan menggunakan melalui roket Delta 2914, roket milik Badan Penerbangan Qmerika Serikat (NASA).
11. Ratifikasi Perjanjian yang menyatukan wilayah Indonesia melalui Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di tahun 1982 dalam perjanjian United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos).
Zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah salah satu fitur paling revolusioner dari UNCLOS 1982 dan memberi dampak yang signifikan pada pengelolaan dan konservasi sumber daya laut. Rezim ZEE menertibkan klaim-klaim sepihak (unilateral) atas perairan oleh negara-negara di masa sebelumnya, dengan memberi hak kepada Negara pantai untuk eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan energi dari air, arus laut dan angin.
12. Pencanangan Keluarga Berencana (KB) Mandiri, 28 Januari 1987
Program Keluarga Berencana digagas oleh pemerintah orde baru sebagai jawaban atas laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol, terutama di wilayah Pulau Jawa.
Sumber: CNBC