DEMOCRAZY.ID - Pemilu 2024 tidak akan jujur selama negara ini masih di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Selama kendali kenegaraan masih dipegang oleh Jokowi maka jangan diharap akan terjadi Pemilu yang jujur. Tidak akan muncul wakil rakyat yang hebat. Ini adalah akibat dari “Jokowi uber alles”. Jokowi “segalanya”,” kata pemerhati politik dan kebangsaan Rizal Fadillah kepada redaksi SuaraNasional, Senin (24/7/2023).
Kata Rizal, pemilu yang lebih baik adalah Pemilu tanpa Jokowi. Jokowi absolut harus mundur atau dimundurkan terlebih dahulu.
Setelah Jokowi lengser, maka Pemilu akan berjalan lancar dan demokratis.
Pemakzulan adalah “conditio qua non” yang bukan untuk menghalangi Pemilu. Justru dalam rangka mengamankan dan mengawal Pemilu.
Bolehlah serius untuk menggalang kekuatan poros Ganjar, poros Prabowo dan poros Anies, akan tetapi sesungguhnya ketiganya akan tertolong jika poros “makzulkan Jokowi” sukses. Siapapun pemenang ia hasil pilihan rakyat yang “fair”.
“Makzulkan Jokowi membuka peluang pula untuk munculnya tokoh-tokoh baru di kancah kepemimpinan nasional. Semua ruang harus dibuka sehingga bangsa Indonesia yang besar ini dapat memiliki Presiden yang memang pantas. Tidak terulang lagi terjadinya “kecelakaan politik” dimana Jokowi menjadi Presiden hasil dari pencitraan, pembodohan, pembohongan dan kecurangan,” paparnya.
Makzulkan Jokowi adalah poros politik baru yang menguntungkan rakyat Indonesia.
Layak untuk didukung oleh berbagai kalangan baik emak-emak, cendekiawan, buruh, purnawirawan, mahasiswa, pengusaha, ulama, santri, bahkan pegawai negeri, TNI, Polri dan masyarakat kebanyakan. Jokowi adalah sumber masalah negeri.
“Pemilu tanpa Jokowi itu penting. Biarkan rakyat mengatur dirinya sendiri dengan bersandar pada Konstitusi. Oligarki harus segera diakhiri, mari kita kembali pada demokrasi,” pungkasnya. [Democrazy/SuaraNasional]
Liputan Khusus Majalah TEMPO: 'SKENARIO JOKOWI MENGATUR PEMILU 2024'
Liputan Majalah TEMPO:
SKENARIO JOKOWI MENGATUR PEMILU 2024
- Jokowi coba menentukan kandidat di Pemilu 2024. Menyodorkan Sandiaga Uno dan Erick Thohir sebagai calon wakil presiden.
- Sandiaga akan dipasangkan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
- Adapun Erick bakal diduetkan dengan Prabowo Subianto, yang akan berlaga sebagai calon presiden untuk ketiga kalinya.
***
MERIUNG bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada Selasa malam, 2 Mei lalu, enam ketua umum partai politik membicarakan berbagai topik.
Jokowi menjelaskan kondisi perekonomian setelah pandemi Covid-19 mereda hingga tantangan pembangunan manusia ke depan. Setelah itu, topik diskusi beranjak ke perkembangan politik terbaru.
Duduk di samping Presiden Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Adapun Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhamad Mardiono, berada di samping mereka.
Mardiono membenarkan kabar bahwa pertemuan yang disertai jamuan mi celor dan kudapan udang itu membahas isu politik.
“Tapi obrolan politik tak sampai sepuluh persen,” kata Mardiono kepada Tempo di kantor Dewan Pengurus Pusat PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Mei lalu.
Mardiono enggan mendetailkan isi pertemuan di Istana Merdeka tersebut.
Nama Sandiaga Uno dan Erick Thohir ikut disebut-sebut dalam pertemuan itu. Bukan membicarakan kinerja mereka sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Badan Usaha Milik Negara, para ketua umum partai dan Presiden membahas kemungkinan Sandiaga dan Erick menjadi calon wakil presiden.
Dua narasumber yang mengetahui isi pertemuan tersebut bercerita, Sandiaga ada kemungkinan akan dipasangkan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Pada Jumat, 21 April lalu, Megawati Soekarnoputri mengumumkan Ganjar sebagai calon presiden. Adapun Erick bakal diduetkan dengan Prabowo Subianto, yang akan berlaga sebagai calon presiden untuk ketiga kalinya.
Enggan menyebut nama-nama yang dibahas Presiden dan para ketua umum partai, Mardiono membenarkan adanya pembahasan calon wakil presiden.
“Calon presiden sudah selesai sehingga tinggal calon wakilnya,” ujar Mardiono.
Selain membahas nama calon wakil presiden, Jokowi dan para ketua umum partai membicarakan rencana pembentukan dua poros dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
Poros pertama mendukung Ganjar Pranowo. Sedangkan kubu lain menyokong Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Sejumlah petinggi partai pendukung pemerintah yang ditemui Tempo sepanjang pekan lalu membenarkan informasi tersebut. Jika satu poros melaju ke putaran kedua, kubu yang lain akan ikut membantu.
Namun, jika pemilu hanya diikuti dua pasangan calon (skenario Anies gagal -red), partai pendukung yang kalah akan bergabung dengan pemerintahan.
Pertemuan itu tak mengundang Ketua Umum NasDem Surya Paloh meski partai tersebut mendukung pemerintahan Jokowi sejak 2014. Belakangan, Jokowi mengungkapkan bahwa Surya tak diajak karena sudah punya koalisi lain.
“Gabungan partai yang kemarin berkumpul ingin membangun kerja sama politik yang lain,” ucap Jokowi di Mal Sarinah, Jakarta, Kamis, 4 Mei lalu.
NasDem mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai calon presiden pada 3 Oktober 2022. Mereka membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
Gabungan tiga partai ini menguasai 163 kursi DPR sehingga cukup untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Pertemuan di Istana Merdeka berlangsung gayeng. Setelah muncul kesepakatan membentuk dua poros, Muhaimin Iskandar berkelakar bahwa Airlangga Hartarto dan Prabowo Subianto bisa menjadi menteri lagi seusai Pemilu 2024. Pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, membenarkan kabar tentang gurauan Muhaimin.
“Gagasan guyon itu adalah melanjutkan estafet kepemimpinan,” kata Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan itu.
Muhaimin tak menanggapi permintaan wawancara hingga Sabtu, 6 Mei lalu. Namun kolega Muhaimin di PKB mengaku juga mendengar cerita tentang seloroh Muhaimin di Istana itu.
Pertemuan di Istana selama hampir tiga jam berakhir setelah Megawati pamit. Presiden Jokowi mengantar Ketua Umum PDIP itu sambil berbincang di selasar Istana. Sesaat setelahnya, para ketua umum partai lain juga mohon diri kepada Jokowi.
(Selengkapnya baca di Majalah TEMPO terbaru)