'Antara Eksperimen dan Privilese'
Pengangkatan Kaesang menjadi ketua umum PSI juga menjadi bagian dari sejarah politik di Indonesia.
Sebab jarak antara penerimaan dia sebagai anggota sampai bisa menduduki pucuk pimpinan partai sangat singkat.
Hal ini berbeda dengan partai-partai politik lainnya, di mana seorang kader baru mesti melalui beberapa tahapan kaderisasi dan memperlihatkan loyalitasnya, meski tidak semua, buat meraih jabatan di tingkat pusat.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menyoroti beberapa hal terkait fenomena Kaesang yang secara kilat menduduki kursi ketua umum dan tanpa menimbulkan gejolak di dalam PSI.
Faktor pertama dan yang paling utama, kata Agung, adalah persoalan party ID (identitas partai) di Indonesia masih rendah.
Maka dari itu otomatis figur-figur populer, atau yang mempunyai kekuatan politik di belakangnya seperti Kaesang.
"Sehingga dalam konteks masuknya Kaesang ke PSI relevansi atas realitas politik tersebut menemui momentumnya," kata Agung dalam pernyataannya saat dihubungi, seperti dikutip pada Senin (25/9/2023).
Faktor kedua, kata Agung, adalah terkait kebutuhan PSI terhadap sosok Kaesang berbanding lurus dengan kepentingan politik yang dia bawa. Alhasil relasi yang terbangun menjadi sama-sama menguntungkan atau mutualisme.
"Artinya gesekan di internal di PSI minim, pun bila mengemuka tak sampai menghadirkan gejolak atau konflik besar di internal," ujar Agung.
Di sisi lain, Agung menilai PSI yang berusia muda masih mencari bentuk ideal dalam berpartai, termasuk dalam konteks kaderisasi.
Sedangkan di sisi lain, Agung juga menyoroti PSI yang identik dengan partai anak muda dan mengusung gagasan progresif di tengah masyarakat dianggap mengutamakan meritokrasi.
Yang dimaksud adalah semua kader mempunyai peluang sama buat bisa menduduki kepengurusan inti berdasarkan kemampuan dan bukan karena dukungan politik atau logistik.
Akan tetapi, menurut Agung, fenomena Kaesang yang menduduki pucuk pimpinan PSI secara kilat dinilai tidak sejalan dengan gagasan yang ditawarkan selama ini.
"Kehadiran Kaesang ini memunculkan antitesa bahwa mereka yang punya 'privilese politik' bisa dengan mudah diakomodasi bahkan menduduki posisi strategis, tanpa harus berkeringat sebagaimana lazim kita temui di partai-partai di Indonesia hari ini," ucap Agung. [Democrazy/Kompas]