EKBIS POLITIK TRENDING

Para Ahli Kritik Capres: Tak Ada Ide Soal Kebijakan Ekonomi!

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
TRENDING
Para Ahli Kritik Capres: Tak Ada Ide Soal Kebijakan Ekonomi!


DEMOCRAZY.ID - Jelang empat bulan hingga masa kampanye Pemilu pada November 2023-Februari 2024, kalangan ekonom menganggap belum ada calon presiden yang secara spesifik menyampaikan ide-ide kebijakan ekonominya.


Saat ini, memang sudah santer nama capres yang diusung beberapa partai politik. Di antaranya Ganjar Pranowo yang diusung PDIP-PPP, Anies Baswedan didukung NasDem-Demokrat-PKS, dan Prabowo Subianto yang telah dideklarasikan poros Gerindra-PKB.


Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia , Mohammad Faisal mengungkapkan, kondisi ini menunjukkan keterbatasan para capres dalam memahami isu-isu strategis makro ekonomi yang menjadi solusi perekonomian Indonesia.


"Dan semestinya substansi-substansi ini yang muncul untuk sebagai bagian dari program atau pemikiran yang mereka sodorkan ke depan sehingga mereka bisa di ketahui oleh masyarakat sebagai pemilih mereka," kata Faisal kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/8/2023).


Faisal menilai, kebijakan ekonomi saat ini yang sangat butuh didengar masyarakat terkait transformasi ekonomi Indonesia. 


Ini berkaitan erat dengan upaya pemerintah mendatang menghadapi tekanan ekonomi global hingga lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju.


"Transformasi yang artinya pendekatan pembangunan ekonomi ke depan tidak dengan bisnis as usual, tidak butuh dengan cara yang sama ya, karena kita membutuhkan percepatan," ucap Faisal.


"Walaupun beberapa hal yang sudah ada yang dilakukan pada saat sekarang mengarah pada transformasi, tapi belum terlalu esensial, perlu banyak perbaikan, dan ini yang semestinya disodorkan atau disampaikan oleh para capres itu," tuturnya.


Faisal mengakui, sebetulnya pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memiliki konsep yang baik dan arah yang betul untuk menghadapi permasalahan ekonomi utaka Indonesia seperti middle income trap, melalui pembangunan infrastruktur, hilirisasi, hingga ekonomi hijau.


Namun, garis besar itu masih belum mampu membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia makin cepat untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. 


Maka, ia mengingatkan capres mendatang harus mengakomodir implementasi detail kebijakannya secara benar.


"Banyak kelemahan di sini yang harus diperbaiki, baik dari sisi efektifitas dalam mencapai tujuannya, maupun dalam hal inklusivitas, artinya bukan hanya menekankan pada pencapaian tujuan pertumbuhan ekonomi dan lain-lainnya, tapi bagaiamana trickle down effect nya, pemerataannya bagi masyarakat," tegas Faisal.


Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, sebetulnya, salah satu kandidat capres, yakni Anies Baswedan sudah kerap kali menyuarakan persoalan ekonomi itu.


"Sebenarnya Anies sudah banyak memulai soal masalah ketimpangan wilayah, efektivitas infrastruktur, dan mobil listrik. Justru belum terdengar dari Ganjar dan Prabowo soal gagasan ekonomi ke depan," tutur Bhima.


Kendati begitu, ia mengakui, pembahasan isu-isu ekonomi itu belum mencapai tataran esensinya. Ini menurutnya disebabkan dua faktor, pertama, sebagian besar pemilih berasal dari milenial dan gen Z sehingga para kandidat capres merasa lebih urgen menampilkan pencitraan di media sosial. Isu yang diangkat lebih ke isu permukaan.


Kedua, ia melanjutkan, tim yang berada di belakang para kandidat masih butuh waktu merumuskan konsep gagasan ekonomi. 


Biasanya menjelang Oktober-November ketika capres dan cawapres sudah resmi melalui proses pendaftaran KPU, Bhima menganggap baru ada agenda kampanye yang menyentuh isu ekonomi secara menyeluruh.


Namun, ia mengingatkan, penting dari sekarang ketiga kandidat mulai menawarkan jalan keluar sendiri atas masalah ekonomi hari ini dan pasca 2024. 


Misalnya bicara soal masalah lapangan kerja bagi anak muda karena masih tinggi nya tingkat pengangguran usia muda, hingga soal transisi energi.


"Saya khawatir isu soal JETP, pasar karbon, hingga alternatif pembiayaan berkelanjutan belum banyak dipahami oleh para bacapres. Soal pangan dan tekanan daya beli juga penting. Sayang kalau isu ekonomi yang krusial belum banyak dimunculkan oleh kandidat. Padahal dalam berbagai survei, pemilih cukup perhatian terhadap masalah ekonomi," tuturnya.


Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menganggap, belum adanya gagasan-gagasan penanganan permasalahan ekonomi ini disebabkan para kandidat capres masih terjebak pada persoalan pembentukan koalisi.


"Jadi belum mengangkat isu strategi dan program yang akan ditawarkan nanti dalam kampanye. Koalisi dan cawapres saja masih belum ketahuan, bagaimana mereka akan menawarkan strategi dan program ekonomi," ungkap Piter.


Oleh sebab itu, Piter menilai, pembahasan isu-isu ekonomi yang kerap digaungkan para kandidat capres masih mengakomodir isu-isu ekonomi di tataran media sosial, meskipun sudah memiliki tim-tim tersendiri.


"Tapi tim nya juga masih bisa berubah kalau nanti koalisi dan cawapres sudah terbentuk. Mereka juga dudah punya konsep ekonomi, tapi belum akan mereka sampaikan ke publik untuk saat ini. Kalaupun ada yang disampaikan masih sebatas di sosmed yang belum terstruktur," ujar Piter. [Democrazy/detik]

Penulis blog