DEMOCRAZY.ID - Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep akhirnya terjun ke dunia politik lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Tidak tanggung-tanggung, Kaesang langsung terpilih sebagai Ketua Umum PSI, tak lebih dari satu pekan setelah resmi menjadi kader partai.
Kaesang pun disorot. Selain berhasil menjadi ketua umum dalam proses serba kilat, jalan politik Kaesang dipertanyakan karena memilih partai yang berbeda dengan ayah dan kakaknya, Gibran Rakabuming Raka yang bernaung di PDIP.
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menyebut ada faktor Jokowi yang menjadi alasan kuat PSI memilih sosok Kaesang sebagai ketua umum partai.
Karena faktor Jokowi itu pula Asrinaldi melihat pilihan Kaesang ke PSI ketimbang PDIP bisa dibaca bahwa dukungan keluarga Presiden Jokowi tidak sepenuhnya ke PDIP.
Perbedaan itu, menurut Asrinaldi, terutama menyangkut dukungan calon presiden di Pilpres 2024. Kaesang jadi bukti bahwa dalam keluarga Jokowi, nama Ganjar Pranowo yang diusung PDIP belum sepenuhnya diterima.
PSI memang sudah sejak awal mendeklarasikan dukungan terhadap Ganjar. Namun, belakangan, dukungan itu mulai diragukan setelah PSI terlihat semakin mesra dengan Prabowo Subianto. Apalagi, jika melihat hubungan PSI dan PDIP yang masih berjarak.
"Secara langsung bisa dilihat bagaimana PSI mendukung Prabowo sebagai presiden. Jika Kaesang didaulat sebagai ketum sementara Kaesang adalah putra presiden yang direstui bergabung dengan PSI tentu secara tidak langsung Jokowi juga mendukung Prabowo," ujar Asrinaldi, Senin (25/9) malam.
PDIP disebut Asrinaldi harus bisa membaca manuver Kaesang ini untuk menangkap sikap politik keluarga Jokowi terkait pencalonan Ganjar.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul juga melihat masuknya Kaesang ke partai berlambang mawar itu tidak terlepas dari arahan Jokowi.
Selain itu, Adib menduga kehadiran Kaesang di PSI ini sebagai bridging alias jembatan penghubung untuk politik Jokowi.
Dengan merestui Kaesang di PSI, Adib menilai ada dua kemungkinan strategi Jokowi.
Pertama sebagai investasi politik Jokowi pasca-Pemilu 2024. Dalam konteks ini, PSI bisa jadi alat atau kendaraan politik baru Jokowi. Atau, kemungkinan kedua sebagai bentuk dukungan Jokowi kepada Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
"Saya kira Kaesang tidak bisa dilepaskan oleh dia anak presiden. Secara teori politik kan ada efek ekor jas kan di situ. Kalau Kaesang bukan anaknya pak Jokowi, mana bisa jadi Ketum PSI. Berdasarkan dari situ, saya kira bisa dikatakan apakah Kaesang ini settingan atau bahasa agak kasarnya boneka untuk kendaraan politik pak Jokowi setelah 2024 atau yang paling pendek adalah apakah ini juga sebagai bentuk dukungan Jokowi ke Prabowo. Ini kan akhirnya menimbulkan pesan politik seperti itu," tutur Adib.
Dari dua asumsi yang dibangunnya, Adib meyakini Jokowi masih bermain dua kaki di Pilpres 2024, yakni antara mendukung Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.
Merebut Ceruk Suara Pendukung Jokowi
Bagi PSI sendiri menunjuk Kaesang sebagai ketua umum partai dinilai sebagai langkah pragmatis yang jauh dari citra mereka sebagai partai anak muda.
Lewat Kaesang PSI disebut ingin ikut mengambil keuntungan dari popularitas dan approval rating atau tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo yang terbilang cukup bagus berdasarkan survei sejumlah lembaga.
PSI berharap dengan menggamit Kaesang, bisa mendapat limpahan elektoral imbas popularitas dan approval rating Jokowi.
"PSI memanfaatkan popularitas Kaesang untuk menarik pemilih Jokowi agar peluang partai ini sedikit terbuka untuk masuk parlemen," kata Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago.
Sementara menurut Adib, langkah PSI ini kental dengan nilai pragmatisme dan transaksional. PSI di tengah kemiskinan figur di internal partai, disebut Adib akhirnya memilih jalan pintas demi suara elektoral.
PSI disebutnya rela menanggalkan nilai-nilai idealisme sebagai partai anak muda.Nilai-nilai tersebut misalnya anti politik transaksional hingga nilai-nilai meritokrasi.
"Kaesang ini memang figur anak muda, walaupun kemarin sore, masih karbitan, tidak mau capek, dan ini semakin menegaskan bahwa pragmatisme, transaksional, karbitan, yang penting punya daya gedor, daya magnet elektoral, itulah PSI. Nyaris tidak ada kaderisasi," jelas Adib.
Arifki menilai apa yang ditempuh PSI lebih pas disebut sebagai sikap realistis. Pemilu yang semakin dekat membuat pilihan PSI kian terbatas untuk menyusun strategi menembus parlemen.
Arifki mengatakan target PSI adalah pendukung Jokowi. Karenanya, PSI jelas ingin mengambil sisi elektoral pendukung Jokowi yang ke PDIP atau partai koalisi lainnya.
"PSI memanfaatkan popularitas Kaesang untuk menarik pemilih Jokowi agar peluang partai ini sedikit terbuka untuk masuk parlemen," kata Arifki.
Arifki menilai daya tawar PSI akan diuntungkan karena Kaesang sudah dikenal. Sementara itu, Kaesang juga diuntungkan karena dia bukan 'petugas partai' melainkan ketum.
Namun Arifki belum bisa memprediksi apakah keputusan PSI menunjuk Kaesang sebagai ketum bisa membuahkan hasil maksimal.
Menurut Arifki, suara PSI berpeluang naik bila Kaesang mampu mengkapitalisasi pemilih yang suka Jokowi tapi belum punya pilihan partai politik. Namun itu juga sangat bergantung pada narasi yang diusung Kaesang nanti.
Hal serupa diutarakan Asrinaldi. Menurutnya, strategi PSI menunjuk Kaesang tidak menjamin partai itu bisa mudah lolos ke parlemen.
"Kalau (target lolos parlemen) ini memang berat. Tapi agenda ini harus menjadi target Kaesang. Kalau melihat kontestasi politik di antara partai pada Pemilu 2024 sulit bagi PSI," jelas Asrinaldi.
Sumber: CNN