DEMOCRAZY.ID - Ada 6 dugaan maladministrasi pertanahan di IKN Nusantara yang menjadi temuan Ombudsman RI.
Temuan Ombudsman RI terkait dugaan maladministrasi pertanahan di IKN Nusantara, Kalimnantan Timur ini disampaikan dalam konferensi pers Penyampaian Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) di kantornya, Kamis (27/7/2023).
Terkait dengan 6 dugaan maladministrasi pertanahan di IKN Nusantara tersebut, Ombudsman RI memberi waktu Otorita IKN atau OIKN untuk melakukan korektif.
Dalam konferensi pers, Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya mengatakan pihaknya menemukan setidaknya 6 tindakan maladministrasi pertanahan di daerah delineasi Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Maladministrasi pertanahan di IKN Nusantara ini disebabkan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 tanggal 14 Februari 2022.
Surat Edaran Kementerian ATR/BPN ini mengatur Pembatasan dan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara atau IKN.
Dadan mengatakan, "Kita melihat ada silang regulasi yang tidak sama. Itu dari sana lah yang membuat adanya pelayanan yang terganggu di masyarakatnya."
Dadan menambahkan Ombudsman mencatat pihak-pihak terlapor meliputi Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Kementerian ATR BPN, kantor kanwil BPN Kalimantan Timur.
Kemudian ada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Otorita IKN, Bupati Kutai Kartanegara dan Bupati Penajam Paser Utara.
Dadan mengatakan, berdasarkan hal tersebut pihaknya melakukan investigasi dengan mengunjungi 17 lokasi yang terdiri dari 2 Kantor Pertanahan, 6 Kecamatan, 4 Kelurahan Desa dan 5 OPD.
"Untuk memeriksa laporan-laporan tersebut kami Ombudsman melakukan investigasi ya di wilayah kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara," katanya seperti dikutip dari TribunToraja di artikel yang berjudul Temuan Ombudsman: Urusan Administrasi Tanah di Kawasan IKN Kacau Balau.
Berdasarkan hasil investigasi selama kurun waktu Juni 2022 sampai awal tahun 2023, lanjut Dadan.
Ombudsman sendiri mendapati enam temuan maladministrasi.
Temuan pertama, layanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah terhenti di desa dan di Kantor Pertanahan.
Kedua, terdapat lokasi yang tidak termasuk daerah delineasi IKN tetapi terdapat penghentian pelayanan, baik pendaftaran tanah dan layanan penerbitan surat keterangan penguasaan kepemilikan tanah.
"Ketiga, kami memang ya mengidentifikasi surat edaran Direktorat Jenderal penetapan hak atas tanah, ini bertentangan dengan Peraturan Presiden nomor 65 karena adanya perluasan tadi perluasan penghentian layanan," tutur dia.
Selanjutnya, temuan keempat adanya penghentian penerbitan surat keterangan penguasaan atau pemilikan tanah dan pendaftaran tanah pertama kali.
"Ini mengakibatkan minimnya perlindungan hak keperdataan masyarakat dari sasaran mafia tanah.
Jadi memang tujuan regulasi diterbitkannya SE itu tadinya untuk meminimalisir atau untuk mencegah adanya mafia tanah tapi di sisi lain karena masyarakat yang memiliki tanah juga dihentikan pelayanannya mereka tidak menjadi tidak terlindungi," ujarnya.
Sedangkan temuan kelima, terdapat 11 aset pemerintah daerah dari Penajam Paser Utara yang statusnya itu moratorium dalam pendaftaran tanah pertama kalinya.
"Karena ada di kawasan IKN, padahal itu sudah jelas-jelas aset milik Pemda tapi tidak bisa terlegalisasi," ucap dia.
Terakhir, perluasan lingkup SE pengaturan yang tidak semata-mata pengendalian, yang secara umum menyebabkan terhentinya layanan kepemilikan tanah di Kecamatan atau Desa setempat dan di Kantor Pertanahan setempat.
Sehingga, kata Dadan, ombudsman menyimpulkan enam temuan itu terbukti terjadinya maladministrasi pada penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan kepemilikan tanah dalam dan di luar delineasi IKN.
Maladministrasi itu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kemudian Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Serta, penghentian layanan pendaftaran pertama kali didalam dan di luar delineasi IKN yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kutai Kertanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara Kantor Wilayah BPN Kalimantan Timur, kemudian dirjen penetapan hak dan pendaftaran tanah Kementerian ATR BPN," jelasnya.
Dadan S Suharmawijaya mengatakan, langkah korektif pertama bagi Kepala Otorita IKN adalah melakukan penyesuaian wilayah delineasi IKN agar meliputi seluruh bagian desa secara utuh.
"Tidak hanya sebagian atau memotong wilayah desa tertentu, serta melakukan perbaikan delineasi IKN bagi daerah yang tidak sesuai dengan wilayah administrasinya," ujar Dadan.
Kemudian, langlah korektif kedua adalah mempercepat penetapan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Negara Nusantara tentang penyelenggaraan pertanahan di ibu kota nusantara, termasuk pengendalian hak atas tanah.
"Karena memang selama ini aturannya belum ada," jelas dia.
Langkah korektif ketiga yaitu melakukan pemetaan terhadap tanah yang terdaftar dan belum terdaftar di seluruh wilayah delineasi IKN.
Hal itu dilakukan bersama dengan Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara.
Sedangkan langkah korektif keempat, menyusun mekanisme penyelesaian khusus berupa prioritas penerima bantuan program pendanaan dari pemerintah daerah maupun pusat bagi masyarakat yang terdampak akibat kebijakan pengendalian peralihan hak atas tanah.
"Khususnya bagi masyarakat yang terdampak secara ekonomi dimana hanya memiliki satu-satunya aset untuk menyelesaikan pembiayaan pendidikan maupun kesehatan," terangnya.
Dadan menegaskan, ombudsman bakal memberikan waktu 30 hari kerja untuk Kepala Otorita IKN dalam melakukan tindakan korektif tersebut.
"Kami memberikan waktu 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan korektif beserta dengan rencana-rencananya yang dimuat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tersebut," tegasnya.
Adapun terhadap pihak yang tidak melaporkan bentuk pelaksanaan tindakan korektif kepada ombudsman, maka ombudsman akan menaikkan, mengeskalasi LAHP menjadi rekomendasi.
"Ya tentu kita hindari bersama, tidak perlu sampai rekomendasi," kata Dadan.
Respon IKN
Direktur Pengawasan dan Audit Internal Otorita IKN, Agung Dodit Muliawan menegaskan, pihaknya bakal menindaklanjuti temuan hasil investigasi ombudsman terkait maladministrasi delineasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur.
Terlebih, ombudsman sendiri telah memberikan empat langkah korektif kepada Kepala Otorita IKN untuk menyelesaikan persoalan selama kurun waktu 30 hari kerja.
"Kami sudah menerima usulan tindakan korektif dari Ombudsman dan segera akan kami tindaklanjuti," ujar Agung Dodit Muliawan.
Agung menyadari bahwa isu tanah dinilai cukup kompleks dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Untuk itu pihaknya mengucapkan terima kasih kepada ombudsman yang telah mendukung kegiatan IKN, terutama pengadaan tanah.
"Harapannya dari sisi kami, kami bisa segera menyelesaikan peraturan terhadap penyelenggaraan tanah di IKN yang sekarang memang dalam proses penyelesaian," ungkapnya. [Democrazy/Tribun]