POLITIK TRENDING

Modus Baru Pembungkaman Hak Berpendapat, Haris Azhar: Kritik Dianggap Fitnah dan Hinaan!

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
TRENDING
Modus Baru Pembungkaman Hak Berpendapat, Haris Azhar: Kritik Dianggap Fitnah dan Hinaan!


DEMOCRAZY.ID - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar menilai ada modus baru mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat. 


Yaitu kritik terhadap pejabat dianggap sebagai sebuah fitnah dan hinaan. Modus itu sudah berjalan beberapa tahun terakhir.


"Jadi banyak kritik kemudian direspons dengan cara itu dianggap sebagai fitnah atau dianggap sebagai hinaan, begitu. Lalu dianggap itu berita bohong," kata Haris dalam diskusi daring Crosscheck dengan tajuk 'Mengepung Rocky Gerung Siapa Untung?' pada Minggu (6/8/2023).


"Itu modusnya, polanya seperti itu di tiga-empat tahun terakhir ini, banyak yang diarahakan seperti itu," sambungnya.


Kritik dianggap sebagai hinaan itu kerap dilakukan oleh sejumlah pihak dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, kritik-kritikan tersebut kemudian malah dianggap sebagai berita bohong.


"Jadi ketika ada kritik muncul dari warga lalu dia dibahasakan sebagai atau dianggap sebagai sebuah kebohongan. Isi kritik dianggap sebagai sebuah kebohongan, lalu visual kritiknya dianggap sebagai fitnah gitu. Jadi ada dua materinya dan juga visualnya," tutur Haris.


Menurut dia, berjalannya modus baru tersebut merupakan konsekuensi dari pola kekuasaan yang hanya menguntungkan segelintir orang. 


Imbasnya kebijakan pemerintah yang berkuasa hanya menguntungkan segelintir orang dan tidak merugiakan masyarakat luas.


Menurut Haris, modus baru itu muncul belakangan lantaran penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal karet yang dikenakan terhadap pengkritik untuk kepentingan orang banyak.


"Baru satu dua tahun terakhir aja angka pemidanaan dengan menggunakan ITE itu menurun. Tetapi jumlah menurun quantity-nya itu kalau dilihat secara kualitas bekakangan ini sebetulnya banyak teman-teman yang melakukan advokasi, para peneliti, para ahli atau kelas menengah advokasi yang banyak bersuara untuk kepentingan banyak orang atau masalah-masalah sistemik," tuturnya.


Pakar soal Ramai Polisikan Rocky Gerung: Aneh, Tak Paham Hukum


Akademisi Rocky Gerung dilaporkan ke pihak kepolisian setelah dianggap menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kata 'bajingan-tolol'. 


Namun pakar hukum menegaskan para pelapor disebut juga tak memiliki kedudukan hukum (legal standing).


Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan laporan yang disampaikan para relawan Jokowi tak bisa dilakukan karena pasal penghinaan presiden merupakan delik aduan.


"Tidak bisa (melaporkan) itu kan delik aduan. Kalau bukan orang yang merasa dihina yang melaporkan ya tidak bisa diwakilkan orang lain," ujar Feri, Jumat (4/8).


Ia menilai para pelapor tak memahami konteks hukum, khususnya terkait penghinaan terhadap presiden yang seharusnya dilaporkan oleh orang yang merasa terhina saja.


"Jadi aneh saja, ini bukan tidak mungkin orang yang melaporkan Rocky tidak memahami konteks hukum," tuturnya.


Senada, Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' menilai sejumlah pasal dalam laporan Relawan Indonesia Bersatu ke Polda terhadap Rocky tak relevan.


Menurut Castro, pasal yang dituduhkan kepada Rocky bukan terkait penghinaan presiden, melainkan ujaran kebencian dan berita bohong. 


Dia menganggap pasal-pasal itu hanya akal-akalan untuk menyeret Rocky ke meja pengadilan.


"Apapun pasalnya, yang penting bisa menyeret lawan politik ke pengadilan. Kan itu poinnya," kata Castro, Selasa (1/8).


Pada Pasal 28 ayat 2 misalnya, dalam laporan itu, berbunyi:


"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".


Atau, Pasal 45A ayat (2) UU ITE yang berbunyi:


"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".


Castro menilai pernyataan Rocky tak memenuhi unsur pidana jika merujuk dua di antara beberapa pasal yang dituduhkan.


"Pernyataan Rocky hanya kritik biasa seorang rakyat kepada Presiden RI dan tidak bisa dikualifikasi dapat menyebabkan kegaduhan. Kan ini yang selalu kita protes, termasuk terhadap KUHP yang baru," kata Castro.


Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar juga berpendangan sama. Ia menyarankan Jokowi untuk membuat surat kuasa kepada kuasa hukumnya apabila hendak melaporkan Rocky ke polisi.


Setelah itu, kata Haris, kuasa hukum Jokowi harus melakukan komunikasi terlebih dahulu kepada Rocky Gerung terkait maksud perkataannya.


"Jadi, harus Pak Jokowi yang melapor atau sementara bisa kasih surat kuasa untuk melaporkan," tutur Haris.


Akan tetapi, kata Haris, Jokowi juga harus siap diperiksa selama 6 jam oleh pihak kepolisian dan 8 jam dalam persidangan jika melaporkan pengkritiknya.


"Tapi harus siap nanti begitu masuk ke persidangan dia akan diperiksa 6 sampai 8 jam. Apalagi yang dilaporkan dua bersama Refly Harun," kata dia. [Democrazy/suara]

Penulis blog