DEMOCRAZY.ID - Era Presiden Jokowi, cengkeraman oligarki begitu kuatnya. Konglomerasi besar yang dekat kekuasaan, bisa berbuat sesukanya.
Termasuk memperdaya hukum, seperti dialami Andria Cahyadi pengusaha asal Solo ketika berhadapan dengan Sinar Mas yang punya relasi kuat dengan Istana.
Pada 10 Maret 2021, Andri Cahyadi yang dikenal sebagai pengusaha batu bara itu, melaporkan dua petinggi Sinar Mas ke Bareskrim Polri.
Mereka adalah Indra Widjaya, pemilik Sinar Mas dan Kokarjadi Chandra selaku Dirut PT Sinarmas Sekuritas.
Andri melaporkan keduanya atas dugaan penipuan/perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan, pemalsuan surat dan juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Setahun berlalu tak ada pergerakan, Andria memberanikan diri berkirim surat kepada Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ternyata feeling Andria benar. kasus ini macet. Dua orang yang digugatnya tak pernah diperiksa. Jangankan diperiksa, dipanggil pun tidak.
Padahal, Andri pernah diminta keterangan dan menyerahkan dokumen sebagai barang bukti.
Waktu pun menjawab kegalauan Andria. Sinar Mas memang punya relasi kuat dengan penguasa. Konglomerasi bisnis yang didirikan Eka Tjipta ini, ternyata lihai berselanjar.
Industri sawit dan batu bara besar ini, merapat ke Istana dengan mendekati dua putra Presiden Jokowi. Dan, gula-gula pun disiapkan. Dibungkus investasi yang acapkali tercium bau tak sedap.
Intinya, Sinar Mas salah satu penyokong modal bagi bisnis anak-anak Presiden Jokowi. Masalah ini, sejatinya sudah bukan rahasia lagi. Bagaimana sulitnya hukum mengena kepada kelompok bisnis kakap, atau oligarki.
Hal ini pernah diuji Ubedilah Badrun, Dosen Universitas Negeri Jakarta, yang melaporkan dugaan KKN dan cuci uang dua anak presiden yakni Gibran Rakabuming Raka serta Kaesang Pangarep, ke KPK pada 10 Januari 2022.
Dalam laporan itu, aktivis 98 itu, membongkar adanya relasi antara Sinar Mas dengan keluarga Jokowi.
Ceritanya, PT Bumi Mekar Hijau, anak usaha Sinar Mas Group, menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membayar ganti rugi Rp7,9 triliun.
Tiba-tiba, ada keputusan Pengadilan Negeri Palembang yang memangkas kewajiban bayar Bumi Mekar hijau dari Rp7,9 triliun menjadi Rp78 miliar saja.
Pasti bukan sekedar kebetulan, keputusan itu muncul setelah adanya kerja sama bisnis antara 2 anak Jokowi yakni Kaesang dan Gibran dengan Anthony Pradiptya, anak dari Gandi Sulistiyanto, petinggi Sinar Mas Group.
Begitu jelinya Ubedillah mencium aroma tak sedap dalam relasi antara penguasa dengan pengusaha ini. Kolaborasi ini menghasilkan perusahaan baru bernama PT Wadah Masa Depan.
“Alpha JWC Ventures yang memiliki relasi antara Sinar Mas Group juga langsung mengucurkan dana Rp99,3 miliar setelah perusahaan kerjasama itu terbentuk,” terang Ubed, sapaan akrab Ubedilah.
Anthony masuk sebagai pemegang saham di holding usaha kuliner bersama Gibran dan Kaesang. Sejumlah bisnis kuliner yang dijalankan masuk GK Hebat, perusahaan induk yang berkantor di Generali Tower, kawasan bisnis Gran Rubina, Jakarta Selatan.
Di mana, GK Hebat yang berdiri pada 2019 itu, membawahi Sang Pisang, Yang Ayam, Ternakopi, Siap Mas, Let’s Toast, dan Enigma Camp, serta menjalin kemitraan bisnis dengan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.
Sebenarnya, GK Hebat merupakan kolaborasi dari tiga perusahaan, masing-masing PT Siap Selalu Mas milik Gibran dan Kaesang; PT Wadah Masa Depan yang terafiliasi dengan keluarga Gandi Sulistiyanto.
Di PT Wadah Masa Depan, Anthony Pradiptya menjabat direktur utama, sementara Gibran sebagai komisaris utama dan Kaesang sebagai direktur. Ada juga Wesley Harjono (39), menantu Gandi Sulistiyanto, sebagai komisaris. Dan, PT Gema Wahana Jaya milik keluarga Theodore Permadi Rachmat, salah satu konglomerat.
Ubeid juga menyinggung pengangkatan Gandi Sulistyanto sebagai Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan.
Demikian pula Dhony Rahajoe, petinggi Sinar Mas ditunjuk Jokowi menjadi wakil kepala Otoritas Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Keduanya hanya kebetulan saja? Tentu saja ada relasi di baliknya.
Belakangan, Ubed harus gigit jari. Bahwa KPK benar-benar lumpuh katika berhadapan dengan istana. Alasannya, baik Gibran maupun Kaesang bukan termasuk penyelenggara negara.
"Jadi mohon maaf yang dilaporkan atas perbuatan yang perbuatan itu dilakukan pada saat itu oleh orang-orang yang bukan penyelenggara negara,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
Tentu saja ini bukan kebetulan. Pengalaman Andria dan Ubed membuktikan bahwa oligarki itu, benar-benar nyata. Relasi pengusaha dan penguasa, menindas kaum lemah. [Democrazy/Inilah]