POLITIK TRENDING

Prahara Golkar Goyang Airlangga, Apa Istana Terlibat?

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
TRENDING
Prahara Golkar Goyang Airlangga, Apa Istana Terlibat?


DEMOCRAZY.ID - Kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar mengalami guncangan. Sejumlah kader senior mendorong pergantian ketua umum melalui musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).


Salah satu pertimbangannya yakni elektabilitas Airlangga yang rendah. Selain itu, Airlangga juga dinilai tak mampu menggenjot suara Golkar menjelang Pemilu 2024.


Dewan Pakar Golkar juga telah memberikan tiga rekomendasi kepada Airlangga pada 10 Juli lalu. 


Pertama Airlangga harus menggelar deklarasi capres sekaligus cawapres paling lambat Agustus 2023.


Kedua Airlangga segera membentuk poros baru di Pilpres 2024 di luar poros KIB yang ada saat ini. 


Ketiga Airlangga segera menggelar program Airlangga Menyapa Rakyat ke seluruh wilayah Indonesia.


Sejumlah nama kader Golkar seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Bahlil Lahadalia, dan Bambang Soesatyo didorong menjadi ketua umum menggantikan Airlangga jika benar-benar terjadi munaslub.


Luhut mengaku siap menjadi ketua umum jika banyak kader Golkar yang mendukungnya. Begitu juga dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.


"Setiap kader yang merasa bertanggung jawab untuk pengabdian kepada partai saya pikir semuanya terpanggil, tetapi lewat mekanisme partai," kata Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/7).


Sementara Wakil Ketua Umum Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) tak banyak bicara saat ditanya terkait wacana munaslub Golkar yang telah mencuat.


"Ah itu (Munaslub) adalah domain Ketua Umum, saya hanya Wakil Ketua Umum. Tahun depan jadwal Munas," kata Bamsoet.


Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro berpendapat peluang Luhut maupun Bahlil untuk menggantikan Airlangga cukup besar.


Menurutnya, kedua tokoh itu memiliki modal yakni sumber daya untuk bersaing di posisi itu. Belum lagi, keduanya saat ini merupakan pejabat eksekutif yang memiliki posisi strategis.


"Golkar ini susah untuk tidak dikaitkan dengan resource, siapapun ketum yang mau berlaga, dia harus punya sumber daya yang mumpuni untuk berkontestasi. Dalam konteks ini Pak Luhut dan Pak Bahlil punya resource yang mumpuni lah," kata Agung saat dihubungi, Selasa (25/7) malam.


Agung mengatakan Airlangga kini dihimpit persoalan internal dan eksternal. Di internal, persoalan elektabilitas partai yang merosot, elektabilitas Airlangga yang rendah hingga belum jelasnya sikap Golkar di Pilpres 2024.


Sementara di eksternal, Airlangga diperiksa Kejagung sebagai saksi dalam kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO).


Menurut Agung, jika persoalan internal dan eksternal itu tidak bisa ditangani oleh Airlangga, wacana munaslub untuk menggantikannya akan semakin liar.


"Ketika dinamika internal dan eksternal tidak bisa ditangani dengan baik oleh Pak Airlangga, maka kans Pak Luhut dan Bahlil masuk cukup besar," katanya.


Deretan Nakhoda Partai Golkar


Terpisah, Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai munculnya isu munaslub Golkar karena sikap gamang Airlangga.


Bawono menyebut Airlangga tidak memiliki elektabilitas yang mumpuni untuk menjadi capres. Sementara langkah hendak merapat ke sejumlah bakal calon presiden tidak disambut positif.


"Mau merapat ke capres lain sepertinya jalannya tidak terbuka, para capres seperti enggan berpasangan dengan Airlangga," kata Bawono.


Ia menyatakan sejak era reformasi, Golkar memang belum pernah melahirkan tokoh yang punya daya saing elektoral sebagai capres. Kondisi itu, menurutnya, membuat Golkar seperti kehilangan marwah padahal pernah berkuasa 32 tahun.


"Jadi yang dipandang tokoh-tokoh senior itu, partai ini harus dikembalikan marwahnya, jadi partai ini harus berkuasa dan punya tokoh yang menjual secara elektoral," katanya.


Bawono berpendapat variabel utama yang memengaruhi dinamika di internal Golkar adalah dukungan politik dari Istana. Menurutnya, hal itu terjadi di zaman pemerintahan SBY hingga Jokowi saat ini.


"Jadi ada variabel utama yang menentukan, atau yang memiliki pengaruh terhadap dinamika politik di internal partai Golkar. Yaitu variabel dari istana, dukungan politik dari istana. Itu terjadi bukan hanya di pemerintahan Pak Jokowi, di pemerintahan Pak SBY juga gitu," katanya.


Ia mencontohkan dinamika di Golkar pada 2004, di Pilpres putaran pertama, Golkar mendukung pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid. Sementara di putaran kedua, mendukung Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.


Saat itu, pemilu dimenangkan oleh pasangan SBY dan Jusuf Kalla. Golkar belakangan bergabung ke pemerintahan dan berganti Ketua Umum.


"Atas dukungan politik Istana, terjadi dinamika di Golkar, JK kemudian jadi ketum, Akbar Tandjung kalah dalam Munas. Begitu juga 2009, Aburizal Bakrie membawa Golkar tetap dalam pemerintahan kedua SBY, lagi-lagi atas dukungan istana. Begitu juga di 2014 Jokowi dan 2019 sekarang," kata dia.


Oleh karenanya, ia berpendapat, pernyataan kesiapan jadi ketum Golkar oleh Luhut hingga Bahlil tidak akan keluar ke publik jika tidak ada sinyal dukungan dari Istana.


"Jadi ada variabel dukungan istana, siapapun presidennya, itu akan menentukan dinamika elektoral di Partai Golkar... kalau misalnya nama yang beredar saat ini apakah Luhut, Bahlil atau Bamsoet, menurut saya mereka tidak akan mungkin berani mengucapkan kesiapan itu, jika tidak ada sinyal dukungan dari istana," kata Bawono.


Agung berpendapat susah untuk tidak mengaitkan dinamika yang terjadi di internal Golkar ini dengan campur tangan dari Istana.


Soal isu keterlibatan istana ini sebenarnya sudah dibantah Bahlil. Ia menyatakan Presiden Jokowi tidak ikut campur atas kisruh di pucuk partai beringin. 


"Pak Jokowi enggak mau cawe-cawe lah. Untuk urusan Golkar, beliau enggak," ujar Bahlil saat menemui pemimpin media massa, Sabtu (22/7) .


"Kalau urusan presiden, dia cawe-cawe untuk kebaikan negara. (Urusan Partai Golkar) enggak," tuturnya


Namun dia juga tak bisa memastikan apakah Jokowi pernah memberi arahan tak resmi agar Airlangga dicopot dari jabatannya dan diganti kader Partai Golkar lainnya.


"Saya enggak tahu ya," kata dia menjawab pertanyaan.


Agung sendiri menilai pernyataan Bahlil tersebut hanya menampakkan bagian depan dari situasi politik yang terjadi saat ini di tubuh Golkar. 


"Kalau di panggung depan pasti tidak ada jawaban Bahlil, tapi di belakang. Politik itu di belakang panggung, di belakang layar, kita kadang enggak tahu, ini kan ruang remang-remang," katanya.


Sejak isu ini mencuat, Airlangga telah buka suara. Ia menegaskan pergantian ketua umum hanya dilakukan melalui musyawarah nasional. 


Menurutnya tak akan ada munaslub Golkar seperti yang digaungkan sejumlah politisi senior.


"Ya itu tadi saya katakan, kan tidak ada (munaslub). Munas 2024, silakan kalau berminat jadi ketua umum Golkar, ke 2024," kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/7). [Democrazy/CNN]

Penulis blog