DEMOCRAZY.ID - Sejumlah pengamat ekonomi satu suara dalam menilai janji kampanye yang sudah digaungkan tiga bakal calon presiden, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Ekonom menilai janji dari tiga kandidat ini masih bersifat populis untuk menggaet pemilih, namun hampir tidak mungkin untuk dijalankan kelak.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira menilai janji-janji bombastis memang selalu diutarakan setiap 5 tahun sekali menjelang Pemilihan Presiden oleh siapapun kandidatnya.
Dia menilai seringkali janji itu tidak merujuk pada kemungkinan anggaran yang tersedia untuk pelaksanaannya.
"Yang selalu jadi pertanyaan adalah uangnya dari mana?" kata Bhima ketika dihubungi, Senin (11/9/2023).
Tiga kandidat capres Prabowo, Ganjar, Anies mulai menggaungkan janji-janji apabila terpilih menjadi capres 2024.
Capres dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo muncul dengan program kerja yang dia beri nama 'Program Best Result Fast 2024-2029'.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus ini menjanjikan akan melanjutkan Program Presiden Joko Widodo terkait perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako dan sebagainya.
Dia juga menjanjikan makan siang dan susu gratis untuk semua murid di sekolah dan ibu hamil. Selain itu, Prabowo menilai gaji pegawai negeri sipil, TNI dan Polri perlu dinaikkan untuk mencegah mereka melakukan tindak pidana korupsi.
Capres dari PDIP, Ganjar Pranowo punya janji-janji yang mirip dengan Prabowo yaitu melanjutkan program Jokowi.
Ganjar misalnya berjanji untuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Terbaru, Ganjar dalam sesi wawancara bersama Rheinald Kasali menyebutkan punya Impian untuk menaikkan gaji guru.
Dia memperkirakan gaji yang layak untuk seorang guru adalah Rp 30 juta, sementara untuk guru yang baru mulai mengajar adalah Rp 10 juta. Dia mengaku miris dengan kondisi ekonomi para guru yang pas-pasan.
Adapun capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan belum secara terang menjabarkan program kerjanya.
Kerap dianggap sebagai antitesa Jokowi, Anies kerap menyoroti kebijakan ekonomi mantan Wali Kota Solo itu. Wabil khusus soal pemerataan pembangunan.
Partai Kebangkitan Bangsa sebagai partai asal bakal cawapres Anies, Muhaimin Iskandar punya janji lain.
Lewat sebuah tayangan video yang viral di media sosial, elite PKB Syaiful Huda mengatakan partainya bakal menggratiskan BBM apabila Cak Imin terpilih menjadi cawapres.
Bhima Yudhistira menilai Prabowo punya tugas untuk menjelaskan lebih detail mengenai program kesejahteraan yang ingin dia buat.
Menurut dia, ketika bicara mengenai program kesejahteraan hingga menaikkan gaji PNS, TNI, dan Polri, maka Prabowo harus menjelaskan sumber anggaran program tersebut.
"Karena dengan program yang bombastis dan populis itu pajaknya dari mana, sedangkan rasio pajak kita masih cenderung rendah," kata dia.
Bhima menilai bila tak dijelaskan, maka janji populis Prabowo justru bisa bikin pengusaha gerah.
Program kesejahteraan, kata dia, akan menggerus banyak anggaran. Ketika tidak ada solusi pembiayaan kreatif yang ditawarkan, kata dia, maka ujung-ujungnya sumber pembiayaan akan berasal dari pajak yang dibayarkan pengusaha.
"Ini justru bisa jadi blunder," tutur dia.
Bhima juga menilai solusi pemberantasan korupsi Prabowo, yakni menaikkan gaji PNS terbukti tidak ampuh.
Dia mencontohkan berbagai kasus yang mengguncang Kementerian Keuangan belakangan ini. Menurut dia, gaji PNS di Kemenkeu relatif tinggi, namun kasus korupsi tetap terjadi.
"Jangan sampai yang terjadi adalah pemborosan karena belanja pegawai sudah besar sekali," kata dia.
Untuk Ganjar, Bhima menilai bahwa keinginan kader PDIP itu untuk menaikkan gaji guru menjadi Rp 30 juta seperti mimpi di siang bolong. Dia meyakini anggaran negara tidak akan cukup untuk memberikan kenaikan gaji itu.
"Soal gaji guru Rp 30 juta itu absurd," kata dia.
Dia menyarankan Ganjar lebih baik berfokus pada perbaikan ketimpangan gaji guru yang berstatus aparatur sipil negara dan honorer.
Menurut dia, setelah itu barulah Ganjar bisa bicara mengenai kenaikan gaji rutin untuk para guru setiap tahun. Menurut dia, peningkatan gaji yang bertahap itu lebih masuk akal.
Sementara itu, Bhima mengatakan kritikan Anies terhadap Jokowi wajar karena mantan Gubernur DKI itu mengusung tema perubahan.
Dia menilai masalah utama pembangunan ekonomi era Jokowi adalah pemerataan. Namun, dia menilai kritik Anies masih belum lengkap karena tidak menawarkan solusi.
"Yang kurang dari kritik itu adalah apa solusinya," kata dia.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad satu suara dengan Bhima.
Dia menilai program pengentasan kemiskinan yang diusung Prabowo memang bagus. Namun dia menilai program perlindungan sosial masih sebatas solusi jangka pendek.
"Yang lebih bagus bagi mereka adalah penciptaan lapangan kerja," kata Tauhid.
Tauhid mengkritik keras usulan Ganjar untuk menaikkan gaji guru menjadi Rp 30 juta. Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak akan mampu membiayai angan-angan itu.
Dengan jumlah guru yang mencapai 3,37 juta orang, dia memperkirakan negara harus mengeluarkan biaya Rp 101 triliun setiap bulan untuk menggaji guru. "Berat banget," kata dia.
Setali tiga uang, Tauhid menilai janji kubu Cak Imin untuk menggratiskan BBM tidak mungkin terlaksana. Dia mengatakan tidak tepat sasaran merupakan masalah utama dari subsidi BBM saat ini.
"Jadi yang menerima bukan masyarakat bawah tetapi masyarakat menengah atas kalau modelnya subsidi harga seperti ini," kata dia.
Dia menilai Cak Imin lebih baik berfokus untuk menghilangkan subsidi salah sasaran itu. Caranya, kata dia, dengan memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin.
"Sebagian besar penerima subsidi BBM ini bukan orang tidak mampu, malah orang yang mampu, jadi ketidaktepatan sasarannya tinggi kalau modelnya masih harga seperti ini di SPBU," kata dia. [Democrazy/CNBC]