DEMOCRAZY.ID - Megawati menyinggung kemiskinan ekstrem 0 persen di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di mana, target tersebut sebetulnya terancam sulit diwujudkan di akhir kepemimpinan Jokowi di 2024 nanti.
“Pak Jokowi itu benar kemiskinan ekstrem harus dihilangkan. Kemiskinan harus bisa dihilangkan, tidak boleh lagi ada korupsi di Indonesia ini," - Megawati saat memberikan pidato di Puncak Bulan Bung Karno di Stadion GBK, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (25/6).
“Nah apa toh untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem? itu bukan hanya sekadar ukuran pendapatan per hari. Namun rasa bahagia terlindungi menyangkut keadilan pekerjaan yang layak akses terhadap pendidikan sarana kesehatan, kebijakan sosial negara,” tambah dia.
Presiden ke 5 itu sengaja menyoroti kemiskinan ekstrem lantaran, menurutnya para pendiri bangsa memasukkan ketentuan pasal 34 ayat 1 dalam UUD RI tahun 1945 dengan penuh kesadaran agar tidak ada lagi kemiskinan di dalam buminya Indonesia merdeka.
“Pertanyaan kita semua apakah ini mungkin? Ayo jawab. Apakah ini mungkin? jawabnya kenapa? Ibu ini tau ya kalo jawabnya mungkin bu itu pasti. Pertanyaan saya mungkin apa tidak? Saya tegaskan sangat mungkin karena Indonesia di merdekakan dan kondisinya sebenarnya indonesia itu adalah sebuah tumpah darah yang kaya kaya kaya raya raya raya,” jelas Megawati.
Adapun angka nasional kemiskinan ekstrem, menurut BPS, pada Maret 2022 sebesar 2,04 persen atau 5,59 jiwa, menurun dari data Maret 2021 sebesar 2,14 persen atau 5,8 juta jiwa.
Target Kemiskinan Ekstrem Terancam Gagal di 2024
Namun sayangnya, target kemiskinan ekstrem 0 persen Presiden Jokowi itu sulit tercapai dari targetnya pada 2024.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, target kemiskinan ekstrem Jokowi sulit diwujudkan di tahun depan, imbas COVID-19.
“Deviasi target mulai terjadi sejak 2021 karena adanya pandemi COVID-19 meskipun tingkat kemiskinan terus menurun dan untuk mencapai target ini masih berat,” kata Suharso kepada anggota dewan di Komisi XI DPR RI, Senin (19/6).
Salah satu faktor yang menyebabkan Pemerintah semakin jauh dari target adakah akurasi data penerima program yang masih rendah. Sehingga, bantuan sosial kerap tidak sampai ke target penerima.
“Akurasi program data masih rendah, bahkan menurun setiap tahun. Pada tahun 2020, akurasi mencapai 48 persen, kemudian turun 43 persen di 2021 dan 41 persen tahun ini,” tuturnya.
Menurut Suharso, diperlukan prasyarat utama untuk memperbaiki capaian isu strategis kemiskinan ekstrem yakni memutakhirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui Registrasi Sosial Ekonomi (regsosek) dan integrasi program lintas K/L.
"Ini terus diperlukan pemutakhiran DTKS melalui Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi) dan integrasi program lintas K/L," ucapnya. [Democrazy/kumparan]