AMIN Bisa Kalah, Kalau Sikap PKB Masih Seperti Gus Yusuf - DEMOCRAZY News

AMIN Bisa Kalah, Kalau Sikap PKB Masih Seperti Gus Yusuf

DEMOCRAZY.ID
September 18, 2023
0 Komentar
Beranda
AMIN Bisa Kalah, Kalau Sikap PKB Masih Seperti Gus Yusuf



DEMOCRAZY.ID - Sebagai warga Jakarta, sekaligus bagian dari umat Islam Ibu Kota yang ikut serta dalam sejumlah Aksi Bela Islam pada 2016 silam, saya cukup prihatin dengan potongan video Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Tengah KH M Yusuf Chudori atau Gus Yusuf yang beredar di media sosial, terutama Facebook.


Dalam video berdurasi 4 menit 2 detik yang mulanya seperti diunggah oleh akun Tiktok PKB Nganjuk (@pkbnganjukjatim) itu, Gus Yusuf menceritakan tentang dirinya –yang menurut klaim dia– hasil dialog empat mata selama 1,5 jam dengan bakal calon presiden Anies Baswedan. (Di akun TikTok PKB Nganjuk saat ini video tersebut sudah tidak ada lagi).


Video itu sepertinya dipotong dari sebuah ceramah panjang. Maksudnya untuk meyakinkan warga PKB tentang Bacapres Anies yang dipasangkan dengan Ketum PKB Gus Imin.


Ada dua poin yang disampaikan Gus Yusuf. Pertama soal ideologi. Kedua soal hubungan Anies dengan kelompok 212.


Dalam ceramah itu, Yusuf mengaku menanyakan kepada Anies tentang ideologi. Soal ini ditanyakan, karena Gus Yusuf mengeklaim Anies sulit diterima oleh warga PKB sebab selama ini mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah diframing sebagai seorang radikal.


Anies, klaim Gus Yusuf, lantas menjawab bila dirinya bukanlah seorang radikal. Anies mengaku sama dengan Gus Yusuf, dan bahkan ia juga mengaku pernah menjadi santri di Pesantren Pabelan selama tiga tahun.


Singkat cerita, karena Anies ternyata juga pernah nyantri, maka Gus Yusuf pun bertanya kepada audiens, “Masuk gak ini kiro-kiro?”


Soal yang pertama ini saya kira tidak menjadi masalah. Kalau Anda rajin mengikuti media sosialnya Anies Baswedan, Anda akan menemukan dokumentasi kegiatan Anies pada 12 Agutus 2023 lalu di Pabelan. Anies datang ke pondok tersebut dan disambut dengan banner “Alumni Pulang.”


Kedua, Gus Yusuf mengaku bertanya kenapa Anies bisa radikal dengan mengikuti kelompok 212.


Ini sejatinya pertanyaan aneh, wong pada pertanyaan pertama soal radikal sudah dibantah, kok pertanyaan lanjutannya masih seolah memaksakan bahwa Anies harus radikal.


Anies, kata Gus Yusuf, menjawab bahwa soal 212 itu terkait Pilgub DKI Jakarta 2017. Mengeklaim menirukan Anies, Gus Yusuf mengatakan bahwa dalam Pilgub DKI Anies melawan Ahok yang didukung kekuatan besar, baik kekuatan birokrasi, maupun dana. Nah, Anies -kata Gus Yusuf- mengaku tidak punya apa-apa untuk melawan kekuatan itu. Anies mengaku yang dipunya hanya satu, Allahu Akbar.


Karena itu, kata Gus Yusuf, Anies disebutnya menyepakati kampanyenya dengan Allahu Akbar. Dan terbukti Allahu Akbar-lah yang menang. “Ini soal EO“, kata Gus Yusuf menirukan.


Karena itu, lanjut Gus Yusuf, Anies mengatakan jika dirinya jadi berpasangan dengan Gus Imin maka terserah PKB dirinya akan di-make up-seperti apa. Bahkan, Anies mengaku siap jika dirinya disuruh memimpin tahlil. Tak hanya itu, Gus Yusuf bahkan mengeklaim Anies siap diadu mimpin tahlilan dan shalawatan dengan Ganjar dan Prabowo. “Ini soal akidah sama, sama-sama ahlussunnah,” kata Gus Yusuf.


Belum selesai sampai di situ. Gus Yusuf juga mengaitkan dengan ormas HTI dan FPI. Padahal dua ormas ini sudah bubar. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan, sementara Front Pembela Islam (FPI) Surat Keteterangan Terdaftar (SKT)-nya di Kemendagri tidak diperpanjang.


Menurut hemat saya, ini merupakan penjelasan Gus Yusuf yang paling sensitif dalam masa menjelang Pilpres seperti saat ini. Gus Yusuf mengeklaim bila Anies mengatakan, apa yang diungkapkan ini rahasia. Anies, kata Gus Yusuf, menyebut bila pentolan kelompok 212 masih di barisan 08 (Prabowo Subianto). Hanya disuruh tiarap dulu.


“Karena ngopeni (merawat) gerakan itu cost-(biaya)nya besar, saya tidak kuat jujur Gus. Yang kuat itu ya beliau itu (Prabowo, red). Jadi rumangsane (apa dikira) Allahu Akbar itu murah apa, itu cost-nya besar. Mereka masih disana,” kata Gus Yusuf.


[VIDEO]



Bagian Gus Yusuf yang menceritakan klaim jawaban-jawaban Anies itulah yang menurut saya bermasalah. Prinsipnya, silakan saja Gus Yusuf mengidentikkan Anies dengan kaum Nahdliyin. Itu sah-sah saja untuk meyakinkan warga Nahdliyin agar memilih AMIN. Sayangnya, pada bagian kedua di atas justru menurut saya nuansanya fitnah, menyakitkan kelompok 212 dan memecah belah pendukung AMIN.


Pertama, ungkapan jika dalam Pilgub DKI Anies bilang hanya punya Allahu Akbar ini berbahaya. Pernyataan ini jadi membenarkan bila Anies menggunakan “politik identitas” dalam Pilgub 2017 lalu.


Sependek yang saya ketahui tentang Anies, dia tidak pernah menggunakan diksi tersebut. Apalagi Anies-Sandi dalam kampanye Pilgub DKI Jakarta mengusung isu ekonomi dan kesejahteraan. Makanya slogan mereka “Maju Kotanya, Bahagia Warganya.”


Secara faktual, pada Oktober-Desember 2016, saat respon terhadap kasus penistaan agama oleh Ahok terus mencuat dan membesar dengan Aksi Bela Islam Jilid I-III, tidak ada kaitan antara kampenye Pilgub dengan Aksi Bela Islam. Anies-Sandi dan partai-partainya berkampanye dengan isu yang mereka angkat, sedangkan umat Islam yang disebut kelompok 212 itu juga berjalan sendiri dengan agenda mereka.


Ini terbukti sepanjang ABI, tidak pernah Anies-Sandi terlibat atau datang. Dalam Aksi Super Damai 2 Desember 2016 tidak ada yang namanya Anies di panggung aksi di Lapangan Monas. Yang justru ada adalah Presiden Jokowi, Wapres JK, Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI, dan sejumlah menteri lainnya.


Kedua, soal tahlilan dan shalawatan, apalagi ingin diadu segala, saya menduga tidak seperti itu. Bukan karakter Anies menantang-nantang dalam urusan seperti itu.


Ketiga, terkait tuduhan pentolan 212 masih di kubu Prabowo, ini juga ngawur bahkan menjurus fitnah. Sebab pasca bergabungnya Prabowo Subianto ke pemerintahan Jokowi, kabarnya sudah tidak ada lagi komunikasi dengan kelompok 212. Elite-elite 212 juga sudah tidak ada lagi yang berada di dekat Prabowo. Kecuali satu atau dua orang yang sejak awal mengeklaim telah dekat dengan Prabowo. Anies pun bisa dengan mudah tahu persis soal itu karena ia bisa mengakses Imam Besar Habib Muhammad Rizieq Syihab secara langsung.


Karena itu, mengatakan Anies seolah-olah menyebut “ngopeni” (merawat/menghidupi) kelompok 212 itu biayanya besar, itu patut diduga sebagai fitnah belaka. Tidak ada jejak rekam Anies berbicara dengan nada kalimat memojokkan kelompok tertentu seperti itu. Apalagi kaitannya dengan ‘cost’. Anies yang saya pahami adalah sosok pemimpin yang merangkul semua, menjangkau semua, dan tidak mengotak-kotakkan. Narasinya keadilan, kesetaraan.


Anies tidak pernah bernarasi memecah belah meski ia sering dipojokkan dengan pertanyaan-pertanyaan soal itu. Semua kelompok, kata Anies, adalah warga negara. Baik yang di kanan maupun kiri.


Apalagi jamak diketahui gerakan 212 yang diikuti jutaan umat Islam dari seluruh wilayah Indonesia dalam Pilgub DKI Jakarta merupakan pendukung dirinya. Lalu apa iya dia mau mencap negatif pendukungnya sendiri? Apa iya dalam Pilpres 2024 ini Anies mau kehilangan jutaan suara pendukungnya hanya karena ucapan dia yang menyinggung perasaan kelompok 212?


Ingat, pasangan AMIN bisa kalah jika narasi yang dikembangkan adalah seperti yang disampaikan Gus Yusuf. Betul bahwa ceramah tersebut dilakukan di depan Nahdliyin. Tetapi karena juga diunggah di medsos, non-Nahdliyin pun akhirnya juga tahu. Jika mereka tersinggung, tentu mereka akan lari dari AMIN.


Bila kelompok-kelompok Islam modern pendukung Anies (seperti PKS) dengan mudah dapat menjelaskan kepada jamaahnya untuk dapat menerima Gus Imin, tanpa mengumbar masa lalunya yang pernah mengusulkan perpanjangan jabatan presiden Jokowi, mengapa di kalangan Nahdliyin taktala menjelaskan tentang Anies harus dengan menginjak sesama kelompok pendukung?


Intinya begini, silahkan saja Anda mengindentikkan Anies ke dalam kelompok Anda. Agar mereka yakin dengan AMIN sebagai calon pemimpinnya. Tapi “mbok yao” jangan dengan menegasikan kelompok lain, apalagi kelompok 212 yang sejatinya sesama Aswaja. Janganlah terus-terusan berpartisipasi dalam melanggengkan persepsi perbedaan, dan kebencian tak berdasar.


“Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta.” (HR Tirmidzi). [Democrazy/SuaraIslam]

Penulis blog