POLITIK

Panas! Bawaslu Minta Ketua dan Anggota KPU RI Dipecat, Ada Apa?

DEMOCRAZY.ID
September 05, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Panas! Bawaslu Minta Ketua dan Anggota KPU RI Dipecat, Ada Apa?



DEMOCRAZY.ID - Bawaslu RI meminta ketua dan seluruh komisioner KPU RI dipecat oleh DKPP. Bawaslu menilai seluruh terlapor melakukan pelanggaran serius yang menghambat kerja pengawas pemilu.


Permintaan tersebut disampaikan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, ketika membacakan permohonan dalam ruang sidang DKPP, Jakarta, Senin (4/9/2023). 


Bawaslu memperkarakan KPU lantaran tidak diberi akses penuh Sistem Informasi Pencalonan (Silon).


"Para pengadu memohon kepada DKPP untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut, memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu Hasyim Asyari sebagai ketua merangkap anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, August Mellaz sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sejak putusan ini dibacakan," kata Bagja, membacakan permohonan.


Bawaslu merasa kerjanya dihambat bukan hanya dalam urusan mengakses Silon, namun menganggap KPU menggelar tahapan Pemilu 2024, di luar jadwal yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.


Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menjelaskan, lembaganya sudah menyurati KPU, selaku teradu, pada 30 April 2023 yang meminta KPU wajib membuka akses pembacaan data Silon seluas- luasnya kepada Bawaslu. Namun para teradu mengabaikan surat tersebut.


"Para pengadu masih menghadapi pembatasan pelaksanaan tugas pengawasan, dan para teradu tidak memberikan respons terhadap surat tersebut serta tidak ada iktikad baik, dari para teradu untuk memberikan akses data, dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh," ujar Lolly.


Surat imbauan kedua dari Bawaslu juga diabaikan oleh KPU. Padahal Bawaslu butuh akses penuh untuk memastikan administrasi bacaleg, sementara KPU membatasi akses dengan durasi, sehingga pengawasan tidak bisa dilakukan secara optimal.


"Silon yang diberikan para teradu kepada para pengadu hanya dapat melihat halaman depan/beranda. Para Pengadu tidak dapat mengakses fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan pada Silon yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," ungkapnya.


Bawaslu harus menyurati KPU sebanyak empat kali hingga akhirnya direspons. Namun KPU tidak meladeni permintaan Bawaslu dengan dalih Silon memuat informasi rahasia.


"Dengan terbatasnya akses terhadap data dan dokumen dalam Silon, telah menyebabkan para pengadu dalam melakukan tugas pengawasan, tidak dapat memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan bakal calon, serta kegandaan pencalonan bakal calon dalam proses verifikasi administrasi yang dilakukan oleh para teradu, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Lolly. 


Hubungan Memanas, Bawaslu Ancam Pidanakan KPU!


Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja tak bisa menahan emosinya, lantaran anak buahnya selalu dirintangi oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), saat sedang melakukan pengawasan. Bawaslu ancam pidanakan KPU.


Ada dua kejadian yang membuatnya naik darah. Pertama ketika petugas Bawaslu dihalang-halangi dalam mengecek dokumen-dokumen bakal calon legislatif (bacaleg). 


Saat pengecekkan, KPU hanya memberi waktu 15 menit untuk memeriksa dokumen seperti ijazah atau curriculum vitae (CV) dan tidak diperkenankan untuk difoto atau dibawa sebagai alat bukti.


“Ini kan termasuk dalam pidana, lama lama kita pidanain itu. Kenapa? Menghalang halangi penyidikan. Aksesnya 15 menit. Akses gimana itu pertanyaannya, gimana kita awasi. Anda boleh melihat tapi tidak boleh foto,” kata Bagja di Jakarta, Senin (12/6/2023).


“Misalnya ijazah dari luar negeri ada nggak surat keterangan dari diktinya atau keterangan dari kementerian pendidikan mengenai surat penyetaraan, itu kan ada biasanya. Nah itu yang kemudian akses itu hanya kami bisa lihat. Foto tidak boleh, jadi bagaimana kita membawa itu,” jelas Bagja.


Kejadian lainnya, insiden pengusiran terhadap petugas Bawaslu yang sedang mengawasi proses pemutakhiran daftar pemilih Pemilu 2024. Pelaku pengusiran adalah petugas KPU. 


Menurut Bagja, peristiwa itu terjadi di dua kabupaten dalam satu provinsi yang sama ketika sedang berlangsung tahapan rekapitulasi daftar pemilih sementara (DPS) beberapa waktu lalu. 


“Kami protes ketika mengawasi DPS, ada pengawas yang disuruh keluar. Apa-apaan!” kata Bagja geram.


Bagja memperingati KPU agar insiden semacam itu tidak terulang. Jika terjadi lagi, pihaknya akan memidanakan anggota KPU menggunakan Pasal 512 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.


Pasal tersebut mengatur bahwa semua anggota KPU di setiap jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimal 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta. 


Hal ini berlaku jika anggota KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih.


“Kalau misalnya terjadi lagi pengusiran terhadap teman-teman panitia pengawas pemilu kecamatan (panwascam) pada saat rekapitulasi DPS, kami akan pidanakan,” kata Bagja menegaskan.


Dalam kesempatan itu, Bagja mengingatkan KPU bahwa Bawaslu juga merupakan penyelenggara pemilu. 


“Jika kami diusir, berarti kami bukan penyelenggara sepertinya,” ujarnya.


Sekadar informasi, Peristiwa pengusiran ini menambah panjang rentetan gesekan antara KPU dan Bawaslu. 


Gesekan antara dua lembaga penyelenggara pemilu itu sebelumnya terjadi soal akses terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) ketika tahap pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024. 


Atas semua perkara yang terjadi selama ini, KPU selalu berdalih bahwa akses atau data tak bisa diberikan karena ada ketentuan kerahasiaan data pribadi. [Democrazy/Akurat]

Penulis blog