DEMOCRAZY.ID - Cara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menelepon Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk menyampaikan keluhan warga Warakas, Jakarta Utara dinilai kebablasan.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, Ganjar yang notabene masih sebagai bakal capres tidak elok memerintah orang nomor satu di DKI Jakarta. Sebab, dia belum menjadi presiden seperti Joko Widodo.
“Karena sejatinya hal itu mestinya dilakukan oleh seorang Jokowi seorang presiden, bukan seorang capres. Jadi tentu itu tidak elok dan tidak cocok ya. Tindakan seperti itu namanya kebablasan,” ujar Ujang, Senin (26/6).
Di sisi lain, kata Ujang, dalam sebuah negara ada mekanisme dan etika yang mestinya dikedepankan oleh Ganjar.
Misalnya, akan lebih elegan jika Ganjar bersurat kepada Pemprov DKI Jakarta mengenai hal yang dinilainya bermasalah tersebut.
Di satu sisi, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia itu menilai masih banyak masalah yang harus diselesaikan Ganjar di Jawa Tengah.
Sehingga Ganjar tidak perlu sibuk-sibuk mengurusi daerah lain dan fokus pada wilayahnya.
“Oleh karena itu, sejatinya Ganjar paling bagus urus Jateng dengan baik, agar tidak ada masalah, agar tidak ada kemiskinan. Sehingga masyarakat bisa menilai Ganjar dengan objektif bukan mencari-cari persoalan di daerah lain,” pungkasnya.
Megawati Diyakini Bisa Tarik Dukungan jika Ganjar Nggak Laku
Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri berpeluang besar mengoreksi dan menarik dukungan untuk Ganjar Pranowo, jika partai politik (parpol) koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak kunjung memberikan dukungan kepada bakal calon presiden (bacapres) PDIP tersebut.
"Sangat mungkin sekali bagi PDIP pada akhirnya mengoreksi pencapresan Ganjar jika parpol menampik untuk memberikan dukungan," ujar Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, Senin (26/6).
Kurangnya ekspektasi dari parpol koalisi pemerintah akan berpengaruh terhadap peta dukungan. Pada akhirnya, bisa jadi PDIP akan mengubah dukungan capres ke yang lebih potensial.
"Jika dalam waktu yang cukup, ekspektasi PDIP dan parpol koalisi tidak puas dengan hasil survei dan peluang tingkat keterpilihan Ganjar, maka bisa jadi pada akhirnya Ganjar akan dievaluasi oleh PDIP," kata Saiful.
Akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai, PDIP dipastikan masih ingin menjaga nama besarnya dan kembali ingin memenangkan kontestasi pemilu.
Artinya, PDIP tidak akan memaksakan dukungan untuk Ganjar jika harus menderita kekalahan di kemudian hari.
“Maka menurut saya tidak segan-segan bagi PDIP untuk menarik dukungan dan mengubah kandidat yang akan diusung pada 2024 yang akan datang," pungkas Saiful. [Democrazy/RMOL]