HOT NEWS POLITIK TRENDING

RI Bisa Bebas Korupsi? Ini Jawaban Luhut dan Ketua KPK

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
TRENDING
RI Bisa Bebas Korupsi? Ini Jawaban Luhut dan Ketua KPK


DEMOCRAZY.ID - Kasus korupsi di Indonesia saat ini masih merajalela. Transparency International (TI) pada 2022 lalu mengeluarkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022 dimana skor Indonesia adalah 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021, atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.


Situasi Indonesia pada CPI 2022 di Kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat 7 dari 11 negara, jauh di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam dan Thailand.


Lantas apakah Indonesia bisa benar-benar bebas dari korupsi?


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku bingung kenapa korupsi seakan tidak pernah ada habisnya dari Indonesia, meskipun selalu gencar diberantas.


"Saya tanya Kenapa ini? gagalnya di mana kita mengelola negara ini, kok bisa masih ada korupsi?," ungkap Firli dalam Bincang Stranas PK, Selasa lalu (18/7/2023).


Dia berkaca pada banyaknya kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang terjadi pada tahun 2018 lalu, saat dirinya masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.


"Saya dulu pernah jadi Deputi Penindakan tahun 2017-2018, berpikir saya, Kenapa? karena pernah menangkap yang disebut OTT. Dimana OTT terbanyak terjadi di tahun 2018, waktu itu saya jadi Deputi Penindakan, 30 kali tangkap tangan tahun 2018. Apakah korupsi berhenti? Tidak," katanya.


Sementara itu, Firli mengungkapkan sudah ada 85 orang yang ditahan karena melakukan tindak pidana korupsi.


"Tersangka yang sudah ditahan sampai hari ini sudah 85 orang. Jadi kalau ada yang mengatakan penindakan rendah, gak juga. Ini hasil penindakannya," ujarnya.


Firli mengaku bingung kenapa sampai dengan saat ini kasus tindak pidana korupsi seakan tidak ada habisnya, gagalnya KPK dimana dalam mengelola negara ini, kok bisa masih ada korupsi?


"Sehingga pada kesimpulan, berarti kita memang harus melakukan pemberantasan korupsi secara holistik, tidak bisa satu-satu. Apa yang kita lakukan?," kata Firli.


Hal pertama yang dilakukan KPK, adalah dengan cara melakukan pendidikan kepada masyarakat untuk dapat mengubah perilaku orang. Perilaku yang seperti itu, lanjutnya, diubah dengan cara menanamkan nilai-nilai integritas. 


Karena pada prinsipnya, setelah melakukan pendidikan masyarakat, pihaknya ingin masyarakat sadar, semua orang sadar, sehingga tidak lagi ingin melakukan korupsi. Hal yang kedua, adalah melakukan pencegahan, dengan cara perbaikan sistem.


"Jadi kalau pendidikan itu menyentuh perilaku orang-orang, sistem itu melakukan perubahan terhadap sistemnya, pencegahannya, sehingga tidak ada celah dan peluang orang untuk melakukan korupsi," lanjutnya.


Sementara hal ketiga yang dilakukan KPK dalam upaya memberantas korupsi adalah penindakan. Namun, Firli menilai hal ini masih belum cukup.


"Kita perlu dukungan partisipasi dan peran masyarakat, baik di bidang pendidikan, pencegahan, maupun penindakan," pungkasnya.


Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai bahwa sulit untuk menjadikan korupsi di Indonesia benar-benar habis. Namun, dengan beberapa cara seperti digitalisasi maka potensinya bisa ditekan.


"Pemberantasan pengurangan korupsi, bilang habis korupsi itu bohong, nanti kau di surga aja," kata Luhut di acara yang sama.


Ia pun mengungkapkan penyebabnya, yakni sifat dasar manusia yang memiliki sifat jelek.


"Pada dasarnya manusia punya sifat jelek, kalau ada peluang dia curi ya dia curi juga," kata Luhut.


Namun potensi korupsi itu diminimalisir dengan digitalisasi, misalnya dalam pengadaan barang dan jasa melalui e-catalog. Cara ini bisa mengurangi korupsi, namun dirasa sulit menghilangkan sepenuhnya.


"Jadi persepsi kita jangan paling sok bersih di dunia ini, biasa saja. Kalau perfect, gak akan bisa perfect," ujar Luhut.


Untuk menguranginya angka korupsi, Luhut menilai bahwa langkahnya bukan hanya dengan penindakan yang dianggapnya kerap didramatisir, melainkan dengan cara pencegahan. Bahkan, Ia menyebut penindakan itu dengan sebutan kampungan.


"Belum sempurna yes, tapi jangan nangkap-nangkap aja. Kampungan itu menurut saya. Saya setuju Yang ditangkap. Tapi kalau semakin kecil ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?" sebut Luhut. [Democrazy/CNBC]

Penulis blog