DEMOCRAZY.ID - Pengamat Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar kurang potensial untuk memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Menurut dia, Pasalnya elektabilitas kedua sosok itu masih kurang mendongkel satu sama lain.
"Karena lemahnya elektabilitas Anies kurang terbantu oleh elektabilitas Cak Imin yang belum optimal," kata Umam dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 Sepetember 2023.
Kabar Anies akan menggandeng Muhaimin sebagai calon wakil presiden dihembuskan Partai Demokrat pada Kamis kemarin, 30 Agustus 2023.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya menyatakan keputusan itu dibuat secara sepihak oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.
Riefky menyatakan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Anies tak dilibatkan dalam keputusan tersebut.
Padahal, menurut dia, Anies sebelumnya telah memilih Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, sebagai pendampingnya.
Anies gaet Muhaimin untuk hapus catatan politik identitas
Umam menilai keputusan Anies Baswedan memilih Muhaimin Iskandar tak lepas dari kalkulasi pentingnya kekuatan politik kelompok Nahdlatul Ulama (NU) untuk menutupi catatan politik identitas saat dia memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017. Akan tetapi, dia menilai PKB dan Muhaimin akan kesulitan untuk membelokkan suara NU.
Umam menjelaskan, selama setahun terakhir PKB yang terafiliasi bersama Gerindra dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Rays (KKIR) terus menyodorkan nama Prabowo Subianto ke kiai sepuh dan simpul-simpul pesantren di semua jaringan NU.
PKB juga kata Umam, meyakinkan konstituennya bahwa Prabowo tokoh pemersatu dan kelompok Islam kanan-konservatif saat ini berada di kubu Anies Baswedan.
"Maka hal itu akan sangat merepotkan mesin politik PKB," kata Umam.
Umam juga mengamati bahwa selama satu tahun ini pula para Kiai sepuh sudah terlanjur mendukung Prabowo Subianto.
"Kini harus diubah haluannya untuk mendukung Anies," ujarnya.
Padahal selama ini kata Umam, para kiai sepuh konstituen PKB tersebut beranggapan bahwa sosok Anies adalah pengeksploitasi politik identitas.
Sehingga dari kondisi ini, Umum menyimpulkan bahwa langkah politik Anies agak berat untuk recover elektabilitas.
"Jangan sampai salah perhitungan," kata dia.
Umam menilai langkah NasDem yang membentuk koalisi secara sembunyi-sembunyi dengan PKB penanda bagi berakhirnya Koalisi Perubahan untuk Perubahan.
Hal itu, menurut dia, mempertegas sikap NasDem yang setengah hati untuk berhadap-hadapan dengan pemerintah.
Meskipun telah dikucilkan dari koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, Umam menilai NasDem mencoba untuk melakukan negosiasi ulang.
"Alih-alih menantang pemerintah, Nasdem justru mencoba melalukan renegosiasi dengan kekuasaan," kata dia.
Selain itu, Umam pun meragukan tema perubahan yang digaungkan Anies dan NasDem dengan langkah melnggaet PKB dan Muhaimin ini.
Dia pun menilai koalisi baru NasDem dengan PKB sebagai sekoci koalisi baru bentukan Istana, hasil kompromi Surya Paloh dengan Jokowi.
Hal itu, menurut dia, juga terlihat dari keengganan Anies Baswedan mengkritik pemerintahan secara terbuka dalam berbagai kesempatan.
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh membenarkan soal kemungkinan duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar tersebut.
Akan tetapi dia menilai belum ada keputusan final soal itu. Sementara PKS meminta semua pihak bersabar. [Democrazy/Tempo]