DEMOCRAZY.ID - Prayitno Slamet Hariono (48 tahun), jemaah haji asal Sidoarjo, Jawa Timur, menggugat Kementerian Agama (Kemenag) terkait dugaan pelayanan haji 2023 yang buruk.
Gugatan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo dengan Nomor Perkara: 250/Pdt.G/2023/PN Sda pada Senin (14/8).
Dalam gugatan perdata itu, ia menuntut ganti rugi sebesar Rp 1,1 miliar kepada Kemenag RI, Kemenag Jatim, dan Kemenag Sidoarjo.
"Jadi gugatan saya ini ke Kemenag Kabupaten Sidoarjo, karena yang mengurusi administrasi sampai keberangkatan jemaah haji. Dua, Kemenag provinsi sebagai koordinator semua Kemenag Kabupaten/Kota dan Kementerian RI dalam hal ini menteri agama yang bertanggung jawab atas jemaah haji Indonesia ketika berada di arab saudi, baik itu penginapan, makanan, keselamatan, transportasi," ujar Prayitno saat dikonfirmasi, Jumat (18/8).
Prayitno menjelaskan, dirinya merupakan Jemaah Haji Embarkasi Surabaya Kloter 17. Ia menjalani ibadah haji periode 30 Mei 2023 sampai 11 Juli 2023.
Dia menerangkan, pada tanggal 26 Juni, 2-4 Juli 2023, dirinya dengan jemaah haji kloter 16-17 tidak mendapatkan jatah makanan katering saat di Makkah.
Seharusnya, para jemaah haji itu mendapatkan jatah makan tiga kali sehari.
Dari informasi yang ia terima, ketika itu petugas katering haji sudah meninggalkan lokasi karena tengah mempersiapkan makanan di Arafah dan Mina.
"Dasar gugatan ini karena kami jemaah haji Indonesia, kloter 16-17, di dalam hotel itu jemaah haji tidak diberi makanan selama tiga hari," terangnya.
Prayitno dan jemaah lainnya pun bingung karena tak dapat jatah makan. Akhirnya mereka berinisiatif membeli peralatan dan bahan masak untuk makan.
“Saat manasik kami selalu dijelaskan dilarang bawa magic com, wajan, panci. Akhirnya begitu ada informasi enggak dapat makan tiga hari ya bingung kami. Setelah itu kami jemaah urunan beli magic com, wajan panci, mi beras, telur, mi. Kalau habis urunan lagi,” ucapnya.
Saat menuju Mina, mereka juga tidak mendapat makan pada pagi dan siang hari. Dua kloter itu hanya mendapat makanan saat malam harinya.
“Mina itu tanah lapang dan cuacanya panas, akibatnya banyak jemaah yang pingsan karena dehidrasi, saya sendiri hampir pingsan karena kepanasan menunggu di tanah lapang tanpa air minum yang cukup dan dengan kondisi perut kosong karena tidak mendapatkan jatah sarapan,” ungkapnya.
Prayitno menyampaikan, ketika di Madinah dan Makkah pun mereka mendapatkan makan yang menurutnya kurang layak.
"Contohnya cuma diberikan nasi putih dan lauk sambal goreng tahu tempe saja, atau nasi kuning dan orek telur. Apakah begini cara pemerintah dalam menghormati Tamu Allah? Bagaimana jemaah haji akan mendapatkan tenaga untuk melaksanakan ibadah haji apabila makanannya seperti itu?” ujar dia.
Selain makanan, kata Prayitno, ratusan jemaah kloter 17 itu juga sempat ditelantarkan saat menunggu bus jemputan sari Musdalifah ke Mina.
Mereka seharusnya dijadwalkan berangkat setelah subuh. Akan tetapi, mereka baru dijemput pada pukul 11.00 siang waktu Arab Saudi.
“Bahkan ada Jemaah Haji lainnya yang baru diangkut jam 13.30 waktu Makkah, tanpa mendapat sarapan dan harus menunggu di tanah lapang yang sangat panas sekali,” terangnya.
“Dalam keadaan seperti itu, tidak ada Anggota DPR RI atau petinggi Kementerian Agama maupun Menteri Agama yang peduli, mendatangi jemaah atau bertindak apa pun padahal mereka sudah sampai di Mona,” lanjut dia.
Prayitno membeberkan, ada sekitar 11 kali jatah makan kloter 17 yang tidak dibagikan. Kemudian, mereka juga ditelantarkan kurang lebih selama 10 jam.
“Kemungkinan hal tersebut juga terjadi kepada semua Jemaah Haji Indonesia,” bebernya.
Sehingga, ia menganggap Kemenag telah melanggar Peraturan Menteri Agama No 14 tahun 2012 Bab IX tentang Pelayanan Akomodasi dan Konsumsi Haji.
Ia pun menggugat dengan Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum.
Tuntutan ganti rugi yang ia layangkan dengan rincian Rp150 juta kerugian materiel dan Rp1 miliar kerugian immateriel.
Prayitno juga meminta agar Kemenag meminta maaf kepada jemaah haji Indonesia.
“Karena sampai sekarang Menteri Agama tidak minta maaf, tidak pernah menyampaikan kompensasi apa pun,” tandasnya. [Democrazy/Kumparan]