DEMOCRAZY.ID - Economist Intelligence Unit (EIU) membagikan perkiraan ekonomi, industri dan politik Indonesia pada lima tahun ke depan.
Lembaga riset yang dibentuk pada 1946 ini merilis perkiraan untuk Indonesia pada awal bulan ini (1/7/2023). Riset EIU dibuka dengan perkiraan Presiden Indonesia ke-8.
EIU meyakini, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan meneruskan kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia ke depan.
"Ganjar Pranowo akan mempertahankan koalisi besar namun longgar dalam upaya meminimalkan konflik kebijakan," ungkap EIU, dikutip Selasa (25/7/2023).
Dari pernyataan ini, EIU menjabarkan kondisi ketahanan politik Indonesia dalam lima tahun ke depan. Dari sisi ini, EIU melihat penerus Jokowi, Ganjar Pranowo, akan menggunakan strategi 'Tenda Besar' untuk menampung politisi dari partai saingan ke dalam administrasi selanjutnya.
"Hal ini akan membantu menjaga stabilitas politik dalam pemerintahan, pada saat itu biaya pembuatan kebijakan yang efisien," tegas EIU.
Menyertai kemenangan Ganjar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diperkirakan akan tetap menjadi partai penguasa terbesar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Survei publik memberi PDI-P keunggulan yang konsisten atas rival terdekatnya, Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
"Pelonggaran inflasi harga konsumen yang diantisipasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi dari pertengahan 2023 akan menjadi pertanda baik bagi PDI-P dan calon presidennya," ungkap EIU.
Sementara itu, Prabowo Subianto, menteri pertahanan saat ini dan calon presiden sebelumnya, telah mendapatkan dukungan untuk kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) Gerindra.
"Namun, perkiraan dasar kami mengasumsikan bahwa Pak Subianto akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden sebagai calon wakil presiden dari Pak Pranowo di bawah kesepakatan koalisi antara PDI-P dan Gerindra," tulis EIU.
EIU meyakini Jokowi akan memainkan peran penting dalam mengatur hasil ini.
Keputusan ini akan memecah pilpres 2024 menjadi dua poros besar. Meskipun NasDem terwakili dalam pemerintahan koalisi, Jokowi kemungkinan akan berupaya mengganti menteri-menterinya guna mengisolasi partai tersebut menjelang pemilu.
EIU melihat penangkapan Menteri Komunikasi Johnny Plate yang merupakan anggota NasDem pada Mei lalu mempercepat proses ini.
Duet Ganjar-Prabowo
Dengan Ganjar dan Prabowo di tampuk kepemimpinan, Indonesia akan terus mengupayakan kebijakan luar negeri 'omnidirectional' alias 'segala arah' pada tahun 2023-2027.
Tentu saja dengan tujuan menjaga agar tidak ada keberpihakan yang signifikan terhadap satu negara atau blok tertentu dengan mengorbankan negara atau blok lain.
Meskipun demikian, gesekan kecil akan berasal dari ketegangan teritorial antara Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China.
Di dalam ASEAN, hubungan antara Indonesia dan Malaysia akan meningkat secara nyata selama periode lima tahun ke depan, menyusul resolusi maritim yang telah berlangsung lama.
Resolusi ini menyangkut sengketa perbatasan antara negara dan penciptaan mekanisme untuk menyelesaikan masalah teritorial di masa depan.
EIU melihat Indonesia dan Malaysia juga akan bekerja sama erat untuk memprotes undang-undang deforestasi UE yang dianggap diskriminatif oleh kedua negara.
Namun, desakan terhadap netralitas Indonesia atas konflik Rusia dan Ukraina akan memperlambat perkembangan hubungan dengan banyak negara Barat.
Namun, EIU menilai hal itu juga akan menawarkan keuntungan, termasuk investasi yang berkelanjutan dan arus perdagangan dengan mitra lainnya, termasuk China dan Rusia.
Terkait dengan China, negara ini akan tetap menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dan investor utama di bidang infrastruktur, manufaktur, dan pertambangan.
"Keengganan Indonesia untuk menghadapi China secara langsung atas penganiayaan terhadap minoritas Muslimnya akan membuat hubungan ekonomi bilateral tetap dekat," tulis EIU.
Namun, EIU memperingatkan pembangunan ladang gas Indonesia yang terus berlanjut di wilayah lautnya yang diklaim oleh China akan menjadi sumber gesekan antara kedua negara.
Tren Kebijakan 2023-2027
Seiring dengan penurunan harga komoditas dunia, termasuk minyak, pada tahun 2023 dan 2024, maka inflasi harga konsumen di Indonesia akan terus menurun. Kebijakan yang ditujukan untuk melunakkan pukulan inflasi akan dikurangi.
Ini telah menjadi agenda utama pemerintah pada tahun 2022 dan awal 2023, dan termasuk bantuan kesejahteraan dan subsidi yang ditargetkan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, menurut EIU.
Kemudian, EIU menilai Perppu Cipta Kerja akan membatasi pertumbuhan biaya tenaga kerja dan mengurangi hambatan birokrasi terhadap investasi.
"Prospek ekonomi global yang meredup pada tahun 2023 akan mendorong pemerintah untuk segera mengimplementasikan undang-undang pendukung, sehingga sebagian besar komponen Perppu Cipta Kerja mulai berlaku pada akhir tahun, dan menjelang pemilihan presiden pada Februari 2024," ungkap EIU.
Ke depannya, pembangunan infrastruktur akan tetap menjadi prioritas, tetapi kemajuannya tidak akan mencapai target.
Struktur pusat dan bangunan sipil utama dari ibu kota negara baru, Nusantara, di Kalimantan Timur dijadwalkan selesai pada awal 2024.
"Tetapi kami perkirakan ini akan ditunda hingga setidaknya 2025. Relokasi akan berdampak minimal pada kemacetan di Jakarta, yang akan tetap ada di pusat ekonomi Indonesia ini selama beberapa dekade mendatang," tulis EIU.
Proyek infrastruktur besar lainnya dalam lima tahun ke depan masih akan difokuskan terutama di Pulau Jawa dan Sumatera.
Kereta api cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung, kota terbesar keempat di Indonesia, diharapkan akan mulai beroperasi secara komersial pada Agustus 2023.
EIU yakin proyek-proyek ini akan membantu menurunkan biaya transportasi penumpang dan logistik yang tinggi di seluruh Indonesia.
Dari sisi investasi, EIU melihat dengan sisa satu tahun masa jabatan presiden Jokowi, pemerintahannya akan mempercepat upayanya untuk menarik investasi asing langsung.
Investasi ini akan difokuskan pada pengolahan hilir komoditas dan manufaktur berat, khususnya terkait kendaraan listrik, serta infrastruktur yang berkelanjutan di ibu kota baru.
Mengenai larangan ekspor, lembaga ini memperkirakan larangan bauksit pada Juni tidak akan menyebabkan peningkatan investasi yang signifikan terkait komoditas tersebut, seperti yang terjadi pada nikel. Hal ini karena porsi Indonesia dalam cadangan bauksit dunia jauh lebih kecil daripada nikel.
Dalam kebijakan hijau, pemerintah memperkenalkan skema perdagangan karbon pada bulan Februari dan akan meluncurkan pertukaran karbon untuk memfasilitasi perdagangan sertifikat karbon pada bulan September 2023.
EIU yakin subsidi konsumen untuk pembelian kendaraan listrik, yang diperkenalkan pada awal tahun 2023, akan ditawarkan sepanjang tahun 2023 hingga 2027.
Fiskal & Moneter
EIU memperkirakan bahwa defisit anggaran akan melebar menjadi setara dengan 2,6% PDB pada tahun 2023, dari 2,4% PDB pada tahun 2022. Namun, rata-rata defisit anggaran akan lebih sempit sebesar 2,2% PDB di sisa periode Presiden Joko Widodo.
Pergerakan pada tahun 2023 sebagian akan terkait dengan belanja bantuan sosial dan insentif usaha sebagai efek inflasi yang masih tinggi dan penerimaan pajak perusahaan yang lebih rendah.
"Penyempitan defisit nanti akan mencerminkan peningkatan penerimaan pajak langsung baru-baru ini dan di masa depan," ungkap EIU.
Adapun, pada 2022, pemerintah memperkenalkan golongan yang lebih tinggi sebesar 35% untuk pajak penghasilan pribadi dan meningkatkan tarif standar pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%.
EIU menilai pajak atas beberapa produk plastik, yang diamanatkan selama beberapa tahun tetapi tidak pernah diterapkan, tidak akan berlaku hingga setidaknya 2024.
Selain itu, EIU yakin pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada 2025. Sejalan dengan kebijakan ini, EIU memperkirakan defisit fiskal rata-rata mencapai 2,2% pada 2024-2027.
Penyempitan defisit akan berkontribusi pada penurunan rasio utang publik/PDB secara bertahap, dari perkiraan 49% pada 2022 menjadi 43,8% pada 2027.
Dari sisi moneter, EIU memperkirakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin pada kuartal ketiga 2023, setelah menaikkannya menjadi 5,75% pada Januari 2023. BI telah membukukan kenaikan kumulatif suku bunganya sebesar 225 basis poin sejak Agustus 2022.
"Pengurangan ini akan diberlakukan berdasarkan memoderasi inflasi dan melemahnya permintaan domestik," kata EIU.
Kemudian, ketika inflasi semakin mereda, BI akan kembali memangkas suku bunga kebijakan dua kali pada paruh pertama tahun 2024, masing-masing sebesar 25 basis poin, meninggalkan suku bunga sebesar 5% untuk sisa tahun tersebut.
Tingkat kebijakan akan tetap di bawah rata-rata dalam satu dekade sebelum pandemi Covid-19. Hal ini akan mempersiapkan tahapan untuk pengetatan moderat pada 2026-2027 karena pertumbuhan permintaan domestik mendorong pertumbuhan harga di tengah kondisi eksternal yang positif. Ini bertepatan dengan revisi target inflasi BI sebesar 1,5-3,5%, yang akan mulai berlaku pada tahun 2024.
EIU memperkirakan dolar AS akan melemah terhadap berbagai mata uang lainnya pada tahun 2023 karena Federal Reserve (bank sentral AS) mengakhiri siklus pengetatan moneter sekitar pertengahan tahun.
"Setelah apresiasi singkat terhadap dolar AS, mata uang lokal rupiah, akan mengakhiri tahun 2022 pada Rp14.689/US$, lebih kuat dari kurs akhir pada 2022 sebesar Rp15.731/US$, sebelum kembali ke tingkat rendah dan turun pada tahun 2024," papar EIU.
Dalam laporannya, EIU juga meramal defisit transaksi berjalan Indonesia akan kembali pada 2025. Kondisi ini akan memastikan bahwa rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS baik secara nominal maupun riil pada tahun 2025-2027.
"Volatilitas yang meningkat sesekali akan mendorong intervensi oleh BI, tetapi kami tidak memperkirakan aktivitas bank sentral akan berlanjut untuk waktu yang lama," ungkap EIU.
Untungnya, defisit transaksi berjalan ini diyakini tidak akan signifikan. Hal ini sebagian besar merupakan hasil dari pertumbuhan nilai tambah dalam hilirisasi dan aktivitas manufaktur yang melibatkan komoditas yang bersumber dari dalam negeri.
Namun, hilirisasi di pertambangan akan tetap banyak dijalankan oleh asing, sehingga defisit pendapatan primer akan cukup besar karena perusahaan harus memulangkan laba ke negara asal.
Pertumbuhan PDB riil diperkirakan akan melambat pada 2023. Indonesia hanya akan tumbuh 4,9% pada tahun ini.
Hal ini dipicu oleh investasi di luar sektor mineral yang akan dibatasi oleh suku bunga lebih tinggi.
Namun, konsumsi rumah tangga akan menguat pada paruh kedua tahun 2023 sebagai inflasi surut. Di sisi ekspor, volume barang akan terhindar dari penurunan pada 2023, meskipun permintaan eksternal lemah.
Ini mencerminkan investasi swasta yang kuat baru-baru ini baik dalam kapasitas pertambangan maupun hilirisasi atau pengolahan.
"Investasi lebih lanjut dalam pengolahan logam akan mendukung pertumbuhan ekspor dalam jangka menengah. Sektor pariwisata juga akan melakukan pemulihan pada tahun 2023-2024, menyusul pembukaan kembali China-sumber turis masuk terbesar kedua di Indonesia," kata EIU.
Selain itu, Perppu Cipta Kerja akan mendorong investasi swasta secara sederhana pada 2024-2027, terutama melalui peningkatan aktivitas konstruksi dan pertambangan.
Adapun, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak di kisaran 5% pada 2024-2027. Pada 2025, PDB Indonesia akan mencapai 5,3%, sebelum akhirnya jatuh ke 5% pada 2026 dan 2027. Ini akan menjadi landasan bahwa Indonesia tetap tumbuh stabil pada lima tahun ke depan. [Democrazy/CNBC]