DEMOCRAZY.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) agar menetapkan Ketua PDIP Sumut Rapidin Simbolon sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di Kabupaten Samosir.
“LBH Medan mendesak Kejati Sumut segera melakukan penyidikan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang diduga adanya keterlibatan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon,” tegas Wakil Direktur LBH Medan Muhammad Alinafiah, Selasa (29/8).
Dikatakan Alinafiah, hal itu diketahui berdasarkan putusan hakim Mahkamah Agung (MA) dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi dengan terdakwa Jabiat Sagala. Dari salinan putusan nomor: 439 K/Pid.Sus/2023.
“Dalam pertimbangan hukumnya, MA menilai Rapidin Simbolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati dana Covid-19 untuk kepentingan pribadi dengan cara Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan stiker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat,” sebut Alinafiah.
Menurutnya, maka secara hukum dapat dijadikan sebagai bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang dilakukan oleh Rapidin Simbolon saat menjabat sebagai Bupati Samosir.
“Putusan kasasi ini dapat dijadikan bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan sudah sepatutnya Kejati Sumut menindak lanjutinya dengan melakukan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Rapidin Simbolon dan pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat. Sebab bila tidak, akan menimbulkan kesan kebal hukum terhadap mantan Bupati Samosir ini,” tegas Alinafiah.
Selain itu, sambung Alinafiah, perilaku tidak terpuji ini sangat melukai hati masyarakat karena memanfaatkan momentum penanggulangan covid-19 ini untuk pencitraan dalam keadaan bencana dan masyarakat tengah resah akan potensi kematian karena penularan Covid-19 yang paket bantuan seolah-olah dana penanggulangan Covid-19 berasal dari dirinya.
“Maka dari itu LBH Medan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut untuk segera melakukan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 dan menetapkan Rapidin Simbolon sebagai tersangka berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 439 K/Pid.Sus/2023 dan sesegera mungkin melimpahkannya ke Pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan,” ujarnya.
Diketahui, lanjut dikatakan Ali, sebelumnya MA telah menerbitkan putusan terhadap mantan Sekda Samosir Jabiat Sagala dengan memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan Nomor: 35/Pid.Sus-TPK/2022/PT MDN, pada 17 Oktober 2022.
“Dan mengubah putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn, pada tanggal 18 Agustus 2022, dengan menjatuhkan pidana penjara selama 1 satu tahun 3 bulan dan denda sebesar Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan,” pungkasnya.
Didemo Mahasiswa, Kejati Janji Usut Dana COVID 'Dinikmati' Ketua PDIP Sumut
Sejumlah mahasiswa melakukan demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk meminta dugaan keterlibatan Ketua PDIP Sumut Rapidin Simbolon di dalam kasus korupsi dana penanganan COVID-19 di Samosir diusut. Nama Rapidin disebut ikut menikmati dana bantuan COVID tersebut.
"Dengan ini mendesak dan meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memeriksa keterlibatan mantan Bupati Rapidin Simbolon selaku penanggung jawab Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19 di Kabupaten Samosir dengan anggaran Rp 1,8 miliar," kata koordinator aksi dari Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara, Rahmat, Kamis, (24/8/2023).
Rahmat mengatakan pihaknya akan mendatangi kembali Kejati Sumut apabila Rapidin Simbolon tidak kunjung diperiksa dalam waktu 7 kali 24 jam.
"Kami mahasiswa memberikan waktu kepada pihak Kejatisu paling lama 7 kali 24 jam," jelasnya.
Bagian Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumut, Lamria Sianturi, menyebutkan surat putusan MA telah dibaca oleh pihak intelijen Kejati Sumut.
"Untuk keterlibatan dari mantan Bupati Rapidin Simbolon kami mohon bersabar. Surat telah dibaca oleh intelijen dan pasti akan ditindaklanjuti," jelas Lamria.
Keterlibatan Rapidin di Kasus Korupsi Dana COVID-19
Terungkapnya keterlibatan Rapidin Simbolon dalam kasus tersebut berdasarkan vonis hakim Mahkamah Agung (MA) dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi dengan terdakwa Jabiat Sagala.
Dari salinan putusan nomor 439 K/Pid.Sus/2023, dalam pertimbangannya hakim menyebut Rapidin dinilai terbukti memanfaatkan dan menikmati dana COVID-19 untuk kepentingan pribadi.
"Bahwa terdakwa menjabat sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Samosir hanya selama 14 (empat belas) hari sejak tanggal 17 Maret 2020 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 89 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020, kemudian sejak tanggal 31 Maret 2020 digantikan oleh Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., selaku Bupati Kabupaten Samosir berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 117 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020," kata Ketua Majelis Hakim Eddy Armi dikutip detikSumut dari putusan MA, Sabtu, (12/8/2023).
Setelah menjadi Ketua Pelaksana Gugus Tugas, Rapidin bersama relawan menyerahkan bantuan ke masyarakat. Di kantong bantuan itu terdapat wajah Rapidin.
"Selanjutnya Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat. Maka dengan demikian pengelolaan Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan COVID 2019 terbukti justru dimanfaatkan dan dinikmati untuk kepentingan pribadi Bupati Samosir Drs. Rapidin Simbolon, S.E., M.M., dan Wakil Bupati," demikian isi putusan tersebut.
Diketahui di Pengadilan Tipikor Medan Jabiat divonis hakim satu tahun penjara, padahal tuntutan jaksa tujuh tahun penjara.
Atas vonis itu jaksa melakukan banding dan vonis di tingkat banding naik menjadi dua tahun. Sedangkan di tingkat kasasi vonis berkurang menjadi satu tahun tiga bulan. [Democrazy/Waspada]