DEMOCRAZY.ID - Ada sebuah lagu daerah yang sejak peristiwa Gerakan 30 September PKI mendadak menjadi tabu didengarkan.
Sampai di titik tertentu, lagu tersebut dilarang didengarkan ke ranah publik dengan tuduhan terlibat dalam PKI.
Tak saja itu, lagu tersebut dianggap kategori penyulut pemberontakan oleh rezim orde baru, sehingga perlu dihentikan.
Lantas lagu daerah apa yang tidak mendapat tempat di masa pemerintahan Soeharto? Yuk simak.
Lagu Genjer Genjer
Ya, lagu tersebut adalah berjudul Genjer genjer, di mana pada masa Soekarno justru populer dinyanyikan, diciptakan oleh seniman Osing asal Banyuwangi, M. Arief.
Sejak diciptakan pada 1942, lagu Genjer genjer digunakan rakyat sebagai media kritik terhadap penjajahan.
Selain juga menggambarkan sebuah derita rakyat yang tak bisa makan walau sesuap dengan lauk Genjer.
Sayangnya, semenjak Orde Baru berkuasa, siapapun yang menyanyikan lagu Genjer genjer akan ditangkap dan diidentifikasi sebagai komunis.
Terlebih saat itu berhembus mitos santer bahwa lagu tersebut dinyanyikan pada saat 7 jenderal pahlawan revolusi disiksa dan dibunuh di lubang buaya.
Sementara sang pencipta lagu, M. Arief ditangkap oleh pemerintahan Orde Baru pada 1965 dan tidak pernah kembali.
Era Jokowi
Namun semua berubah pasca pemerintahan Presiden Jokowi, pada 11 Januari 2023, ‘atas nama negara’ secara resmi meminta maaf atas pelanggaran HAM berat yang sudah terjadi di tanah air.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” terang Jokowi, dikutip dari presidenri.go.id pada Senin, 25 September 2023.
Permintaan maaf presiden itu akhirnya memberi angin segar kepada sejumlah pihak yang menjadi korban pelanggaran HAM masa lalu, termasuk lagu dan tarian Genjer genjer yang dulu diharamkan Orde Baru. [Democrazy/Hops]