DEMOCRAZY.ID - Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini mulai menunjukkan gaya otoriter. Sudah semakin mirip dengan era kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menyinggung pemerintahan Presiden Jokowi, dalam acara seminar bertajuk ‘Pemuda untuk Politik’ di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/7).
“Waktu zaman Pak Harto demokrasi juga berjalan dengan baik awalnya. Semua pemerintahan itu demokratis kira-kira 10 tahun. Soeharto itu 10 tahun (memimpin) masih baik, dalam artian demokrasi, setelah itu lebih otoriter,” kata JK.
Kalla menambahkan sekarang juga pada masa pemerintahan Jokowi kelihatannya sudah semakin dekat dengan era Soeharto.
“Sekarang juga begitu kelihatannya, setelah 10 tahun, ah munculah, mulai macam-macam. Berbagai masalah,” tegas JK.
JK mengungkapkan situasi yang mirip juga terjadi di era kepemimpinan Presiden ke-1 RI Soekarno.
Kalla menceritakan, awal mula republik berdiri tak jelas sistem negara yang dipakai antara presidential atau parlementer. Kemudian pada tahun 1950 sistem negara menggunakan konsep parlementer.
“Sampai pada tahun 1957, barulah demokrasi presidensial. Setelah kembali ke UUD 1945,” ungkap JK.
Kalla menambahkan syarat konstitusi yang hanya memberikan jabatan presiden maksimal dua periode diberlakukan agar tidak ada kekuasaan absolut yang akhirnya mengarahkan sistem negara menjadi otoriter.
“Jadi itulah sebabnya kenapa UUD kita memperbolehkan presiden dan wapres itu hanya dua kali (periode). Itulah tiga kali itu enggak bisa lolos karena itu (konstitusi) UUD,” tutur JK.
Untuk diketahui, pada masa pemerintahan Soeharto selama 32 tahun yakni dari tahun 1966 -1998, masyarakat tidak bebas mengeluarkan pendapat. Gaya otoriter pun diterapkan.
Hingga akhirnya pada tanggal 21 Mei, masyarakat bersama mahasiswa akhirnya berhasil meruntuhkan rezim Soeharto.
Ini Sebabnya Panda Nababan Sebut Jokowi 'Lebih Mengerikan' dari Soeharto
DEMOCRAZY.ID - Politisi Senior PDI Perjuangan (PDIP), Panda Nababan menyebut kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa berkuasa tanpa bantuan `tukang pukul`.
Pernyataan disampaikan Panda pada perbincangannya di Indonesia Lawyers Club.
Pada perbincangan itu, Panda menyebutkan bahwa Jokowi memiliki gaya menaklukan lawan politik tanpa tukang pukul.
"Dia [Jokowi] bisa menaklukkan musuh-musuh politiknya tanpa tukang pukul, jadi kalau Soeharto punya Benny Moerdani dan lain-lain, Jokowi enggak," ungkap Panda Nababan.
"Dia dapat ditaklukan lawannya, hampir semua kandidat dan menteri ngomong apa-apa tergantung presiden boleh enggak," imbuhnya.
Bahkan gerak-gerik balas dendam politik Jokowi sampai disebut lebih ngeri ketimbang Soeharto.
Dalam pernyataan itu, Panda bercerita soal balas dendam Jokowi pada Manyan Panglima TNI, Gator Nurmantyo.
Jokowi pada ulang tahun TNI di Cilegon dibuat jalan kaki hingga naik ojek saat Gatot menjabat sebagai Panglima TNI.
Usut punya usut, pihak Gatot tak mempersiapkan lalu lintas dengan baik untuk menyambut kedatangan presiden dan para menteri sehingga rombongan pemerintah tak dapat lewat.
"Satu bulan atau dua bulan kemudian di pesta pernikahan anaknya Jokowi, Rizal Ramli di samping saya, bilang bang udah tahu Raja Jawa Soeharto yang sadis? Ini [Jokowi] lebih sadis lagi," kata Panda Nababan.
"Kau ngomong apa rizal kataku, dia bilang kau lihat dulu di mana panglima Gatot duduk. Biasa koleganya yang lain pakai mawar merah panitia, mau nyalam karpet merah itu enggak bisa dilewati Gatot, waktu pulang mobilnya enggak bisa masuk, istrinya duduk di kursi plastik nunggu mobil bus," imbuhnya.
Kejadian tersebut yang dianggap Panda sebagai salah satu trik politik Jokowi untuk membalas dendam pada orang yang pernah membuatnya sakit hati.
"Terus saya bilang sama Rizal, permainan saja itu dan benar 5 bulan sebelum waktunya dicopot lah Gatot, itu lah style daripada Jokowi," ujar Panda. [Democrazy/TP]