Beranda
AGAMA
GLOBAL
HOT NEWS
ISLAMI
TRENDING
Pria Swedia Batal Bakar Alkitab, Tiba-Tiba Keluarkan Al-Quran


DEMOCRAZY.ID - Seorang pengunjuk rasa di Swedia yang terlihat seperti ingin membakar kitab suci Taurat dan Alkitab menjadi sorotan publik.


Adalah Ahmad Alloush, seorang pengunjuk rasa yang sudah melemparkan tasnya dan mengeluarkan korek api ke tanah di ibu kota Swedia. 


Namun akhirnya Alloush mengatakan dirinya tidak pernah memiliki intensi untuk membakar kitab suci dalam unjuk rasa yang dilakukannya.


Mengutip Al Jazeera, alih-alih membakar Alkitab, Alloush justru mengeluarkan Al-Qur'an yang belakangan sempat dibakar di Swedia. 


Dia mengingatkan bahwa dalam mengkritisi Islam tidak perlu sampai membakar kitab suci yang menjadi pedoman umat Islam yakni Al-Qur'an.


"Kalau mau mengkritisi Islam, boleh saja, tapi membakar Al-Qur'an bukanlah kebebasan berekspresi," ujar Alloush, dikutip Minggu (16/7/2023).


Di lain sisi, pemerintahan Swedia sebelumnya memang mengizinkan aksi pembakaran kitab suci Al-Qur'an karena mereka mengakui hal tersebut sebagai salah satu kebebasan hak berekspresi, berkumpul, dan berdemonstrasi secara konstitusional.


Lebih lanjut, dia mengkritisi bahwa hak atas kebebasan itu ada batasnya.


"Ini adalah tanggapan terhadap mereka yang membakar Al-Qur'an. Kebebasan berbicara ada batasnya," tegas Alloush.


Aksinya yang melempar tas dan mengeluarkan korek api tersebut diklaim Alloush sebagai demonstrasi menentang pembakaran Al-Qur'an di Swedia. Dia berkata dalam bahasa Arab dan Swedia secara bergantian dan berulang kali.


"Saya membuat orang marah," akunya ketika ditanya tentang reaksi terhadap berita bahwa seseorang berencana membakar Taurat dan Alkitab di Stockholm. 


"Mereka bisa bahagia sekarang," tuturnya.


Sebagaimana diketahui, aksi pembakaran dan merobek Al-Qur'an dilakukan oleh Salwan Momika, seorang warga Irak berusia 37 tahun yang melarikan diri ke Swedia beberapa tahun lalu. 


Aksi pembakaran itu dilakukan pada hari Kamis saat umat Islam merayakan hari raya Idul Adha.


Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah menyetujui resolusi kontroversial yang mendesak negara-negara untuk "mengatasi, mencegah, dan menuntut tindakan dan advokasi kebencian agama", setelah insiden pembakaran Al-Qur'an di Swedia.


Dilansir The Guardian, Resolusi tersebut ditentang keras oleh AS, UE, dan negara-negara barat lainnya, yang berpendapat bahwa resolusi tersebut bertentangan dengan undang-undang tentang kebebasan berbicara. 


Pada Rabu (12/7/2023), resolusi disahkan dengan 28 negara memberikan suara setuju, 12 suara menolak, dan tujuh abstain.


Iran menunda pengiriman duta besar baru ke Stockholm dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengutuk otoritas Swedia dan meminta dewan hak asasi manusia PBB yang berbasis di Jenewa untuk memperdebatkan masalah tersebut.


Turki juga mengungkapkan kemarahannya, mengutip "protes keji terhadap kitab suci" di Swedia sebagai salah satu alasannya menahan persetujuan aplikasi negara Skandinavia itu untuk bergabung dengan NATO. 


Adapun, pada hari Senin, presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah setuju untuk mengesampingkan hak vetonya dan mendukung aplikasi tersebut.


Beberapa protes serupa sebelumnya terjadi di Stockholm dan Malmö. Polisi Swedia telah menerima lebih banyak permintaan, dari individu yang ingin membakar teks-teks agama termasuk Al-Qur'an, Alkitab, dan Taurat.


Meskipun mengecam keras pembakaran tersebut, negara-negara Barat membela kebebasan berbicara. 


Utusan Jerman menyebut mereka "provokasi yang mengerikan" tetapi mengatakan kebebasan berbicara juga berarti "mendengar pendapat yang mungkin tampak hampir tak tertahankan".


Utusan Prancis itu mengatakan hak asasi manusia adalah tentang melindungi orang, bukan agama, dan simbol.


Setelah pemungutan suara untuk resolusi tersebut, utusan AS untuk dewan tersebut, Michele Taylor, mengatakan bahwa dengan lebih banyak waktu dan diskusi terbuka, sebuah konsensus dapat dicapai.


"Sayangnya, kekhawatiran kami tidak ditanggapi dengan serius," katanya. 


"Saya benar-benar patah hati bahwa dewan ini tidak dapat berbicara dengan suara bulat hari ini dalam mengutuk apa yang kita semua setujui sebagai tindakan kebencian anti-Muslim yang menyedihkan, sementara juga menghormati kebebasan berekspresi."


Utusan Pakistan untuk PBB di Jenewa, Khalil Hashmi, mengatakan resolusi itu tidak berusaha untuk membatasi kebebasan berbicara, tetapi sebaliknya ditujukan untuk mencapai keseimbangan.


"Sayangnya, beberapa negara telah memilih untuk melepaskan tanggung jawab mereka untuk mencegah dan melawan momok kebencian agama," katanya. [Democrazy/CNBC]

Penulis blog