'Rempang, Perlawanan Orang Indonesia Asli Terhadap Penjajah Berkedok Investasi'
Oleh: Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
PULAU Rempang menjadi trending topik yang mengusik keadilan warga pribumi di Pulau Rempang.
Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan sangat arogan yang akan memblodozer siapapun yang menghalangi investasi di Pulau Rempang.
Pernyataan arogan seperti itu jelas melanggar konstitusi dan dengan tindakan represif yang dilakukan oleh gabungan TNI polri dan aparat jelas terjadi pelanggaran HAM.
Pelanggaran konstitusi jelas, sebab tugas negara dan pemerintah adalah melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia.
Juga tidak menjaga Visi negara ,..."Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur."
Dalam kasus Rempang negara dalam hal ini aparat gabungan TNI dan Kepolisian dengan cara represif tidak mampu menjaga kemerdekaan rakyat Rempang, menghancurkan persatuan rakyat Rempang, mencabut kedaulatan rakyat Rempang dan menghalangi keadilan kemakmuran rakyat.
Kalau kita baca pasal 33 UUD 1945 diperintahkan bahwa:
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Jadi jelas tidak ada perintah Investor nengalahkan segalanya dan akan kacau jika investor diletakkan di atas konstitusi.
Pemerintah dan gabungan TNI dan Polri telah melanggar HAM.
Hak Warga Negara Indonesia pasal 28 A.
– Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Jadi pengosongan paksa terhadap 16 kampung tua jelas pelanggaran HAM.
Pasal 28C Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”
Jadi secara kolektif rakyat Rempang berhak membangun masyarakat Rempang.
Pasal 28F berbunyi Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluranyang tersedia.
Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambilalih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Melakukan represif terhadap rakyat Rempang dengan menggunaksn gas air mata yang mengenai anak anak sekolah dan menangkap menahan dan menuduh provokator jelas pelanggaran HAM berat.
Tiba-tiba menteri pertanahan mengatakan bawah rakyat yang mendiami 16 kampung tua tidak mempunyai sertifikat.
Raja Kesultanan Riau Lingga Sultan Hendra Syafri Riayat Syah menyampaikan titah terkait kasus Pulau Rempang terkini.
Konflik di Pulau Rempang tersebut ditanggapi serius Raja Kesultanan Riau-Lingga, Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan Hendra Syafri Riayat Syah ibni Tengku Husin Saleh.
Titah Raja Kesultanan Riau Lingga ini tertulis dalam warkah berjudul 'Menjunjung Adat Menjulang Daulat' yang disampaikan Budayawan, Prof. Dr. Dato' Abdul Malik, M.Pd.
Dalam titah yang diterbitkan di Pulau Penyengat Indera Sakti pada Selasa, (12/9/2023), Sultan Hendra Syafri Riayat menekankan lima hal terkait konflik Repang-Galang.
Leluhur mereka dijelaskan Prof Abdul Malik merupakan prajurit yang sudah mendiami Pulau Rempang sejak masa Kesultanan Sulaiman Badrul Alam Syah I sejak tahun 1720.
Selanjutnya, mereka pun ikut berperang bersama Raja Haji Fisabilillah dalam Perang Riau I pada tahun 1782 hingga 1784.
Begitu juga dalam Perang Riau II bersama Sultan Mahmud Riayat Syah (Sultan Mahmud Syah III) pada tahun 1784 hingga 1787.
Negara ini didirikan bukan untuk sikaya konglenerat seperti Tomy Winata saja ,juga bukan untuk satu golongan tetapi semua untuk semua .
Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara ―semua buat semua ― satu buat semua, semua buat satu.
Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan," kata bung Karno .
Jadi cara cara represif dan omongan arogan mau memblodozer yang menghalangi golongan konglemerat jelas pejabat seperti ini patut di pecst dari jabatannya.
Marilah kaum orang Indonesia asli pribumi melawan kezaliman penguasa ini yang meletakan investasi diatas konstitusi dipertontonkan pada tragedi Pulau Rempang seluruh pribumi di negeri ini harus melakukan perlawanan .
Setelah Dayak terus Suku Melayu ,Ambon, Maluku, Papua kapan giliran orang Indonesia asli yang lainnya tanahnya dirampas untuk kepentingan orang asing yang diberi konsenai 190 tahun. Lawan dan lawan jika tidak ingin menjadi jongos di tanah air sendiri.
Marilah kembali ke UUD 1945 dan Pancasila mengembalikan harkat dan martabat bangsa Indonesia asli. ***