DEMOCRAZY.ID - Salah seorang eks pengikut Al Zaytun yang juga anak buah Panji Gumilang, Anto, mengungkap sejumlah hal janggal yang terjadi di dalam pesantren megah di Indramayu tersebut.
Kata Anto, sumber dana yang besar dan mengalir tersebut sebenarnya datang dari para pengikut Al Zaytun.
Adapun pengikut Al Zaytun bisa berjumlah banyak sekali karena proses kaderisasi yang berjalan dan sudah didesain sedemikian rupa sejak 1997 silam.
Anto lebih dulu menceritakan bagaimana pengalamannya terlibat dalam penggalangan dana untuk disetorkan ke Al Zaytun.
Menurut dia, Al Zaytun sebagai sebuah entitas besar dimulai dari proses pembangunan yang panjang.
Bahkan sudah dibentuk setahun sebelum berdiri yakni 1996, dan sumber dana berasal dari jaringan bawah tanah yakni Negara Islam Indonesia (NII).
"Artinya tahun sebelumnya sudah disiapkan dananya. Dananya dari jaringan bawah tanah, dari NII," kata dia disitat saluran Youtube Fakta, Selasa 20 Juni 2023.
Anto sendiri mengaku masuk dalam struktur NII Jakarta. Kata Anto, sebenarnya untuk mengenyam pendidikan di pesantren di sana hampir gratis. Dan itu artinya, Panji Gumilang tidak dapat banyak materi dari segi bisnis pendidikan.
Lantas darimana dana begitu besar yang masuk ke Al Zaytun? Anto mengatakan bukan dari Arab Saudi.
Namun dari para pengikut Al Zaytun yang setiap bulannya menyetor miliaran rupiah.
"Bukan dari luar negeri, tapi dari dalam negeri, dari orang NII yang setor miliaran setiap bulan. Sebab kita punya program, militer, kesehatan, ibu kota (Indramayu), pendidikan, harus dibiayai," katanya.
"Inilah Al Zaytun Madinahnya Indonesia. (Penggalangan dana) Itulah kapal selam yang besar yang mensuplai uang ke kapal pesiar yang tak punya mesin itu," katanya.
Anto ketika itu mengaku menjadi pengikut Al Zaytun yang dipercaya ikut memimpin.
Ketika itu dia punya banyak sekali anak buah. Dia mengilustrasikan, andai 1 desa ada 200 orang, maka 1 kecamatan ada 1.000 orang.
Di mana penggalangan dana Al Zaytun semua disebut melegalisasi semua tindakan kriminal.
"Saya pimpinan punya jemaah banyak. Dan 1.000 orang itu semua disuruh nyuri. Perkara apakah mereka ditangkap polisi, ditangkap keluarga, tidak dipikirkan," kata Anto.
Anto pernah bertanya ke pimpinan soal sikap Al Zaytun jika ada pengikut yang tertangkap dan sebagainya. Apalagi mereka sudah ikut berkontribusi pada Al Zaytun.
"Kata pimpinan, tinggalkan saja, karena terkait keamanan. Kalau yang masih ada (bergabung) diperas sampai habis," katanya.
Dari sanalah Anto kemudian berpikir bahwa tindakannya sangat berisiko.
"Wah celaka, buat apa berjihad sementara orang yang berkontribusi ditinggal begitu saja. Akhirnya saya disebut indisipliner dan keluar," katanya. [Democrazy/poskota]