DEMOCRAZY.ID - Media asing kembali menyoroti kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya ini terlihat dalam tulisan CNBC International dan AFP.
CNBC International memuat liputan khusus soal ambisi Jokowi menjadikan RI sebagai pusat mata rantai kendaraan listrik.
Sementara AFP memuat bagaimana RI akan segera mengatur penjualan di media sosial dan e-commerce.
Kendaraan Listrik
Artikel soal kebijakan kendaraan listrik (electronic vehicle/EV) Jokowi dipantau CNBC International melalui artikel dengan judul 'Indonesia's EV ambitions could help boost investments in the rest of Southeast Asia'.
Kebijakan itu ditegaskan memang telah menarik investor global untuk datang meski tetap ada tantangan tersendiri yang dihadapi.
Walau RI disebut kaya akan sumber mineral penting untuk pembuatan baterai kendaraan listrik mulai dari tembaga, nikel, kobalt, dan bauksit, meningkatkan produksi akan menjadi pekerjaan rumah. Produksi dengan biaya rendah juga menjadi soal.
Bahkan analis mengatakan akan sulit bagi negeri ini bersaing dengan negara Asia Tenggara lain yang lebih unggul di kedua masalah itu. Yakni Thailandd, Vietnam dan Filipina.
"Akan sulit bagi Indonesia untuk menggantikan Thailand sebagai pusat produksi kendaraan regional," muat CNBC International mengutip analis Nishita Aggarwal.
"Karena Thailand sudah lama memiliki industri otomotif yang berorientasi ekspor. Indonesia juga akan menghadapi tantangan dari produsen berbiaya rendah seperti Vietnam dan Filipina," tambahnya lagi.
Meski begitu, pertumbuhan sektor kendaraan listrik di Indonesia diyakini dapat memberikan efek "halo" kepada negara-negara tetangganya.
Dengan menyediakan akses terhadap bahan-bahan utama baterai kendaraan listrik, RI disebut dapat menarik lebih banyak investasi dan membantu ASEAN.
"RI bisa membuat ASEAN sebagai sebuah kawasan untuk mengadopsi kendaraan listrik dengan lebih cepat dan lebih murah," tambah media itu mengutip Maybank.
Jualan di Media Sosial
Sementara itu kebijakan Jokowi soal berjualan di media sosial juga jadi sorotan. AFP menulisnya dalam artikel "Indonesia to regulate social media sales soon: leader".
"Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan peraturan baru mengenai perdagangan media sosial dapat disahkan secepatnya pada hari Selasa, karena pemerintah ingin mengekang penjualan platform teknologi yang dianggap merugikan bisnis lokal," muat media itu.
"Pengguna di Indonesia menghabiskan lebih banyak uang untuk TikTok dibandingkan negara lain di Asia Tenggara selama setahun terakhir, karena cabang e-commerce aplikasi tersebut berkembang pesat untuk memperoleh pangsa pasar regional yang besar dan jutaan penjual sejak peluncurannya pada tahun 2021," tambahnya.
Digambarkan pula bagaimana undang-undang itu akan menyerukan pemisahan kegiatan media sosial dan e-commerce. Sejumlah aplikasi ditarget dengan alasan "terlibat dalam praktik monopoli".
"Kami baru saja memutuskan dalam rapat tentang media sosial yang digunakan sebagai e-commerce. Besok, hasilnya akan keluar," AFP mengutip Jokowi dari sebuah tautan video.
"Payung besar dari regulasi yang mengatur transformasi digital harus dibuat holistik. Dengan begitu, perkembangan teknologi akan menciptakan ekonomi baru, bukan membunuh ekonomi yang sudah ada," muatnya lagi masih mengutip presiden.
Mengutip data, AFP memaparkan bagaimana Indonesia menjadi pasar TikTok terbesar kedua, dengan 125 juta pengguna. TikTok sendiri dimiliki oleh raksasa teknologi Tiongkok, ByteDance.
"Kepala eksekutif TikTok Shou Zi Chew mengunjungi Jakarta pada bulan Juni, berjanji untuk menggelontorkan miliaran dolar ke Asia Tenggara di tahun-tahun mendatang," muat media itu lagi.
Hal sama juga dimuat Reuters. Namun ditegaskan bahwa Jokowi tak menyebut secara spesifik perusahaan yang ditargetkan oleh revisi Permendag No. 50 Tahun 2023.
Kedua media juga menyebut telah meminta konfirmasi, salah satunya ke aplikasi TikTok terkait hal ini. Namun belum menerima jawaban sama sekali. [Democrazy/CNBC]