DEMOCRAZY.ID - Nama Tomy Winata atau TW masuk ke pusaran permasalahan pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Namanya terseret karena perusahaan miliknya, Artha Graha Network (AG Network) disebut-sebut menjadi induk usaha dari PT Makmur Elok Graha (MEG).
PT MEG sendiri merupakan perusahaan yang mendapatkan hak pengelolaan terhadap 17.000 hektare (ha) lebih lahan di kawasan Rempang sejak 2004 hingga kini.
Sekitar 2.000 ha dari lahan itu lalu dijadikan sebagai tempat pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd.
Perusahaan itu pun telah berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar di kawasan tersebut dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China. Namun, sejak pekan lalu, masyarakat di kawasan itu enggan direlokasi hingga timbul lah bentrokan.
"Bahwa lahan yang kita sepakati diberikan ke PT MEG dari 2004 sampai hari ini itu adalah lebih kurang 17.600 ha dan khusus buat PT MEG di atas 17 ribu ada hutan lingdung 10.028 ha, sisanya 7.572 ha itu yang akan akan dikembangkan," kata Kepala BP Batam, Muhammad Rudi dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Jumat (15/9/2023).
"Perjanjian atau tanda tangan MoU antara PT MEG dan Xinyi di China itu hanya 2.000 ha ini yang akan kita kembangkan duluan dan bebaskan duluan dari saudara-saudara kita, masyarakat kita di sana," ungkap Rudy.
Sebetulnya, Tomy Winata juga kerap terlihat hadir dalam prosesi pengembangan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam yang melibatkan PT MEG.
Misalnya, saat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan acara Launching Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam pada 12 April 2023.
Saat itu, rencana investasi yang dilakukan oleh PT MEG di kawasan Rempang secara keseluruhan sampai dengan 2080 sebesar Rp 381 triliun, dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 306.000 orang.
Tomy nampak ikut berfoto sambil mengenakan kemeja biru bersam Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dalam website BP Batas sendiri, terinformasikan bahwa Komisaris sekaligus Juru Bicara PT MEG Fernaldi Anggadha mengatakan, pihaknya merupakan mitra dari BP Batam dan Pemko Batam dalam mengembangkan Pulau Rempang.
Pengembangan kawasan Rempang ini ia pastikan lebih mengutamakan masyarakat Rempang dalam proses pembangunan ke depannya.
"Kita (PT MEG) bersama BP Batam dan Pemko Batam sangat memperhatikan, bagaimana kepentingan dari warga disana," ujarnya dikutip dari bpbatam.go.id.
Dikutip dari berbagai sumber, Tomy Winata merupakan seorang yatim-piatu yang hidupnya dulu serba kekurangan. Ia memulai bisnisnya benar-benar dari nol.
Pada tahun 1972, Ia mulai merintis bisnisnya dengan mengerjakan proyek dari angkatan militer. Pada saat itu, ia dipercaya oleh pihak militer untuk membangun kantor koramil di kawasan Singkawang.
Setelah projek tersebut, hubungan bisnisnya dengan pihak militer pun terus berjalan, terutama dengan sejumlah perwira menengah hingga perwira tinggi.
Bisnisnya kian menggeliat usai dirinya membangun perusahaan kongsi bersama dengan Sugianto Kusuma atau Aguan dalam membentuk grup Artha Graha atau Artha Graha Network.
Seperti diketahui diketahui, cakupan bisnis sang Aguan meluas ke berbagai industri dan sektor di seluruh Indonesia. Mulai dari sektor properti, keuangan, Agro industri dan perhotelan yang menjadi 4 pilar utama bisnisnya.
Selain 4 bisnis inti tersebut, AG Network juga melakukan diversifikasi ke bidang usaha lain termasuk pertambangan, media, hiburan, ritel, IT & telekomunikasi, dan lain-lain.
Tomy Winata juga merupakan sosok di balik pemilik kawasan perkantoran SCBD yang dikelola oleh PT Danayasa Arthatama yang dikembangkan sejak tahun 1987 silam. Saat ini dia menjabat sebagai Komisaris bersama dengan Sugianto Kusuma sebagai Komisaris Utama.
Perusahaan tersebut sempat melantai di bursa. Danayasa Arthatama pertama kali menggelar initial public offering (IPO) pada 2002 dengan mengeluarkan 100 juta lembar saham. Saat itu, Tomy Winata menempati posisi sebagai Presiden komisaris PT Danayasa Arthatama.
Namun, pada April 2020 lalu Danayasa Arthatama dinyatakan resmi hengkang dari lantai bursa setelah otoritas bursa merestui voluntary delisting perusahaan.
Selain itu, Tomy Winata juga memiliki PT Jakarta International Hotels & Development Tbk. (JIHD) PT Jakarta International Hotels and Development Tbk. (JIHD) yang didirikan pada November 1969 dan mulai beroperasi pada bulan Maret 1974 dengan pembukaan Hotel Borobudur.
Tak hanya di sektor properti, Tomy Winata juga terjun ke bisnis sektor keuangan melalui PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC).
Sebagai informasi, Bank Artha Graha pertama kali berdiri pada 1973 dengan nama PT Inter-Pacific Financial Coorporation. Perusahaan ini kemudian melakukan merger dengan PT Bank Artha Graha pada 14 April 2005.
Namun, status kepemilkan Tomy Winata di INPC merupakan kepemilikan tidak langsung usai sejumlah perusahaan miliknya menggenggam porsi kepemilikan saham di bank ini. [Democrazy/CNBC]