POLITIK

Konflik Wadas Belum Selesai, Warga 'Dipaksa' Terima Ganti Rugi Juga Alami Banjir Lumpur!

DEMOCRAZY.ID
September 02, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Konflik Wadas Belum Selesai, Warga 'Dipaksa' Terima Ganti Rugi Juga Alami Banjir Lumpur!



DEMOCRAZY.ID - Konflik di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo belum usai.


Sejumlah persoalan dari soal konsinyasi dan izin penetapan lokasi (IPL) tambang yang habis masih menghantui warga penolak tambang.


Warga penolak tambang andesit yang enggan melepas tanahnya saat ini terancam konsinyasi.


Konsinyasi merupakan penitipan ganti kerugian ke pengadilan negeri meskipun warga menolak melepas tanahnya.


Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Sudiman mengatakan, warga tidak punya pilihan karena ada intimidasi terus menerus, jika warga tetap menolak maka secara paksa ganti rugi akan dititipkan ke pengadilan (konsinyasi).


“Kami dipaksa hadir dan terus ditakut-takuti mau dikonsinyasi kalau masih menolak," Jelas Sudiman dalam keterangan resminya pada Jumat (1/9/2023).


Terhitung sejak bulan Mei 2023, warga sudah tiga kali diundang untuk musyawarah penetapan ganti kerugian.


Namun, warga terus menolak forum musyawarah tersebut karena memang warga Wadas menolak untuk melepaskan tanahnya.


Terakhir, Warga Wadas menghadiri undangan dari Kantor Pertanahan Purworejo dalam agenda Musyawarah Penetapan Bentuk dan Besaran ganti kerugian pada Kamis (31/8/2023).


Namun, pada tanggal 29 Agustus 2023, melalui Surat Nomor 2175.1/UND-33.06.AT.02.02/VIII/2023, Kantor Pertanahan Purworejo kembali mengundang warga untuk menghadiri musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian.


"Warga terpaksa menghadiri undangan tersebut karena surat undangan memuat ancaman. Dalam surat tertulis apabila warga tidak menghadiri forum musyawarah tersebut, maka warga Wadas dianggap menerima bentukbdan besarnya ganti kerugian," kata Sudiman.


Selain itu, Siswanto, salah satu pimpinan pemuda Wadas, mengatakan bahwa warga tidak punya pilihan selain mengikuti musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti tersebut.


Apabila tidak menghadiri musyawarah, maka dianggap menerima bentuk dan besaran ganti kerugian.


Ditambah lagi dengan ancaman-ancaman yang terus menerus dilakukan. Pada akhirnya dengan berat hati dan keterpaksaan, warga mengikuti prosedur yang ditentukan sepihak oleh pemerintah.


“Pemerintah enggak ngasih pilihan ke warga. Intinya skema ini disengaja untuk menjebak kami supaya melepas tanahnya,” ujar Sis.


Kemudian, Siswanto juga menegaskan, agenda musyawarah hari ini hanya musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian, bukan persetujuan pelepasan hak atas tanah.


Sehingga selama warga belum menandatangani persetujuan pelepasan hak, maka tanah di Desa Wadas sepenuhnya masih milik warga Wadas dan dalam penguasaan penuh warga Wadas.


“Kami nggak pernah tanda tangan melepas tanah kami. Lah wong tadi cuma musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian. Jadi gak ada dil-dilan soal jual menjual tanah. Kami cuma mendengarkan penjelasan dari pemerintah soal besaran nominal harga tanah kami,” ujarnya.


Terakhir, Siswanto menyampaikan bahwa adanya musyawarah ini bukan berarti warga berhenti berjuang menolak pertambangan. 


Karena menurutnya, aktivitas pertambangan akan mengancam kehidupan dan melahirkan bencana bagi Warga Wadas.


"Seperti yang sudah terjadi di lokasi akses tambang. Aktivitas pertambangan belum dimulai sudah dua kali banjir lumpur terjadi akibat pembukaan lahan," kata Siswanto. [Democrazy/Kompas]

Penulis blog